Arial membuka pintu kamar pelan-pelan. Ia takut membangunkan Keyla yang papa bilang sudah tidur sejak satu jam lalu. Papa pun langsung pamit setelah kepulangannya karena keberangkatan ke Surabaya berbarengan dengan petinggi rumah sakit lain. Papa bilang sebelum jam makan malam Keyla mengamuk. Ia melempar piring di meja makan tiba-tiba dan menangis kencang tanpa sebab.
Arial menyimpan ponsel dan dompetnya di nakas samping kasur. Sambil duduk dipinggir ranjang, ia mengelus rambut Keyla lembut, “Kamu udah kenapa lagi sih, Key, hm?” Keyla menggeliat pelan mendengar suara bariton Arial. Ia membuka mata dan tersenyum menyambut kepulangan suami kontraknya, “Kak?” “Udah makan?” “Udah.” “Sama apa?” Keyla terbangun, “Tadi aku habis ngamuk, kak.” “Oyah? Kenapa?” tanya Arial seolah tak tahu apa-apa. Keyla menatap Arial, “Papa gak cerita?” “Papa langsung pergi. Tadi kamu ngamuk kenapa?”Keyla meringkuk membelakangi Arial yang langsung berhenti saat akan menurunkan celana tidur miliknya. Ia langsung terdiam seperti enggan melakukan itu. Keyla kecewa. Ia yang sudah merelakan dua asetnya di jamah dan siap melakukan malam panjang itu sekarang, karena tiba-tiba saja nafsunya memuncak tinggi, hanya bisa memakai baju tidurnya dan langsung meringkuk. Arial kini beranjak dari kasur. Ia berjalan menuju balkon dan menutup pintunya agar Keyla tak kedinginan. Keyla membalikkan badannya, melihat tubuh Arial yang memunggunginya di luar. Kaca transparan besar itu bisa memperlihatkan pergerakkan Arial yang gusar, “Jangan pernah mengharapkan apapun dari dia lagi, Key.” Arial membuang nafasnya beberapa kali. Ia melirik Keyla yang tengah menangis. Ia tahu dengan jelas karena tubuhnya yang meringkuk bergerak-gerak, “Maaf, Key, aku... gak bisa.” Kepalanya menunduk, membayangkan jika malam ini semuanya terjadi dan Keyla hamil, bagaimana nasib p
Arial dan Qairo membantu Keyla turun dari mobil. Arial menggendong Keyla untuk duduk di kursi roda yang sudah disiapkan Qairo. “Hati-hati, Al.” Keyla sudah duduk. Hari ini ia memakai baju kaos bergambar Mickey Mouse berlengan pendek dan kulot jeans midi. Baju itu Arial yang pilihkan. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dibalut bando scarf hitam. “Itu Sarah.” tunjuk Arial. Ia yang baru mendorong kursi roda menuju lobi mall, melirik Qairo memberi kode. “Al, biar gue aja yang dorong kursi rodanya Keyla, lo sama Sarah aja.” “Oke, makasih ya. Key, kamu sama Qai dulu ya?” Tak ada jawaban. Keyla tak peduli kursi rodanya akan didorong siapa. Arial berjalan cepat menghampiri Sarah. Ia terpukau dengan penampilan perempuan yang ia sukai itu. Sarah memakai blouse putih dan rok jeans midi, “Maaf ya buat kamu nunggu lama.” “Enggak sama sekali kok.” Sarah melambaikan tangan pada Keyla, “Hai, Key.”
Sejak masuk mobil, Keyla terus menatap Arial. Ia seperti takut ditinggalkan. “Kamu kenapa sih? Kok liatin aku terus?” “Gak papa.” “Kamu masih marah sama Qairo?” Keyla tak menjawab. “Qairo pergi waktu kita ciuman yang bikin kamu marah?” Keyla membuang mukanya, “Apaan sih.” Arial tertawa, “Aku pikir kamu gak akan bisa marah sama Qairo. Kamu ‘kan suka sama dia.” Keyla diam. Ia mengamini ucapan Arial dalam hati. Ia memang suka pada Qairo, masih suka dan mungkin akan selamanya menyukai lelaki itu. Tapi sikap tante Puri yang seperti enggan mengenalnya setelah tahu ia adalah anak adopsi membuatnya mau tidak mau juga harus menjauhi Qairo. Tante Puri pasti bertanya lebih dalam pada papa, mengenai dari mana ia berasal dan sebagainya. Setelah itu ia memang tidak tahu cara pandang mamanya Qairo itu padanya. Tapi satu yang pasti, ia merasa tidak pantas bersanding dengan mereka. “Kamu tahu
Arial yang sedang membuat catatan medis pasien diruanganya dihampiri perawat yang membantu proses persalinan tiga puluh menit lalu. “Dok, maaf mengganggu. Barusan pasien bertanya mengenai pemasangan kb. Katanya ingin dokter yang menjelaskan langsung.” “Saya laku juga ternyata dikalangan ibu-ibu.” Perawat tertawa, “Pasien tahu dokter masih lajang, makannya—” “Saya langsung kesana sekarang.” Arial langsung berdiri dan berjalan melewati suster yang berdiri dipintu. Ia sengaja memotong pembicaraan agar tidak keceplosan. Mereka berjalan ke ruang perawatan bersama. “Tadi yang saya dengar bener suara Keyla ‘kan, dok?” Arial melirik perawat itu sambil berjalan, “Mana mungkin ada suara Keyla dirumah saya.” “Iya juga ya. Tapi bukannya Keyla udah pulang dari rumah sakit?” Arial berhenti melangkah, “Terus urusannya sama saya apa?” “Hehe, enggak, dok.” Arial kembali melangkah
Arial memarkirkan mobilnya sembarang karena mendengar teriakan Keyla yang kencang. Ia tidak sengaja melirik mobil papa. Berarti papa sudah pulang? Ia berlari masuk ke dalam rumah. “Key?” “Al, tolong bantu papa.” Arial menghampiri Keyla yang menangis terduduk dilantai bawah tangga, “Aku gendong ya?” Keyla menghindari tubuhnya dari Arial, “Aku mau pulang!” “Pulang kemana? Ini rumah kamu ‘kan?” Tangisan Keyla memelan. Ia berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah, “Aku gak pantes ada disini.” “Ayo ke kamar, aku gendong.” Keyla menyingkirkan lengan Arial yang hendak menggendongnya, “Aku gak mau ada disini!” “Terus kamu mau kemana?” tanya Arial dengan nada tinggi. “Ke tempat yang cocok sama aku.” “Tempat yang cocok buat kamu itu disini, di rumah ini sama aku, papa dan yang lainnya. Berhenti terus ngomong kayak gitu, Key, aku capek baru pulang dari rumah sakit!”
Semua sedang sarapan pagi di ruang makan. Menu sarapan hari ini ada nasi kuning yang papa minta khusus sebagai wujud syukuran kecil-kecilan karena kondisi Keyla sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua pegawai diminta makan bersama diruang makan. Meski segan, mereka tetap menurut karena tidak enak dengan papa. “Tambah lagi, Key?” papa menawari. “Enggak, pa.” “Kamu harus makan banyak biar nanti proses Rehabilitasinya lancar.” “Kalau kekenyangan justru jadi ngantuk, pa.” Semua tertawa, apalagi papa. “Kamu bisa aja. Yang lain, tambah nih, nasinya masih banyak.” “Makasih, pak.” Pak Udin mewakili. “Kita harus sering makan bareng kayak gini, seru ternyata.” Semua pegawai tersenyum senang mendengar ucapan papa. “Key, kamu seneng ‘kan kita makan bareng kayak gini?” Keyla mengangguk tersenyum, “Seneng, pa.” “Al, kamu gimana?” “Hm?” Arial terlihat baru sadar karena sedari tadi asik memainkan ponselnya. “Kenapa? Ada pasien darurat?” “Enggak, ini cuma lagi liat
Tante Puri keluar dari ruangan Arial dengan marah. Sudah lama beliau tidak merasa sekesal ini pada seseorang, “Keyla lagi, Keyla terus. Aku heran kenapa orang-orang banyak yang suka sama anak panti asuhan gak jelas kayak dia. Semua belain Keyla. Jangan sampe dia masuk ke dalam keluargaku. Aku gak akan pernah biarin itu.” Jasmine yang baru akan masuk ke ruangan Arial untuk memanggilnya karena jam praktek rawat jalan sudah dimulai, tidak sengaja mendengar ucapan tante Puri. Ia tidak mengenal beliau. Hanya saja ia sengaja menguping karena mendengar nama Keyla dan panti asuhan. “Keyla panti asuhan? Itu si Keyla bukan ya?” “Awas ya kamu, Key, aku gak akan pernah biarin kamu usik kehidupan anakku sedikit pun. Apa aku perlu dateng ke panti asuhan Kasih Ibu buat ngomong sama ibu pantinya agar anak itu ditarik dari adopsi? Tapi emang bisa ya?” Jasmine melotot. Tante Puri mengucapkan nama panti asuhan Kasih Ibu? Itu berarti Keyla
Arial buru-buru masuk ke dalam ruangan pribadinya untuk berganti baju. Ia merasa bajunya sudah bau padahal baru dipakai tadi pagi. Setelah mengganti baju jaga ia menyemprotkan parfum dengan banyak. “Wangiiii. Keyla pasti suka.” Arial mengambil ponsel dan keluar dengan wajah super ceria. Di depan pintu sudah berdiri Rocky yang sedang menatapnya, “Ky! Lo! Gila lo ya sekarang punya hobi baru buat ngagetin gue!” “Lo mau kemana pake parfum segala?” “Nemenin Keyla Rehabilitasi.” “Pake parfum segala?” Arial membuang nafasnya, “Gue habis bantuin dua persalinan, Ky, keringetan. Lo sensi banget sih perkara gue pake parfum aja berisiknya minta ampun.” “Ya soalnya gue jadi agak curiga sama lo.” “Curiga apa?” “Malem Sarah bilang lo suka sama Keyla.” “Hm? “Al, jangan pacarin adik sepupu lo sendiri. Cewek diluar tuh masih banyak. Lagian bukannya lo suka sama Sarah? Lanjutin aja sukanya sampe lima belas tahun. Jangan ganggu Keyla gue.” “Lo ngomong apa sih? Kenapa Sarah tiba-t