Qairo berdiri didepan ruangan Arial untuk memastikan keadaaan Keyla baik-baik saja.
“Qai? Sini masuk.” ajak Arial saat ia mengeringkan tangannya dengan tisu. Qairo masuk, ia menatap Keyla yang baru keluar dari toilet memakai kain yang biasa dipakai pasien untuk melahirkan, “Sini kakak bantu, Key.” Keyla memegangi lengan Qairo dan duduk di sofa. “Nanti celana barunya di anterin bentar lagi. Kalian makan siang dulu aja.” “Kakak udah makan?” “Belum. Aku makan siang dulu ya sama Sarah.” Keyla dan Qairo mengangguk. Setelah Arial pergi Qairo menatap Keyla, “Tadi Arial...” “Kakak cuma bantuin aku ke toilet aja kok, kak.” “Oh iya.” “Kakak belum makan ya? Ya udah aku temenin, tapi makannya disini aja. Aku kebetulan udah makan kok tadi dirumah.” “Kakak belum terlalu laper kok, nanti aja.” “Oh yaudah.” Mereka saling diam. Keyla sibuk merasakaKeyla melambaikan tangan pada Qairo yang baru mengantarkannya pulang. Ia tersenyum senang saat disambut asisten rumah tangga pengganti mbok Darmi untuk sementara yang membuka kan pintu ruang utama. “Silakan masuk, non, bapak sudah menunggu diruang makan.” “Iya, makasih, bi.” Keyla berjalan pelan menuju ruang makan, dimana papa sedang mamainkan ponselnya. Papa melihat kedatangan Keyla, beliau beranjak berdiri untuk menyambut dan memeluk menantu kesayangannya itu. “Wah, menantu kesayangan papa udah menuju normal jalannya.” “Iya, pa. Kalo kayak gini minggu depan aku udah bisa lanjut ko-as, ‘kan?” “Hahaha, kamu kangen rumah sakit ya?” “Banget.” Keyla menjatuhkan badannya pada pelukkan papa, “Aku juga kangen banget sama papa.” “Papa apalagi. Oyah, kakak mana?” Pelukkan mereka terlepas. “Kakak siapa? Kak Arial?” “Iya. Kok lama banget dia diluar?” “Aku pulang
Arial membuka pintu utama rumah dengan senyuman yang tak hilang dari bibirnya. Meski jawaban Sarah belum jelas tapi perempuan itu mengatakan akan mempertimbangkan semuanya. Sebuah jawaban kemajuan dari dua tahun lalu. Ia menaiki tangga untuk segera tidur di kamar. Hari ini cukup sibuk, membuat tubuhnya pegal sekali. “Keyla udah tidur? Hm, mungkin dia capek udah Fisioterapi tadi siang.” Ia menaruh kunci mobil, ponsel dan dompet di meja, lalu merebahkan diri di sofa yang sudah di siapkan bantal dan selimut oleh Keyla, “Kalo Sarah pada akhirnya nerima cinta gue... ahhh, kehidupan gue akan terasa sempurna banget sih. Tapi kalo dia nolak gue dengan alesan mau nunggu Qairo... gimana ya?” Pintu kamar yang tertutup sempurna di buka tiba-tiba oleh seseorang dari luar. Arial yang masih memikirkan nasib asmaranya dengan Sarah tentu saja terkejut, “Papa?” Papa melirik Keyla yang sudah tidur lelap dikasur, “Papa mau bicara sebentar.” Arial bangkit dari
“Ka-kamu mau pergi kemana, sayang? Ini udah malem loh.” Papa gelagapan tidak siap dengan kepergian Keyla. “Barusan Jasmine telpon katanya bu Fatma pingsan. Ada indikasi gejala Stroke. Karena belum mulai ko-as lagi aku mau nemenin dirumah sakit.” Papa membuang nafas lega. Beliau menatap Arial memintanya mengantarkan Keyla, “Ke rumah sakit mana, sayang?” “Rumah sakit daerah, pa, deket panti asuhan.” “Oh ya sudah, kak Arial anterin ya.” Keyla enggan menatap Arial, “Pak Udin jam segini pasti udah tidur ya?” “Oh iya, pak Udin itu susah banget di bangunin.” kata papa beralasan. “Ya udah aku naek taksi aja, pa, aku ada simpen nomornya, kok. Kak Arial... kasian, pasti capek.” “Enggak kok, Key, yuk aku anterin. Bentar aku ambil kunci mobil dulu. Kamu tunggu disini.” Arial berlari menaiki tangga. “Tuh, kakakmu itu udah biasa begadang dan besoknya kerja, jadi gak papa kalo kamu minta anterin dia.
Jasmine mengendap-endap ketika masuk ke dalam kantin khusus kalangan petinggi rumah sakit. Ia sudah ditunggu Tante Puri disana. “Tante,” “Eh, Min, sini duduk.” Jasmine tersenyum senang saat duduk berhadapan dengan tante Puri, “Aku udah sebarin rekaman yang semalam dikirim ke tante. Respon staf poli obgyn heboh banget, tan. Mereka bahkan ada yang terang-terangan nunjukkin jijik sama dokter Arial.” “Bagus. Arial emang pantes dapetin itu. Salah dia karena gak percaya sama tante soal Keyla. Rasain itu.” “Tapi... kenapa dokter Arial bilang kayak gitu ya, tan? Jangan-jangan emang bener lagi Keyla simpenan dokter Arial?” “Ya siapa yang tahu ‘kan? Bisa aja Keyla juga jadi simpenan papanya Arial.” “Loh, emang apa hubungannya, tan?” Tante Puri diam sejenak. Ia lupa Jasmine tidak tahu mengenai posisi Keyla sebagai anak adopsi di keluarga McKenzie, “Udah, kamu gak usah pikirin. Tante udah transfer bayaran ka
Keyla berdiri dipintu lobi menunggu Qairo yang katanya akan datang menjenguk bu Fatma. Ia senang Qairo mau menemaninya barang hanya sebentar saja. “Key, maaf ya lama.” “Gak papa. Ayo, kak, mumpung masih jam besuk, aku kenalin sama bu Fatma.” Qairo mengangguk. Ia menuntun Keyla yang masih belum berjalan normal. Sepanjang jalan mereka tak saling bicara. Keyla terlihat lebih murung dari biasanya. Entah ia sudah tahu atau belum mengenai rekaman suaranya dengan Arial yang tersebar di grup poli obgyn. “Itu ruangannya, kak.” “Oh iya.” Keyla membuka pintu, “Bu?’ “Key?” “Kak Qairo udah dateng. Dia boleh masuk gak, bu?” “Boleh dong. Ajakin kesini.” Keyla mengajak Qairo masuk, “Ayo, kak.” Qairo masuk. Ia tersenyum amat manis ketika melihat bu Fatma sedang makan disuapi anak panti usia lima belas tahunan. Ia menyimpan keranjang buah berukuran sedang di meja, “Halo, bu, kenal
Keyla duduk diruang tunggu saat papa dan Arial masuk menemui bu Fatma. Ia sedang memikirkan ucapan Arial beberapa menit lalu mengenai permintaannya untuk mengaku pada semua orang bahwa mereka sebenarnya sudah menikah. Alasannya sungguh diluar nalar, bukan karena Arial mulai mencintainya, tapi karena Sarah menolak cintanya? Sungguh, Keyla yang malang, karena ia hanya dijadikan pelampiasan atas patah hatinya Arial. “...Kak Key ngelamun ya?” tanya anak perempuan yang tadi menyuapi bu Fatma. Keyla menoleh, “Eh, Gina? Kenapa, Gin?” “Aku dari tadi ngajak kakak ngobrol, kakak malah bengong aja.” Keyla tersenyum tidak enak, “Maaf ya, Gin, tadi kakak—” “Pacar-pacar kakak ganteng-ganteng banget sih.” celetuk Gina membuat Keyla kaget. “Hm? Pacar?” Gina mengangguk, “Yang tadi bawa buah pacar kakak ‘kan? Yang di dalem dateng sama papanya juga pacar kakak ‘kan?” “Bukan. Yang tadi itu atasan kakak dirumah sa
Rocky tak banyak bicara. Ia terus mengelus punggung Keyla yang bergerak naik turun karena menangis. Ucapan tante Puri sungguh keterlaluan dan kejam. Anak sebaik Keyla tidak pantas mendapatkannya. “Kak...” “Kamu yang tenang ya. Kamu gak perlu dengerin omongan tante Puri.” “Aku... takut.” Rocky menggeleng, “Gak akan terjadi apa-apa sama kamu. Tante Puri-- kita janji akan jaga kamu dari tante Puri.” Jasmine yang tak kunjung mendapati Keyla masuk ke ruang rawat inap bu Fatma sangat kesal padanya. Karenanya ia harus menunggu lama untuk pergi ke ponek karena ada yang harus dikerjakannya. “Si Keyla kemana sih, katanya udah di rumah sakit. Ah iya, pake cara find phone aja, bukannya ponsel di Keyla juga sama kayak ponsel gue?” Jasmine memainkan ponselnya dan mencari lokasi Keyla berada. Jasmine mengernyit melihat lokasi Keyla begitu dekat dengan posisi berdirinya di lorong rawat inap, “Ini dimana? Sebelah selatan?”
“Ky, jangan di ganggu.” Arial berjalan mendekati Rocky yang baru akan masuk ke ruang Rehabilitasi Medik. Rocky melepas handel pintu, “Bolehnya lo doang yang ganggu dia?” “Mau ngomong apa?” Rocky menunjuk ruang tunggu di pojok depan. Ia berjalan lebih dulu kesana, “Gue mau buat perhitungan sama lo.” “Perhitungan apa?” tanya Arial sambil menjatuhkan diri di kursi. Menatap Arial yang berwajah keras membuat Rocky mati kutu sendiri. Ia jelas tahu persis seperti apa amarah sahabatnya. Ia duduk disebelahnya, “Gue udah tahu Keyla bukan adik sepupu lo.” “Hm. Udah saatnya lo tahu juga.” “Santai banget. Lo gak merasa bersalah sama sekali atas apa yang lo lakuin sama Keyla?” “Ky, kalo lo kesini cuma buat ngomong ini gue mending balik dan tidur seharian. Akan percuma gue buat pembelaan apapun juga, lo gak akan pernah dengerin gue.” Arial bangkit. “Gue tadi sengaja nguping pembicaraan tante Puri s