Share

Bab 39 Semangkuk Ramen

Penulis: LyonaAdira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebenarnya bibir Linggar terasa kelu, ingin mengeluarkan suara segera untuk memecahkan keheningan di antara mereka. Terlebih sudah satu jam lebih mereka hanya diam dan membiarkan saling selancar dengan isi pikiran masing-masing.

Terlihat Pramudita tak ingin membuk pembicaraan, padahal makanan dan minuman telah tersaji di hadapan mereka. Perut terasa menari-nari mencium semerbak wangi ramen yang terhidang. Linggar merasa tersiksa atas ajakan Pramudita, rasanya ia tak dapat berkutik. Terlebih yang memiliki inisiatif ke sana adalah Pramudita, malah seolah tak terjadi apa-apa.

Linggar yang tak betah menunggu lama, lantas berdehem kecil. "Mas, ini ramennya ditunggu sampai dingin?"

Pramudita terkekeh pelan, menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. "Kita makan sekarang. Aku menunggu kamu dari tadi."

Mereka pun khidmat menikmati setiap sendokan ramen, kuah beserta kondimen di dalamnya. Linggar merasa ini adalah ramen terenak yang pernah ia icipi, setiap seruputan rasanya begitu gurih dan nik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 40 Gendhis Membuat Ulah

    "Aku bayar ya? Kamu ambil kue dari toko kamu, 'kan?" Pramudita mengeluarkan kartu debitnya, diserahkan ke Linggar. Kening Linggar mengerut. "Untuk apa, Mas? Aku sudah bawa kartu kredit kamu. Lagi pula kue ini untuk Bapak, mertua aku sendiri, untuk apa harus membayar? Sama saja ini yang buat aku kok.""Aku tidak enak, Enggar. Kamu ambil dari toko, nanti kamu rugi." Pramudita kembali menyodorkan kartu tersebut. "Ambil saja ya? Kamu juga bisnis, Enggar, aku tidak mau karena ini malah membuat kamu rugi. Di toko kamu juga ada banyak karyawan, Enggar, butuh uang untuk gaji mereka.""Kue ini untuk Bapak dan tidak akan membuat aku rugi, sudah jangan dipermasalahkan. Nanti akan ada ganti yang lebih banyak dan besar, jika aku ikhlas. Masalah gaji itu sudah ada, Mas, semua telah aku persiapkan. Jangan terlalu khawatir." Linggar tersenyum kecil.Mobil mereka telah terparkir lama di halaman rumah Juwanto. Satu sama lain tak ada yang memiliki niatan untuk turun. Linggar masih merapikan baju dan ju

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 41 Pasar Malam Mengundang Dendam

    "Kita ke pasar malam, kamu mau?"Pria tiga puluh dua tahun itu duduk di pinggir ranjang, menatap wanita yang berdiri di depan cermin, melihat pantulan diri. Sudah tiga puluh menit lebih ia menanti, tak kunjung selesai. Mereka selesai bersih-bersih, ganti baju dan tinggal pulang ke rumah. Lingga menoleh, wajahnya telah dilapisi riasan tipis, rambutnya tergerai dengan dibuat ikal di bawahnya. Ia mengenakan kaos polos milik Pramudita beberapa tahun lalu berwarna krem dengan celana panjang berwarna hitam. Kakinya melangkah mendekati Pramudita, lalu duduk di sebelah pria tersebut."Di mana ada pasar malam, Mas?" tanya Linggar penuh antusias, kedua bola matanya berbinar."Kamu mau ke sana? Kalau mau nanti kita mampir," jawab Pramudita, pandangannya terpaku pada ponsel digenggaman. "Nanti kita ke sana, tidak jauh dari sini kok.""Aku mau, Mas, sudah lama tidak ke pasar malam. Bagaimana jika kita langsung ke sana, Mas? Biar nanti tidak terlalu larut malam," ajak Linggar. Pramudita menganggu

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 42 Bimbangnya Pramudita

    Tangan kanan menenteng tas kerja dan tangan kiri menenteng tas bekal. Wajah pria itu sumringah, bahkan satu persatu sapaan dari karyawan yang dijumpai selalu dibalas beserta senyuman tipis. Hampir setiap karyawannya melihat dengan tatapan tak percaya. Momen langka yang tak akan mungkin ditemui di hari lainnya. "Ada apa hari ini?" Senopati terkekeh, melipat kedua tangannya di depan dada. "Hormon bahagia sedang bekerja. Kamu kenapa?"Tak menggubris, Pramudita memilih masuk ke ruangannya. Meletakkan tas bekal dan tas kerja di atas meja, kemudian meregangkan otot-otot tangan yang terasa kaku. Senopati masih mengikuti hingga turut masuk ke dalam ruangan Pramudita. Pria itu penasaran atas apa yang terjadi dengan bosnya."Kamu berbeda sekali. Ada apa hari ini? Tidak seperti hari biasanya. Apa kamu sudah baikan dengan istrimu?" Senopati tersenyum kecil.Pramudita mengendurkan kancing jasnya, menarik kursi duduknya, lantas menghempaskan tubuhnya di sana. Ia menyandarkan bahunya, senyuman tak

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 43 Kegilaan Wanita Asing

    "Kamu butuh kopi," ucap wanita dengan rambut dikuncir kuda itu, kacamata hitam bertengger di hidungnya. Ia menyodorkan segelas kopi ke hadapan pria yang tengah frustasi di pinggir taman itu. "Maaf, kita pernah saling kenal?" Pria itu melirik sekilas, alisnya terangkat. "Sepertinya salah orang." Wanita itu membuang napas kasar, kemudian meletakkan gelas kopi itu dipangkuan sang pria. "Tentu saja tidak. Antara aku dan kamu memang tidak saling mengenal, tapi aku tahu kamu. Jelasnya kamu tidak mungkin mengenal aku." Pria itu semakin tidak mengerti, kerutan muncul di dahi. Mengingat satu persatu orang yang ia temui beberapa hari belakang, sayangnya buntu. Tak ingat sedikit saja wajah wanita itu pernah dijumpai sebelumnya. Bahkan sekilas bertemu pun tidak pernah. "Siapa kamu? Ada urusan apa denganku? Aku rasa tidak memiliki urusan apa pun dengan seseorang." Pria itu membuang muka. "Aku memiliki maksud dan tujuan baik menemuimu." Senyuman miring terbit tipis di wajah wanita itu. "Aku in

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 44 Bunga Misterius

    "Mengapa banyak yang ganjil ya? Data di kasir dan data yang direkap oleh Mbak Rinjani, semua beda. Siapa yang salah sebenarnya? Apa mungkin ada kecurangan? Sejauh ini aku selalu percaya dengan Mbak Rinjani, apa mungkin dia berani mengkhianati kepercayaan yang telah aku berikan?" Linggar mengerutkan dahinya, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pelan di atas meja."Bulan kemarin masih sama, kenapa minggu ini terlihat berbeda? Ke mana uang sepuluh juta?" Ia membuka laci, mencari rekap data bulan sebelumnya. Membandingkan hasil kedua rekapan, terpaut hanya kurang lebih satu minggu, tapi memiliki banyak perbedaan. Linggar terduduk. "Selisihnya banyak sekali. Apa mungkin selama ini ada yang mencurangi keuangan toko? Siapa yang selama ini sudah memanipulasi? Jadi... yang mana yang benar?"Bulan kemarin, tercatat keuntungan sebesar dua puluh juta rupiah. Antara data kasir dan data yang telah Rinjani rekap sama persis, tak ada yang berbeda. Tapi, untuk minggu pertama di bulan ini keutungan yang

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 45 Renggang

    Senyap. Rumah berukuran sepuluh meter kali delapan meter itu, tak terlihat adanya aktivitas di dalamnya. Sang empu terbelenggu di dalam kamar masing-masing, terjerembab atas pikiran buruk yang semakin menyita perhatian. Tak ada yang menuruni egonya, membiarkan suasana terus memanas tanpa ada kejelasan yang tepat dari masalah tersebut.Pramudita duduk di tepi ranjang tidur, jari-jarinya saling tertaut. Saat itu pikiran terus terpaku pada wanita yang berada di ruangan samping kamarnya. Rasa hati ingin mengambil ponselnya lantas mengirimkan pesan untuk wanita itu. Bertanya tentang keadaan malam ini. Lewat tengah malam, matanya tak ingin terpejam."Apa yang sedang Enggar lakukan di kamarnya ya?" Pramudita mengacak-acak rambutnya. "Apa mungkin dia sudah tertidur pulas? Bagaimana cara dia tertidur pulas tanpa memikirkan beban?"Ia menjatuhkan diri dengan tangan terlentang, menatap langit-langit kamar. Embusan napas terasa berat dan kasar. Pikiran masih terpatri atas buket bunga tanpa tahu s

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 46 Mendatangi

    "Aku yakin perempuan cantik ini belum sempat sarapan pagi." Suara berat itu menginterupsi, kemudian satu kotak susu cokelat dan satu bungkus nasi kuning mendarat di hadapannya. "Aku bawakan nasi kuning, aku yakin kamu belum sarapan pagi ini."Linggar mengangkat wajahnya, memandang lekat pria yang duduk di hadapannya tanpa permisi. Ia membuang napas kasar, memilih mengalihkan pandangan. Rasa hatinya semakin malas, terlebih raganya belum menerima asupan sarapan membuat tambah lemas. "Apa yang kamu lakukan di sini, Jodi? Apa kamu tidak bekerja hari ini?" Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja, wajah kusut dan datar. "Aku sengaja lewat, Nggar. Kebetulan aku tadi lihat ada yang jual nasi kuning, aku ingat kamu, Nggar. Jadi, aku beli untuk kamu, sekalian lewat sini. Kamu kenapa di sini?" Jodi, pria yang ditemui di pasar malam itu, masih ada rasa dongkol sekaligus kesal dalam hati Linggar.Terdiam sejenak, Linggar membuang napas sebelum akhirnya menjawab, "Ini masih lingkup toko k

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 47 Sebuah Perasaan?

    "Mbak, kamu tidak salah pecat aku secara tidak hormat seperti ini? Bahkan kamu sendiri tidak menjelaskan di mana letak kesalahan yang sudah aku perbuat. Jika kamu tidak suka denganku, jangan permalukan aku di depan karyawan lainnya. Sama saja menginjak harga diriku." Linggar menarik napas dan membuang perlahan. "Tidak ada maksud mempermalukan pihak mana pun, Mbak. Tapi, perlakuan yang Mbak Rinjani lakukan itu salah dan membuat kepercayaan yang sudah aku berikan menjadi rusak. Kecurangan dan kebohongan yang Mbak Rinjani lakukan ini sudah mengkhianati peraturan toko, Mbak.""Seluruh hal yang Mbak Rinjani lakukan pun menimbulkan kerugian yang tidak sedikit untuk aku pribadi dan juga toko. Padahal Mbak Rinjani tahu sendiri, bisnis ini aku rintis dengan jerih payahku sendiri. Kenapa malah Mbak Rinjani tega melakukan kecurangan, Mbak?" "Apa buktinya, Mbak? Kamu jangan asal menuduh ya, padahal tidak punya bukti." Rinjani tak tinggal diam, suaranya semakin meninggi melebihi Linggar. "Kamu t

Bab terbaru

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Hasutan

    "Kamu, kenapa senyam-senyum sendirian?" Wanita itu tampak tertawa, menatap wajah teman pria yang sedang tersenyum memegang ponsel di tangan. "Apa yang kamu lihat?" lanjutnya.Pria itu berdehem, wajahnya sumringah, kebahagiaan memancar begitu kental. Tidak ada keraguan sedikit saja. Ia memperlihatkan foto itu ke teman wanitanya, membuat tawa itu sirna dari garis wajahnya."Sudah lama aku suka sama dia, sayangnya aku tidak berani untuk mengungkapkan perasaan ini. Sepertinya selama ini pun dia hanya menganggap aku sebagai teman biasa saja. Menurut kamu bagaimana?" Pria itu menoleh.Kerutan di dahinya tampak semakin jelas. "Kamu kenapa cemberut? Apa kamu nggak suka aku ada perasaan sama dia?"Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat, kemudian memunculkan senyuman penuh dengan kehangatan. "Siapa bilang? Aku bahagia sekali!""Apa saja yang sahabat aku lakukan, pasti aku bahagia!" Wanita itu bersorak dengan mengepalkan tangan ke depan."Terima kasih, Rim. Kamu tahu tidak bagaimana cara mende

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Kesalahan Aku

    "Aku dengar, kamu sempat menikah. Lalu, kenapa sekarang kamu ada di sini?" Wanita dengan rambut cokelat gelap itu menoleh, mengerutkan dahinya.Pria itu membuang napas, wajahnya tampak seperti tak ingin membahas permasalahan tersebut. Sayangnya, wanita itu bertanya lebih detail mau tak mau harus ia jelaskan lebih detail. Tidak mungkin ia biarkan wanita cantik yang beberapa bulan terakhir ini mengisi harinya menunggu lebih lama lagi."Dari siapa?" "Bukankah seharusnya kamu menikah dengan temanku, mengapa bisa bertukar menjadi kakakmu? Aku menunggu penjelasan darimu," jawabnya.Pradipta termenung sesaat, ia membenarkan jaket bulu tebal yang membungkus tubuhnya. Pandangan mata lurus menatap danau di hadapannya. Bibirnya tampak kelu untuk memberikan penjelasan lebih sebenarnya, hanya saja ia tidak ingin membuat wanita itu semakin bertanya-tanya.Wanita itu membuang napas, kemudian menundukkan wajahnya. "Mungkin pertanyaanku terlalu sensitif untukmu, tidak masalah jika kamu tidak ingin me

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Anak Genius

    Linggar dan Pramudita dianugerahi anak laki-laki yang sehat dan tampan. Kelahiran putra pertama mereka disambut hangat dan sukacita oleh kakek dan neneknya dari keluarga Linggar dan juga Pramudita, maklum saja dia adalah cucu pertama mereka. Abimanyu, nama sapaan si ganteng keturunan Pramudita.Wajah Abimanyu tampan seperti ayahnya sayangnya sikap dan perilaku menurun dari ibunya. Ibarat kata Abimanyu adalah Linggar versi laki-laki. Terkadang bisa teramat cerewet layaknya anak perempuan pada umumnya. Tapi, di usianya yang menginjak empat tahun ini banyak progres dari pertumbuhannya.Bahkan Abimanyu gemar membaca buku tentang IPA dan Matematika, membuat Linggar takut jika anaknya terlalu cepat dari anak-anak sebayanya. Apa lagi Abimanyu juga belum ikut paud, masih belajar atau tidak bersama dirinya. Tapi kecerdasan yang dimiliki Abimanyu sudah melebihi seusianya, antara sedih dan senang Linggar malah bingung sendiri. Ia takut jika kelebihan yang anaknya miliki adalah sebuah beban di ke

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Hamil dan Ngidam

    7 bulan kemudian.Linggar yang sedang hamil tidak bisa menahan nasabnya untuk ngemil. Setelah melewati masa tiga bulan yang penuh beban seperti sering muntah, tidak bisa makan apa pun kecuali bubur dan sering lemas di pagi hari, menginjak bulan keempat dan hingga sekarang, bulan ketujuh kandungannya membaik. Berbagai makanan mulai dari rujak sampai camilan ingin ia coba semua kecuali olahan dari susu sapi, iya mual tiap kali mencium bau susu. Kehamilannya justru membuat Pramudita senang, karena setiap pulang kerja selalu ada makanan yang diminta untuk dibelikan.Selama hamil ia juga merasa perlu badan cantik dan wangi, iya juga tidak suka parfum miliknya dan lebih suka menggunakan parfum milik sang suami. Alhasil, beberapa deret parfum yang telah ia beli isi botolnya masih terisi penuh. Berbeda dengan milik Pramudita yang tersisa hanya seperempat botol saja setiap minggunya."Mas Pram mana sih, kok nggak pulang-pulang." Linggar kembali menggerutu dengan memangku satu toples keripik si

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 81 Buah Hati

    "Kamu mau anak berapa, Sayang?" Pramudita memeluk erat tubuh istrinya dari belakang, mereka masih berbalutkan selimut. Wanita tersebut tampak kurang nyaman, matanya sedikit terpejam. Badan terasa remuk, terlebih suaminya selalu minta penyatuan lebih dari satu kali. Hal ini menguras tenaganya lebih banyak, tentu membuat tubuh semakin lemas. "Sayang, jangan tidur dulu dong. Kamu ingin anak berapa nanti?" tanya Pramudita dengan menggoyangkan tubuh Linggar, membuat wanita itu membuka mata kembali. "Apa, Mas? Memangnya kamu tidak ngantuk?" Mata Linggar masih tertutup. Pramudita menggeleng. "Siapa kata aku mengantuk, Dik? Aku tidak pernah mengantuk, yang aku inginkan hanya bersama kamu selalu." "Aku saja capek, Mas, masa kamu tidak? Kita istirahat sebentar saja, Mas, nanti kita main lagi." Linggar mengusap tangan Pramudita yang berada di perutnya. "Aku ingin anak dua atau tiga, Dik. Aku ingin membuat rumah kita menjadi ramai, saat aku pulang disambut anak-anak dan kamu tentunya. Pasti

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 80 Tidak Seperti Yang Dulu

    "Tini, aku ingin hubungan kita seperti dahulu kala. Apa kamu tidak ingin kita kembali memperbaiki hubungan kita?" Wanita dengan rambut digulung ke atas itu membuang napas kasar, wajahnya tampak tidak begitu antusias. Cenderung murung dan masam, bahkan pandangan matanya tertunduk. Tak menatap pria yang pernah ada di hatinya tersebut."Sudah aku katakan, Mas, aku tidak bisa. Hubungan kita telah berakhir dan aku tidak ingin memulainya kembali. Aku sudah menutup buku kenangan tentang kita, tidak akan ada lagi kita di masa depan. Sekarang aku hanya fokus untuk anak-anak saja," jawab wanita itu tegas."Kita menikah pun anak-anak pasti akan senang, Tini. Mereka akan bahagia melihat kedua orang tuanya kembali rukun. Apa lagi sudah lama mereka tidak pernah melihat kedua orang tuanya saling bahagia bersama," bujuk Juwanto.Aroma latte menguat di ruangan ber-Ac. Kartini memejamkan mata menikmati aroma yang begitu menggiurkan. Latte adalah salah satu kopi yang menjadi favoritnya sejak kepergian

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 79 Minta Bantuan

    "Kamu mau ke mana?" Pemaudita melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya tampak datar dengan rahang mengeras."Itu sudah menjadi tanggung jawab kamu, Dipta. Kamu ingin lari dari tanggung jawabmu?" Pria dua puluh tujuh tahun itu membuang napas panjang, berdebat dengan sang kakak selalu tak mendapat celah. Pramudita selalu berhasil membuat lawan bicara mati gaya. "Aku hanya ingin mencari ketenangan sebentar saja, Mas. Aku tidak pernah lari dari tanggung jawab, maka dari itu aku ingin kamu yang sementara ini memegang perusahaan. Satu tahun nanti aku akan kembali ke sini, Mas, aku hanya titip sebentar ke kamu. Tidak mungkin aku serahkan kembali ke Bapak 'kan, Mas? Bapak mana mungkin mau mengurus perusahaan," jelas Pradipta."Yang bisa mengurus itu hanya kamu, Mas. Aku percaya sama kamu, Mas. Lagi pula kamu bisa mengajak Linggar. Kalian bisa kerja sama berdua mengurus perusahaan 'kan, Mas? Ayolah, Mas, kamu pegang dua perusahaan. Aku satu bulan sekali bakal pulang," lanjutnya.Pramu

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 78 Perhiasan Cantik Hanya Kamu

    "Maaf, Dik, aku salah besar selama ini ke kamu. Maafkan aku." Linggar mengangguk, air mata terasa berada di pelupuk matanya. Ia tak dapat menahan rasa sedihnya melihat saudara sendiri memakai baju tahanan. Terlebih wajah kakak sepupunya itu begitu pucat dan melas, tidak seperti hati biasanya yang cantik dengan balutan riasan. "Terlalu banyak salah yang aku perbuat ke kamu ya, aku sampai bingung harus dengan cara apa aku meminta maaf ke kamu. Pasti jadi kamu pun tidak mudah, belum tentu hatimu lapang untuk memaafkan kesalahan aku. Tidak masalah, aku sama sekali tidak memaksa kamu untuk memaafkan kesalahanku." Wanita itu mengusap air matanya. "Setidaknya kamu masih mau bertemu denganku, artinya masih ada kesempatan aku untuk mengubah semua menjadi lebih baik. Maafkan kesalahanku, Dik.""Aku bahkan dengan sengaja merebut calon suami kamu di hari bahagiamu, Dik. Itu semua salah, aku sangat salah besar. Harusnya tidak seperti itu," lanjutnya berurai air mata."Iya, Mbak, aku sudah mema

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 77 Jatuh Cinta Kembali

    "... 7 tahun penjara." Wanita menangis tersedu-sedu, tak dapat berbuat apa-apa. Nasibnya telah final, palu telah terketuk. Tak hanya itu saja, selain hukuman penjara ia harus menanggung persidangan yang lain, sidang cerai. Dalam waktu berdekatan wanita itu melakukan dua kali persidangan. Sang suami tega melayangkan gugatan cerai atas apa yang sudah ia lakukan. Akibat satu kesalahan berakibat cukup fatal, hingga merambah ke jalinan asmaranya. Pernikahan baru seumur jagung harus kandas di peradilan agama. Teringat akan kesalahan yang bertumpuk-tumpuk telah diperbuat ke adik sepupunya. Dari mereka belia hingga detik tak pernah surut rasa iri yang tertanam di dalam hatinya. Entah apa pun yang dapat dicapai oleh adik sepupunya, ia selalu tidak terima akan timbul rasa tidak suka. Lebih lagi seluruh keluarga besarnya selalu membanggakan prestasi adik iparnya dan membandingkan dengan dirinya.Jiwa kecilnya selalu terbentuk untuk balas dendam. Lantas melakukan segala cara agar semuanya dapa

DMCA.com Protection Status