Keyla tengah sarapan dengan papa yang baru berani masuk kesini pagi tadi. Semalaman papa diam diruang kerjanya menunggu kondisi menantunya lebih tenang.
“Mau tambah lagi?” Keyla menggeleng. “Nanti Sarah yang nemenin kamu rehabilitasi medik?” “Iya, pa. Kebetulan praktek rawat jalannya setelah makan siang, jadinya katanya masih sempet kalo nemenin aku dulu.” “Syukurlah. Papa kebetulan ada perjalanan dinas ke Bandung, jadi gak bisa temenein kamu rehablitasi.” “Gak papa, pa, sekarang semuanya udah mulai kembali normal. Bicara aku udah bagus, nanti tinggal atur motorik tangan sama kaki.” Papa mengangguk, “Nanti Qairo yang temenin kamu lagi kalau papa kemungkinan harus menginap disana.” “Ehm, pa, gak usah.” Keyla berkata pelan. “Kenapa?” “Kalo nanti papa harus nginep disana dan kak Arial lagi sibuk, aku cukup ditemenin mbok DarmiTante Puri yang akan mengantarkan makan siang untuk Qairo baru menuruni mobil Lexus LM 350 di depan UGD. Saat itu Qairo sudah tidak pulang ke rumah dua hari, tidak biasanya ia begini. “Bu, mau saya tunggu?” tanya pak supir. “Gak usah. Saya agak lama disini. Nanti saya telpon kalau mau pulang.” “Baik, bu.” Tante Puri berjalan masuk melewati UGD. Disana ia melihat Sarah yang sedang mengecek kondisi pasien, “Sarah?” Sarah yang sedang memberi arahan pada dokter residen melirik tante Puri, “Tante?” ia berjalan mendekatinya, “Tante cari Qairo ya?” “Iya dong. Mau apa lagi tante kesini coba?” “Aku pikir tante mau jemput Keyla pulang.” Air muka tante Puri berubah judes, “Kenapa tante harus ikut jemput dia, ‘kan ada keluarganya.” “Iya sih, tan. Kebetulan aku denger katanya tante deket sama Keyla.” “Ah itu. Waktu itu dia cuma nemenin ta
Keyla terus cemberut saat Rocky menyuapinya makan sebelum pulang. Langkah yang ia ambil dengan mengatakan menyukai Rocky dua hari lalu ternyata menjadi bencana untuknya. “Lagi, Key, dikit lagi nih.” Rocky mengayunkan sendok di depan wajah Keyla yang cemberut, “Ngeeeng, ada Helikopter mau mendarat di mulut Keykey.” Arial yang sedang duduk di sofa menikmati makan siangnya tertawa terbahak-bahak, “Hahaha, adik Keykey.” “Berisik!” teriak Keyla. “Abisin dong adik Keykey.” Keyla mendorong sendok yang berputar-putar didepan wajahnya. Namun dorongannya terlalu kencang sehingga sendok terjatuh. Rocky dan Arial tentu terkejut. Mereka sudah tahu dari Sarah, kalau kemungkinan emosi Keyla akan naik turun karena ada bagian emosi di otaknya yang belum stabil. Tapi mereka tetap kaget melihatnya. “Key, aku kaget.” Rocky menatap Keyla dengan dramatis. Keyla memalingkan wajah dan membuang nafas pelan, “Maaf.” Arial
Pov Arial Arial mentap kartu absen depan ruangan kerjanya. Ia sudah bersiap pulang sore ini. Malam ini harusnya ia berjaga, tapi untungnya Rocky mau menggantikannya, karena ia tahu ia harus menemani Keyla di rumah. Papa mendadak harus pergi ke Surabaya karena ada urusan bisnis rumah sakit yang tidak bisa ditunda. “Rial, kamu pulang?” Arial menoleh saat sedang memainkan ponselnya, “Eh, Sar, iya nih. Papa kebetulan ada urusan ke Surabaya, jadi ya kakaknya ini yang harus nemenin.” Sarah mengangguk, “Oke. Kamu temenin Keyla semaleman, jangan ngayap.” Arial tertawa, “Mau ngelayap kemana sih? Hm? Kan kamu ada disini gak ikut ke rumah.” Sarah menggebug lengan Arial, “Udah sana, kasian Keyla nungguin.” “Iya. Awas jangan nyariin,” “Dih, ngapain nyariin kamu?” “Kamu ‘kan suka random, tiba-tiba pengen ini lah pengen itu lah, pengen ditemenin ngobrol lah. Kalo aku gak ada kamu cari Rocky aja.” Sarah mengangguk, “Iya. Aku cuma bisa ngandelin dia kalo gak ada kamu.” “Tapi janga
Arial membuka pintu kamar pelan-pelan. Ia takut membangunkan Keyla yang papa bilang sudah tidur sejak satu jam lalu. Papa pun langsung pamit setelah kepulangannya karena keberangkatan ke Surabaya berbarengan dengan petinggi rumah sakit lain. Papa bilang sebelum jam makan malam Keyla mengamuk. Ia melempar piring di meja makan tiba-tiba dan menangis kencang tanpa sebab. Arial menyimpan ponsel dan dompetnya di nakas samping kasur. Sambil duduk dipinggir ranjang, ia mengelus rambut Keyla lembut, “Kamu udah kenapa lagi sih, Key, hm?” Keyla menggeliat pelan mendengar suara bariton Arial. Ia membuka mata dan tersenyum menyambut kepulangan suami kontraknya, “Kak?” “Udah makan?” “Udah.” “Sama apa?” Keyla terbangun, “Tadi aku habis ngamuk, kak.” “Oyah? Kenapa?” tanya Arial seolah tak tahu apa-apa. Keyla menatap Arial, “Papa gak cerita?” “Papa langsung pergi. Tadi kamu ngamuk kenapa?”
Keyla meringkuk membelakangi Arial yang langsung berhenti saat akan menurunkan celana tidur miliknya. Ia langsung terdiam seperti enggan melakukan itu. Keyla kecewa. Ia yang sudah merelakan dua asetnya di jamah dan siap melakukan malam panjang itu sekarang, karena tiba-tiba saja nafsunya memuncak tinggi, hanya bisa memakai baju tidurnya dan langsung meringkuk. Arial kini beranjak dari kasur. Ia berjalan menuju balkon dan menutup pintunya agar Keyla tak kedinginan. Keyla membalikkan badannya, melihat tubuh Arial yang memunggunginya di luar. Kaca transparan besar itu bisa memperlihatkan pergerakkan Arial yang gusar, “Jangan pernah mengharapkan apapun dari dia lagi, Key.” Arial membuang nafasnya beberapa kali. Ia melirik Keyla yang tengah menangis. Ia tahu dengan jelas karena tubuhnya yang meringkuk bergerak-gerak, “Maaf, Key, aku... gak bisa.” Kepalanya menunduk, membayangkan jika malam ini semuanya terjadi dan Keyla hamil, bagaimana nasib p
Arial dan Qairo membantu Keyla turun dari mobil. Arial menggendong Keyla untuk duduk di kursi roda yang sudah disiapkan Qairo. “Hati-hati, Al.” Keyla sudah duduk. Hari ini ia memakai baju kaos bergambar Mickey Mouse berlengan pendek dan kulot jeans midi. Baju itu Arial yang pilihkan. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dibalut bando scarf hitam. “Itu Sarah.” tunjuk Arial. Ia yang baru mendorong kursi roda menuju lobi mall, melirik Qairo memberi kode. “Al, biar gue aja yang dorong kursi rodanya Keyla, lo sama Sarah aja.” “Oke, makasih ya. Key, kamu sama Qai dulu ya?” Tak ada jawaban. Keyla tak peduli kursi rodanya akan didorong siapa. Arial berjalan cepat menghampiri Sarah. Ia terpukau dengan penampilan perempuan yang ia sukai itu. Sarah memakai blouse putih dan rok jeans midi, “Maaf ya buat kamu nunggu lama.” “Enggak sama sekali kok.” Sarah melambaikan tangan pada Keyla, “Hai, Key.”
Sejak masuk mobil, Keyla terus menatap Arial. Ia seperti takut ditinggalkan. “Kamu kenapa sih? Kok liatin aku terus?” “Gak papa.” “Kamu masih marah sama Qairo?” Keyla tak menjawab. “Qairo pergi waktu kita ciuman yang bikin kamu marah?” Keyla membuang mukanya, “Apaan sih.” Arial tertawa, “Aku pikir kamu gak akan bisa marah sama Qairo. Kamu ‘kan suka sama dia.” Keyla diam. Ia mengamini ucapan Arial dalam hati. Ia memang suka pada Qairo, masih suka dan mungkin akan selamanya menyukai lelaki itu. Tapi sikap tante Puri yang seperti enggan mengenalnya setelah tahu ia adalah anak adopsi membuatnya mau tidak mau juga harus menjauhi Qairo. Tante Puri pasti bertanya lebih dalam pada papa, mengenai dari mana ia berasal dan sebagainya. Setelah itu ia memang tidak tahu cara pandang mamanya Qairo itu padanya. Tapi satu yang pasti, ia merasa tidak pantas bersanding dengan mereka. “Kamu tahu
Arial yang sedang membuat catatan medis pasien diruanganya dihampiri perawat yang membantu proses persalinan tiga puluh menit lalu. “Dok, maaf mengganggu. Barusan pasien bertanya mengenai pemasangan kb. Katanya ingin dokter yang menjelaskan langsung.” “Saya laku juga ternyata dikalangan ibu-ibu.” Perawat tertawa, “Pasien tahu dokter masih lajang, makannya—” “Saya langsung kesana sekarang.” Arial langsung berdiri dan berjalan melewati suster yang berdiri dipintu. Ia sengaja memotong pembicaraan agar tidak keceplosan. Mereka berjalan ke ruang perawatan bersama. “Tadi yang saya dengar bener suara Keyla ‘kan, dok?” Arial melirik perawat itu sambil berjalan, “Mana mungkin ada suara Keyla dirumah saya.” “Iya juga ya. Tapi bukannya Keyla udah pulang dari rumah sakit?” Arial berhenti melangkah, “Terus urusannya sama saya apa?” “Hehe, enggak, dok.” Arial kembali melangkah
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin