“Gak mungkin.” Arial menatap papa tidak percaya, “Sarah gak mungkin ngelakuin itu, pa.” “Gak mungkin apanya? Jasmine sendiri yang bilang ke papa.” “Mana mungkin Sarah yang minta Jasmine buat nyebarin foto dan rekaman suara itu di grup poli obgyn dan web rumah sakit. Apa untungnya buat Sarah?” “Mana papa tahu. Tapi Jasmine bisa menunjukkan bukti itu pada papa. Ada bukti chat dengan Sarah, dimana dia transfer uang yang besar buat Jasmine dan minta dia tutup mulut.” Arial tak bicara lagi. “Kamu lupa Sarah menjadi orang yang terlihat paling peduli sama Keyla waktu dia ramai dihujat orang satu rumah sakit? Karena dia mau menyembunyikan kebusukannya, Arial.” “Tapi, pa, buat aku masih gak masuk akal Sarah ngelakuin itu.” “Kamu pernah dituduh Keyla menyembunyikan rekam medis atau laporan apalah itu, ‘kan?” Arial diam sejenak, ia mengangguk begitu ingat kejadian itu. “Waktu papa iseng cek cctv buat liat perlakuan orang-orang sama Keyla, papa gak sengaja liat Sarah buang berle
Arial membuang nafasnya beberapa kali dimeja kerja ruangan pribadinya. Ia sudah melihat bukti chat Sarah pada Jasmine, yang memintanya untuk menghancurkan mental Keyla. “Kenapa sih semuanya gak berjalan sesuai mau gue? Kenapa harus Sarah dalang dibalik semuanya? Jasmine bener, kalo dia jahat sama Keyla, dia gak dapet apa-apa, sedangkan Sarah... dia bisa dapetin perhatian gue balik lagi ke dia.” Arial menjatuhkan kepalanya pada bagian belakang kursi, “Gue paling gak nyangka Sarah yang minta Jasmine bilang kalo Keyla pulang sama Qairo waktu itu, sampe bikin Keyla jatoh di toilet. Sar, kamu kenapa sih? Keyla salah apa sama kamu?” Ceklek. “Al?” Arial terduduk tegap, “Sar?” Sarah masuk, membawa satu kotak Red Velvet dan dua cup kopi. Ia langsung duduk di sofa, “Sini, sayang.” Arial mengernyit, Sarah memanggilnya sayang? Ia bangkit dari meja kerja dan duduk disebelah Sarah. Ia terus memperhatikan wajah kekasihnya yang ceria itu, padahal tadi pagi ia menahan marah yang teramat,
Karena tidak kuat melihat Keyla yang diam saja pada Arial dan Sarah, tante Puri langsung datang ke rumah papa untuk membicarakan hal ini. Beliau tahu Keyla akan terus diam entah sampai kapan. “Pur? Kamu ngapain kesini malam-malam?” papa menuruni tangga dan melirik tante Puri yang duduk di sofa depan tivi. “Aku gak bisa tidur, Pras.” Papa menguap lebar-lebar, “Gak sopan kamu bertamu jam sebelas malam begini, seperti Kelelawar.” “Terserah kamu mau panggil aku apa. Kita ke belakang yuk.” “Kamu duluan, aku belum cuci muka.” Tante Puri menurut, beliau langsung berjalan ke area belakang rumah, duduk dikursi santai depan kolam renang besar ditemani dua gelas teh Jahe. Tak lama papa menghampiri, papa duduk di kursi samping mengusap wajahnya dengan handuk kecil. “Pras, aku sudah tahu Arial dan Keyla adalah suami istri.” Papa melirik tante Puri, “Kamu—tahu? Dari mana?” “Arial keceplosan ngomong sama Keyla waktu di rumah Mira. Aku kebetulan hari sabtu ke rumah Mira.” “Mira?”
“Lihat lebih dekat.” ujar seorang dokter utama obgyn yang sedang memeriksa jaringan dalam rahim pasien yang sedang di operasinya.Lima dari dokter ko-as mendekati meja operasi. Mereka saling mengangguk saat melihat bersama-sama bagaimana kondisi rahim pasien.“Bangunin Keyla.” titah Arial tanpa melirik pada kerumunan dokter ko-as, apalagi pada orang yang bernama Keyla.Semua dokter ko-as serempak mundur. Dua diantaranya menggoyangkan tubuh Keyla. “Key, bangun.” bisik salah satu dari mereka. “Hm?” gumam Keyla. Ia yang amat kelelahan sehingga bisa tidur dalam keadaan berdiri diruang operasi.Ke-lima dokter ko-as yang satu kelompok dengan Keyla memberi kode bahwa ia dipanggil dokter utama operasi hari ini. “Dokter panggil saya?” tanya Keyla dengan suara pelan.“Maju kesini.”Keyla maju dua langkah. Ia kini berdiri disamping Arial dan dokter residen yang sedang melakukan pengangkatan rahim.“Kamu tahu kondisi apa yang dialami pasien?” tanya Arial. Wajahnya tetap fokus menatap r
Keyla menangis sesenggukan memeluk koper dan beberapa dus berisi barang-barang miliknya didepan sebuah ruko yang sudah tutup. Ia tidak tahu harus pergi kemana tengah malam begini. "Aku harus pergi kemana lagi Tuhaaaan. Aku gak mungkin balik lagi ke panti." Keyla menangis semakin dalam kala menyebut nama panti. Tadi begitu mendapat telpon dari nomor asing, Keyla langsung terkejut kala mengetahui kalau uang yang harusnya dibayarkan pada pemilik kos raib diambil oleh teman sesama panti-nya. Ia tidak menyangka teman sesama nasibnya tega melakukan itu. "Aku gak mungkin tinggal diruang piket, apalagi ada dokter residen. Gimana ya, heu heu heu." Kepala Keyla terangkat. Ia merogoh ponsel dari saku tas ranselnya. Ia mencari nomor Bu Fatma, ibu panti yang pasti akan membantunya disaat sulit seperti ini. "Enggak-enggak, aku udah terlalu sering nyusahin ibu. Aku bahkan dapet uang simpanan paling besar karena ibu tambahin." Keyla mematikan ponselnya. Ia memasukkan ponselnya kembali
Kayla melongo saat mobil berhenti didepan fasad rumah bergaya American Classic yang berdiri megah dihadapannya. Mulutnya melongo karena tidak menyangka rumah pak Pras bisa sebesar ini.“Ayo masuk, Key.” ajak pak Pras.“I-iya, pak.”Pak Pras mempersilakan Keyla berjalan lebih dulu. Pintu dibuka oleh asisten rumah tangga yang sudah tahu jadwal kepulangannya, “Nanti barang-barang kamu langsung diantar supir ke kamar. Lebih baik sekarang kamu makan dulu.”Keyla mengangguk. Kebetulan perutnya lapar sekali. Ia begitu senang karena pak Pras bisa mengerti situasi dan kondisi perutnya.“Kamu makan aja duluan. Pasti belum makan dari tadi ‘kan?”“Hehe, iya, pak.”“Saya mau panggilkan anak saya,” Pak Pras menatap asisten rumah tangga yang mengikutinya dari ruang tamu, “Mbok, tolong antar Keyla ke ruang makan.”“Baik, pak.”Pak Pras berjalan cepat dan penuh semangat menuju sebuah ruangan yang terletak didekat ruang keluarga. Keyla sempat melihatnya dan sangat penasaran dengan sosok anak t
Keyla tertawa saat sarapan bersama pak Pras. Mereka layaknya ayah dan anak yang baru bertemu kembali. Tawa keduanya terdengar sampai ke tangga, dimana Arial baru menuruninya.“Pa, aku langsung berangkat.” Arial berpamitan tanpa menghampiri pak Pras.“Loh, kamu gak sarapan dulu?” pak Pras menghentikan sarapannya saat melihat Arial memalingkan wajah saat sampai diujung tangga.“Nanti aja dirumah sakit.”“Ada pasien darurat?”Arial menggeleng.“Kenapa buru-buru?”Tak ada jawaban. Keyla yang merasa kehadirannya membuat Arial yang mungkin selalu sarapan menjadi enggan, berdiri. Pak Pras pun menatap Keyla yang berubah diam.“Key, kamu udah makannya?”“Udah, pak. Eh, maksudnya papa.”Pak Pras menatap Arial, “Oh ya sudah, kalian berangkat bareng aja.”Arial mendelik, “Bareng aja sama papa, aku buru-buru.”Pak Pras berjalan sambil mendorong Keyla pelan, “Rial, jangan gitu dong. Keyla ini sekarang adik kamu. Kalian juga satu rumah sakit, dan Key kebetulan sedang ko-as di stase obgy
Pagi ini tugas Keyla adalah menemani Arial praktek konsultasi rawat jalan. Arial dengan jelas bisa melihat mata Keyla sembab dan merah. Ia pasti sudah menangis hebat setelah turun dari mobilnya. “Sus, masih ada pasien?” Perawat menggeleng dan tersenyum, “Akhirnya kita selesai lebih awal dari biasanya, dok.” “Iya.” “Kalau begitu saya permisi, dok.” “Silakan.” Suster mengangguk sopan pada Arial dan Keyla, “Mari, dok.” “Mari.” jawab Arial dan Keyla bersamaan. Setelah suster keluar dari ruang praktek, Keyla juga ikut menyusul. Tapi tangan Arial bergerak cepat sehingga lengannya bisa menahan Keyla. “Tunggu dulu.” Keyla membalikkan badan, “Dokter mau ngatain saya apa lagi? Saya bener-bener janji akan keluar dari rumah keluarga dokter.” “Bukan itu. Saya cuma mau tahu apa yang kamu bilang sama papa sehingga kamu bisa dapet apartemen secara cuma-cuma?” “Loh, kenapa gak dokter tanya aja sama pak Pras sendiri? Kan beliau yang berniat kasih itu untuk saya.” Arial membuang