"Rick, aku pikir kamu sangat sibuk dan tak akan kembali hingga menyuruh pengawal yang mengantarku," kata Ava mengusap-ngusap rahang kokoh berbulu halus suaminya."Hmm, sesibuk apa pun itu. Aku takkan mungkin lupa bahwa istriku berada di sini," jawab Rick mantap."Apa besok kita akan kembali?" tanya Ava saat teringat ucapan Kevan."Ya, kita akan pulang. Proyek ditunda karena lusa akan diadakan pesta pernikahan." Rick menjawab tegas sambil mengelus-elus punggung polos Ava.Ava mengernyit terheran, apa pestanya sangat penting hingga proyek dihentikan?"Pernikahan siapa?" tanya Ava penasaran."Mantan suamimu," jawab Rick, singkat.Ava terdiam beberapa detik sebelum kembali bertanya, "Apa kamu akan mengajakku ke pesta itu?""Jika kamu tak ikut bersamaku, apa kamu rela suamimu yang tampan ini diculik wanita lain?" Rick menaik-turunkan alis menggoda Ava.Ava tertegun sesaat. Rick terlalu memesona, banyak wanita yang menginginkannya. Terlalu banyak, sampai-sampai saat itu hampir isi fans club
Saham Lautner Corporate mendadak terjun bebas ke harga terendah karena berita perselingkuhan James. Hal itu membuat proyek kerja sama dengan Eternal Pharma ditunda untuk sementara.Yang tidak berubah dari Eternal Pharma adalah gosip. Gosip tentang sosok wanita misterius yang belum terkuak membuat mereka penasaran, tampaknya karyawan di sana akan mati jika tidak bergosip. Seperti yang terjadi saat ini di ruang istirahat, Ava yang sedang menyeduh teh di depan dispenser sedikit tertegun mendengar ucapan mereka."Scarlett itu sangat cantik, apa wanita misterius itu jauh lebih cantik dari Scarlett?" Ava jelas tahu itu adalah suara Stella, wanita yang menjabat sebagai analis dokumen."Hem, sepertinya sekarang untuk mempertahankan laki-laki tak cukup hanya dengan cantik saja." Sahutan Erika, asisten manager keuangan terdengar penuh keyakinan."Tapi Scarlett putri konglomerat, apa menurutmu wanita itu memiliki keahlian khusus di atas ranjang hingga Direktur James berselingkuh?"Keduanya ter
Rick menyeringai penuh hinaan melihat James tak berdaya. Ava ketakutan di pelukan Rick, yang langsung membawanya pergi tanpa mempedulikan Sarah mematung menyaksikan kejadian barusan.Mereka berjalan bergandengan menuruni tangga keluar dari bar. Saat akan naik ke mobil, barulah Rick memandang Ava dengan tatapan yang dalam, penuh perhatian."Nyonya Rick, semua baik-baik saja," kata Rick, mengelus-elus kepala Ava.Ava membusungkan pipi dan mengangguk pelan, lalu bertanya dengan suara lirih, "Kenapa kamu bisa ke sini?""Bukankah Nyonya Rick minta aku menjemput di sini?" Rick tersenyum hangat, dia membuka pintu samping kemudi dan memasang sabuk pengaman untuk Ava. Tak lama kemudian, Rick sudah duduk di kursi di balik setir."Tapi kamu tidak membaca pesanku. Kenapa tak menghubungiku dulu?" Ava tak sadar suaranya terdengar begitu manja di telinga Rick."Sedang balap," celetuk Rick, tersenyum tipis.Rick menatap Ava dengan begitu dalam, masih belum menyalakan mesin mobil untuk waktu yang lam
Keesokan harinya.Rick bersiap lebih awal dari biasanya. Dia menghampiri Ava yang masih bergelung di dalam selimut."Nyonya Rick," panggil Rick saat mengangkat kepala wanita itu ke atas pangkuan."Hmmm," gumam Ava, menggeliat di pinggang Rick."Aku pergi lebih awal, ya? Kamu pergi bekerja dengan sopir." Rick berkata dengan lembut sambil mengusap-usap kepala Ava.Ava langsung mengerjap-ngerjapkan mata dan memaksa bangun. "Kamu sibuk?" tanya Ava saat duduk berhadapan dengan Rick."Sangat," jawab Rick, singkat. Dia berdiri meraih jas hitam yang tersampir di sofa sebelum keluar."Rick ...," panggil Ava. Rick menoleh sambil menaikkan alis, dia sudah di ambang pintu."Berhati-hatilah saat mengemudi," lanjut Ava sebelum kembali bersembunyi ke dalam selimut, menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba memerah. Rick terkekeh geli melihat tingkah menggemaskan sang istri sebelum kembali melangkah.Seperginya Rick, Ava Bergegas mandi bersiap pergi bekerja. Baru saja dia turun akan sarapan, Sarah m
Ava dan Sarah sedikit terheran saat makan siang di kantin perusahaan di lantai satu. Sepertinya perusahaan tak hanya membuat peraturan tentang melarang gosip, tetapi juga menyediakan tempat duduk khusus untuk Ava.Ava tak berhenti berpikir. Kevan sangat dekat dengan Rick, apakah Rick yang melakukan ini?Namun, Rick belum menghubunginya hingga saat ini. Rick semalam memang tidak marah, tetapi berita yang beredar tentang dia dan James cukup membuat Ava sedikit ketakutan, kalau-kalau Rick akan salah paham."Ava, jangan banyak berpikir. Bekerjalah dengan tenang, Kevan pasti melindungimu," kata Sarah ketika menyantap carbonara.Ava tersenyum, meraih tisu untuk menyeka sisa bolognese di bibirnya."Sebenarnya aku tidak mau Kevan melindungiku. Jika dia terus melakukan itu, semua orang akan menduga bahwa gosip itu nyata," jawab Ava.Sarah memanyunkan bibir. "Kamu terlalu berpikir berlebihan. Kamu itu karyawan di sini, perusahaan wajib melindungi karyawannya," sanggah Sarah.Ava tiba-tiba menge
Ketika Ava terbangun, hari sudah sangat larut. Saat itu waktu di menunjukkan pukul 22.30, dan Rick masih setia mengelus-elus kepala Ava yang baru membuka mata.Kondisi Ava yang kembali segar tentu saja membuat Rick bernapas lega. Namun, bukan Rick namanya jika tak membuat Ava kesal setengah mati."Lama sekali, aku bosan menunggumu," celetuk Rick, datar. Dia berdiri membopong pinggang Ava yang ingin duduk."Ya, aku tahu kamu memang menjengkelkan," gerutu Ava, kesal.Ava duduk bersila di atas ranjang. "Dokter Rick, apa aku salah makan?" tanya Ava, penasaran."Iya. Ada seseorang yang sengaja ingin melukaimu. Apa kamu bersinggungan dengan seseorang di pekerjaan?" tanya Rick, penuh selidik.Ava terdiam sejenak. Gosip mengenai perselingkuhan dengan James membuat dia berkecil hati di perusahaan. Sekarang, dia harus bersinggungan dengan seseorang. Memikirkan siapa yang mungkin saja mencelakainya, Ava terbesit wanita itu."Ada seorang wanita yang akhir-akhir ini bermasalah denganku," jawab Ava
Keesokan harinnya.Sarah sudah membuatkan izin untuk Ava beristirahat beberapa hari. Tentu saja Ava tak perlu repot-repot berangkat ke perusahaan, kecuali urusan mendesak yang mengharuskan dia hadir.Ketika Ava turun dari kamar hendak sarapan, dia sedikit terkejut melihat Rick masih ada di sana. Padahal sudah jam 09.00. Meski sering berangkat kerja bersama, tetapi tak jarang juga Rick pergi lebih awal."Hari ini tidak berangkat ke rumah sakit?" tanya Ava saat duduk dan menyendok sup krim ke dalam mangkuk."Hanya praktik sebentar, sore sudah pulang," jawab Rick, seadanya.Ava menjawab dengan gumaman. Dia kembali menunduk mulai sarapan. Rntah kenapa pagi ini terasa sangat canggung saat Rick menatapnya dengan wajah datar.Setelah sarapan berlalu, Ava hendak kembali ke atas. Namun, pelayan malah menyodorkan jas Rick yang baru saja diambil dari kamar.Ava tertegun beberapa detik, menoleh pada Rick yang berhenti melangkah di ambang pintu depan. Dia melangkah cepat menghampiri Rick."Pakai,"
Keesokan harinya.Ava pergi terburu-buru saat perusahaan memintanya datang. Siang itu seharusnya Ava masih menikmati cuti yang dibuatkan Sarah untuk beberapa hari, tetapi masalah mendesak membuat dia harus berhadapan dengan Kevan.Sepanjang perjalanan pikirannya tidak tenang, hatinya dipenuhi firasat buruk. Terlebih saat dia tiba di gedung Eternal Pharma, dan semua mata memandangnya penuh tuduhan seolah ingin menerkam. Ketika tiba di depan ruangan Kevan, dia lebih terkejut karena pintu terbuka lebar.Ava bisa melihat Stella berada di samping kursi Kevan. Penampilan Stella sangat mencengangkan. Selain make up-nya tebal, dia juga memakai dress biru ketat hingga dadanya terbentuk sempurna."Aku sudah menghubungi Ava, bagaimanapun dia terlibat dalam masalah ini." Ava dapat mendengar jelas suara Stella yang melapor pada Kevan."Kau pikir siapa dirimu? Semua keputusan ada di tanganku! Keluar sekarang." Suara Kevan dari dalam ruangan begitu memekakkan telinga.Tak lama kemudian, detak sepa
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.