Setibanya mereka di rumah sakit, Rick langsung dibawa ke UGD. Sementara Ava masih saja meneteskan air mata saat menunggu di luar ruangan. Mondar-mandir di depan pintu dengan gelisah.Saat itu Sarah menghubunginya karena Ava tak kunjung datang. Tentu saja Ava langsung membeberkan bahwa Riana baru saja menyerang hingga membuat Rick terluka. Akhirnya Sarah dengan terburu-buru ke rumah sakit menyusul Ava."Ava, keluarga James benar-benar merepotkan! Kamu harus menindaklanjuti masalah ini sampai tuntas. Jangan berbaik hati pada musuh," kata Sarah, kesal."Iya, Riana sudah dibawa ke kantor polisi. Tapi Dokter Rick …." Ava kembali menangis tak bisa banyak berkata-kata.Tak lama kemudian, pintu UGD terbuka. Rick keluar dengan santainya seolah tak terjadi apa-apa. Ava langsung menabrakkan diri memeluk Rick."Hey, jangan menangis lagi. Apa aku perlu menciummu?"Ava melepas pelukan, menyeka ingus yang membuat hidungnya mampet.Dengan suara bindeng dia bertanya pada Dokter yang mengobati Rick. "A
Ava menunduk, sedikit gemetaran saat Rick menggenggam tangannya begitu erat. Kemarahan dalam hati Ava seketika luntur, berganti dengan jantungnya yang berdegup semakin kencang. Sikap Rick sungguh manis."Aku sudah siapkan pengacara, besok sore dia kemari untuk mengurus masalah tadi," kata Rick saat Ava menyuruh dia merebahkan diri di atas ranjang.Ava mengangguk sebelum bertanya penuh perhatian."Sudah makan belum? Sudah minum obat belum? Apa harus ganti perban sekarang?"Ekspresi Ava begitu hangat membuat Rick menariknya ke dalam pelukan."Sejak kapan Nyonya Rick jadi begitu bawel?"___Seperti yang dikatakan Rick pada Ava semalam, dia sudah menyiapkan pengacara untuk menangani masalah dia dan Riana. Reyner, pria berusia 31 tahun, pengacara sekaligus teman Rick.Tadi pagi Reyner terlebih dulu menemui James di kediaman Scarlett. Setelah banyak berbincang barulah Reyner menemui Rick dan Ava."Nyonya Ava, bagaimana? Apakah Anda akan menggugat tersangka?" tanya Reyner.Ava malah menoleh
Ketika Ava baru saja keluar dari kamar mandi, Rick sedang duduk di sofa sambil memeriksa ponsel Ava. Air wajah Rick tak sedap dipandang saat mengangkat wajah menatap Ava dan berdiri menghampiri wanita itu ."Nyonya Rick, kamu punya hutang traktir makan pada siapa Kamis ini?" tanya Rick, dingin.Ava mengernyit, dia mencoba mengingat-ingat. Perasaan tidak memiliki janji pada Sarah, tetapi saat mengingat kata Kamis, dia teringat Robin yang pernah menolong saat Riana akan menculiknya."Oh, seseorang pernah membantuku. Aku bahkan sudah lupa punya hutang traktiran itu," kata Ava, jujur."Hmm, baiklah. Jika hutangmu sudah lunas, jangan berteman dengan pria." Rick menyipitkan mata, memperingatkan."Rick, aku tak suka berteman dengan lawan jenis. Aku juga tak berniat berteman dengan orang itu." Ava menggerutu."Gadis pintar," puji Rick, bangga.Dia menarik pinggang Ava ke dalam pelukan, memainkan rambutnya yang masih basah."Nyonya Rick." Bariton Rick begitu seksi saat menghidu leher jenjang A
Kevan memantikkan api pada sebatang rokok yang diapit bibirnya. Tatapannya begitu tajam pada Ava. Pun demikian dengan Rick, memandang Ava dengan tatapan sulit diartikan.Perasaan seperti ini rasanya Semua mata memandangnya penuh curiga. Ava menghela napas panjang, mengendalikan jantung yang berdegup tak beraturan."Aku tidak mengenalnya, aku tidak pernah bernegosiasi apa pun dengannya!" Ava menampik tudingan Eddy dengan tenang.Sarah sungguh khawatir melihat wajah Ava yang tersudutkan."Ava …." Ucapan Sarah seketika terhenti saat Kevan berbisik agar tak ikut campur."Ed, ceritakan kronologis dengan detail," perintah Zayn, tegas."Tanggal 15, di bar larome Via Santa Teresa 6. Italia. Jam 1 dini hari Ava menjual dokumen itu padaku." Eddy menjelaskan dengan terperinci."Ava, benar yang dikatakan Eddy? Di mana kamu saat itu?" tanya Kevan, sebenarnya Kevan tahu betul Ava ada di mana saat itu.Ava mengernyit, tanggal 14 bukankah mereka melakukan perjalanan bisnis ke Kota Osan? Tanggal 15 d
Setelah operasi tangkap tangan Stella dan Eddy semalam, Ava dibuktikan tidak bersalah dan mulai kembali bekerja.Semua mata memandangnya berbeda, para pekerja dari seluruh departemen kini memiliki perspektif lain. Mereka berubah saat bertemu, sampai tersirat aura takut dan menghormati Ava.Bukan tanpa alasan, tentu saja hal itu karena masalah yang menyangkut Ava ditangani langsung oleh Keenan. Jadi, mereka semua tahu bahwa identitas Ava tidak segampang yang mereka pikirkan.Ava baru dua hari kembali bekerja. Namun, saat sore hari pulang bekerja, Reyner sudah ada di rumah. Sang pengacara sedang berbincang dengan Rick di ruang kerja. Karena Ava sedikit lelah, dia memilih tidak ikut bergabung.Saat malam menjelang larut, Rick baru masuk ke kamar. Ava sudah hampir terlelap, tetapi pelukan hangat sang suami membuat matanya kembali terbuka."Lelah?" Rick mengecup kening Ava.“Hmm," gumam Ava dengan mata lengket. Dia menggeliat mencari posisi nyaman di dada Rick."Rick, apa tuan Reyner menga
Setelah kasus Ava selesai, akhirnya Nenek Esmee bisa kembali ke Busan dengan tenang. Sang nenek cukup puas mendengar hasil yang didapat dari persidangan.Keesokan harinya, Ava kembali bekerja dan tidak ikut dengan Rick yang mengantar Nenek Esmee ke bandara. Malam harinya, seperti biasa Rick akan masuk ke kamar saat larut malam, tetapi Ava belum tidur.Karena sempat diberhentikan sementara, Ava jadi memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."Sudah pukul 22.00, kenapa belum tidur?" tanya Rick saat mendapati Ava masih duduk berkutat di depan laptop."Pekerjaanku menumpuk," jawab Ava, cuek."Kerjakan besok lagi, jangan tidur terlalu larut!" Rick langsung menggendong Ava dari kursi.Ava reflek berpegangan pada leher Rick. "Tapi pekerjaanku belum selesai, tuan Kevan memintaku menyelesaikan laporan secepatnya," gerutu Ava, kesal."Kamu selalu selalu sopan menyebutnya 'tuan'. Sedangkan aku sebagai suamimu hanya dipanggil nama!" Rick menegaskan ucapannya.Ava mengernyitkan alis. Kenap
"Aku tidak cari masalah," jawab Ava, cuek.Baru saja Ava membuka pintu dan masuk ke kamar, Rick menarik tangan Ava agar berhadap-hadapan."Apa kamu sebegitu tak ingin pergi denganku?" tanya Rick dengan suara berat."Kamu bukannya banyak asisten?" Ava mengernyitkan alis."Ava, kamu istriku. Bisa jangan keras kepala tidak?" Rick menegaskan ucapannya."Bukan istri sungguhan 'kan? Pernikahan palsu dan untuk sementara," celetuk Ava, kesal.Air wajah Rick berubah suram, dia memegang dagu Ava sedikit kuat."Coba kamu ingat-ingat kapan aku pernah bilang kita menikah untuk sementara? Kapan aku bilang pernikahan kita palsu? Apa surat nikah itu palsu?" Rick tersenyum tipis.Ava terdiam, dia mengingat saat Rick mengajaknya menikah. Seberapa keras dia mengingat, Rick memang tidak pernah mengatakannya. Saat itu Rick hanya bilang, 'Kita akan menikah dan saling menguntungkan'.Rick tiba-tiba menggendong sang istri."Rick, turunkan aku!" Ava meronta-ronta minta dilepaskan."Sepertinya harus melakukan
Rick tahu betul siapa Robin. Cucu dari Olivia Neymar, yang tak lain musuh besar Nenek Esmee. Tak terkecuali kelakuan bejat Robin pada adik Rick!Kebetulan pidato Rick berakhir, dan sesi tanya jawab berlangsung. Pembawa acara tiba-tiba menghampiri Ava dan menyodorkan mic."Nona, Dokter Rick mengajak Anda bergabung untuk menjawab pertanyaan seputar penelitian obat yang baru saja dibahas." Pembawa acara berkata dengan sopan.Ava celingukan, dia tidak fokus karena Robin mengajak berbincang. Dia sedikit gugup, tidak tahu pertanyaan apa yang dilontarkan Rick. Apa Rick sengaja?!Beruntung sang pembawa acara berbisik mengulang pertanyaan Rick. "Apa pendapat Anda tentang Carbamazepine untuk saraf?"Sialan! Ava mana tahu tentang hal itu? Rick benar-benar sengaja! Seketika dia menatap Rick penuh amarah.Hanya saja, wajah Rick begitu dingin saat membalas tatapan Ava. Sungguh Ava merasa Rick sudah mempermalukan di depan publik! Dia menggigit bibir dengan erat, sangat gugup.Robin tiba-tiba meraih
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.