Keyla tidak bisa berhenti tersenyum setelah Arial mencium kedua pipinya diruang Rehabilitasi tadi siang. Meski sempat terkejut karena mendadak ada Rocky, ia tetap senang. Arial kembali bisa mengelabui Rocky dengan mengatakan ciuman pipi sangat wajar diberikan pada adik sepupu yang baru melewati sebuah keberhasilan. Rocky awalnya diam seperti curiga, tapi lama-lama ia mengangguk menerima. “Key, kok gak di makan?” tanya papa saat mereka duduk berhadapan dimeja makan. Keyla menatap papa, “Aku... makannya bareng sama kakak aja, pa. Gak papa ‘kan?” Papa menatap mbok Darmi yang baru saja membawakan piring tambahan untuk Arial yang katanya sedang di jalan, “Oh boleh dong, sayang.” “Tapi aku bakal tetep disini nemenin papa sampe beres makan hidangan penutup.” Papa mengangguk tersenyum, “Makasih ya, sayang.” “Iya, pa. Oyah, kakak bukannya jaga malam ya hari ini? Kok dia bisa pulang?” “Oh itu, papa kebetulan kenal baik sama
Arial tidak fokus bekerja hari ini. Saat membantu dua proses persalinan untungnya pikirannya masih bisa ia kendalikan. Kini saat pasien rawat jalan masih ada beberapa lagi ia tertunduk lesu. “Dok, dokter sakit?” tanya suster Rina. “Mau saya batalkan janji temu beberapa pasien?” Arial menggeleng. Ia melirik suster Rina dan Cika yang kebagian menjadi asistennya hari ini, “Saya minta break dulu sepuluh menit.” “Oh, baik, dok.” “Tolong beri pengertian pada pasien.” “Baik, dok.” Arial beranjak berdiri. Sebelum ia pergi, ia melirik Cika yang sedang menatapnya polos, “Cika bisa ikut saya?” “Hm? Eum... bisa, dok.” “Sus, saya tinggal dulu.” “Silakan, dok.” Arial berjalan keluar dibuntuti Cika. Ia mengangguk pada pasien yang menunggu di depan ruang prakteknya. Cika yang masih begitu polos mengernyit takut saat Arial berjalan menuju ruang pribadinya. Pikirannya melanglang ja
Arial menutup pintu ruangan pribadinya setelah memastikan tidak ada pasien darurat lagi. Untuk sementara ia tidak ada jaga malam. Entah, Kepala Bagian Poli Obgyn memintanya untuk memperbanyak istirahat malam untuk sementara waktu. Ia tidak curiga sama sekali pada papa, karena di pagi hingga sore ia memang sudah melakukan banyak pembedahan darurat. Rocky yang malam ini juga tidak jaga malam sudah menunggunya di depan lift. Arial yang baru sampai muka lift menghembuskan nafas kesal kala Rocky melambaikan tangannya membawa boneka Beruang berukuran sedang untuk Keyla. “Ayo cepet dong, kakak ipar.” Arial mendelik kesal. Ia langsung masuk lift mendahului Rocky. “Keyla lagi ngapain ya dirumah?" “Kayang.” Rocky melirik Arial, “Masa kayang?” “Ya mana gue tahu lah, Ky, ‘kan gue disini sama lo.” “Iya juga. Gue pikir kalian suka chatan gitu saling ngasih kabar.” “Geli banget. Dia tidur kali sehar
Setelah melakukan cek darah dan hasilnya keluar, Keyla masih setia ditemani Rocky di UGD. Papa belum kembali, karena lokasi rumah duka terbilang cukup jauh dari rumah sakit. “Kamu jangan mogok makan kayak tadi pagi lagi ya, Key. Aku gak mau kamu kenapa-napa.” Ucapan Rocky sebenarnya sangat membuat Keyla terenyuh dan berharga. Tapi entah, kalau cowok ini yang mengatakan rasanya ia malah ingin tertawa ya? Mana ada kerlingan mata yang dramatis itu lagi. “Key, aku bisa loh tiap hari ke rumah buat nemenin kamu sarapan dan makan malem.” “Gak usah, ‘kan kakak sibuk.” “Sibuk itu hanya bagi mereka yang tidak mau memprioritaskan.” Keyla tertawa. “Kamu cantik deh kalo ketawa gitu.” “Makasih.” “Kamu serius belum mau makan?” “Nunggu pipis pertama dulu ya, kak? Aku takut kena Hipovolemik.” “Ya udah. Kakak bakal ngalah sama calon istri.” Keyla tertawa lagi. Saat Rocky
Keyla makan buah Apel yang sudah Qairo potong-potong kecil diruangan pribadinya. Ia jadi tidak lapar setelah melihat Arial memeluk Sarah, tapi ia dipaksa makan oleh Qairo. “Tambah lagi, Key?” Keyla menggeleng. “Kamu cemburu ya sama mereka?” “Hm?” “Kamu cemburu sama Arial dan Sarah?” “Enggak.” Qairo mencondongkan badannya, “Key, kakak emang belum kenal lama sama kamu. Tapi kakak tahu kamu punya perasaan sama Arial.” Keyla menyimpan garpu dan menunduk. Ia lupa Qairo adalah lelaki yang peka, tidak seperti Arial si kabel kebakar itu. Menurutnya akan percuma jika ia menghindari pertanyaan Qairo. Entah dari kapan ia memang begitu ingin diperhatikan Arial. “Aku... tahu kak Arial gak akan berpaling gitu aja dari kak Sarah. Dia udah mencintai kak Sarah empat belas tahun. Mana mungkin kalah sama anak ingusan kayak aku yang baru hadir dihidupnya dua bulan terakhir.” “Tapi anak ingusan yang baru dua bulan terakhir hadir dihidup Arial itu udah bisa ciuman sama dia. Sama Sarah m
Keyla berjalan pelan menuruni tangga tanpa alat bantu. Kakinya mulai bisa bergerak bebas meskipun masih sedikit lemas. “Sayang, sini papa bantu.” Papa bangkit dari kursi makan mendekati Keyla. “Gak papa, pa, aku sendiri aja.” “Hati-hati, sayang.” “Iya, pa.” Papa berjalan pelan mendampingi Keyla yang banyak berhenti karena lelah. Papa berusaha berdiam diri karena enggan membuat menantunya merasa terus dikekang. “Kakak udah berangkat, pa?” tanyanya di sela-sela melangkah pelan menuju meja makan. “Iya, tadi katanya mau sarapan dirumah sakit aja.” “Oh.” Keyla tahu Arial pasti akan sarapan dengan Sarah. Ia berusaha tidak peduli. Akhirnya Keyla sampai pada ujung meja. Ia bernafas lega karena ternyata progres itu nyata adanya. “Akhirnya... papa ikut senang, sayang.” Keyla tersenyum, “Nanti siang aku ada jadwal Fisioterapi lagi, pa.” “Loh, kok papa gak tahu?”
Qairo berdiri didepan ruangan Arial untuk memastikan keadaaan Keyla baik-baik saja. “Qai? Sini masuk.” ajak Arial saat ia mengeringkan tangannya dengan tisu. Qairo masuk, ia menatap Keyla yang baru keluar dari toilet memakai kain yang biasa dipakai pasien untuk melahirkan, “Sini kakak bantu, Key.” Keyla memegangi lengan Qairo dan duduk di sofa. “Nanti celana barunya di anterin bentar lagi. Kalian makan siang dulu aja.” “Kakak udah makan?” “Belum. Aku makan siang dulu ya sama Sarah.” Keyla dan Qairo mengangguk. Setelah Arial pergi Qairo menatap Keyla, “Tadi Arial...” “Kakak cuma bantuin aku ke toilet aja kok, kak.” “Oh iya.” “Kakak belum makan ya? Ya udah aku temenin, tapi makannya disini aja. Aku kebetulan udah makan kok tadi dirumah.” “Kakak belum terlalu laper kok, nanti aja.” “Oh yaudah.” Mereka saling diam. Keyla sibuk merasaka
Keyla melambaikan tangan pada Qairo yang baru mengantarkannya pulang. Ia tersenyum senang saat disambut asisten rumah tangga pengganti mbok Darmi untuk sementara yang membuka kan pintu ruang utama. “Silakan masuk, non, bapak sudah menunggu diruang makan.” “Iya, makasih, bi.” Keyla berjalan pelan menuju ruang makan, dimana papa sedang mamainkan ponselnya. Papa melihat kedatangan Keyla, beliau beranjak berdiri untuk menyambut dan memeluk menantu kesayangannya itu. “Wah, menantu kesayangan papa udah menuju normal jalannya.” “Iya, pa. Kalo kayak gini minggu depan aku udah bisa lanjut ko-as, ‘kan?” “Hahaha, kamu kangen rumah sakit ya?” “Banget.” Keyla menjatuhkan badannya pada pelukkan papa, “Aku juga kangen banget sama papa.” “Papa apalagi. Oyah, kakak mana?” Pelukkan mereka terlepas. “Kakak siapa? Kak Arial?” “Iya. Kok lama banget dia diluar?” “Aku pulang