Arial membuang nafasnya beberapa kali dimeja kerja ruangan pribadinya. Ia sudah melihat bukti chat Sarah pada Jasmine, yang memintanya untuk menghancurkan mental Keyla. “Kenapa sih semuanya gak berjalan sesuai mau gue? Kenapa harus Sarah dalang dibalik semuanya? Jasmine bener, kalo dia jahat sama Keyla, dia gak dapet apa-apa, sedangkan Sarah... dia bisa dapetin perhatian gue balik lagi ke dia.” Arial menjatuhkan kepalanya pada bagian belakang kursi, “Gue paling gak nyangka Sarah yang minta Jasmine bilang kalo Keyla pulang sama Qairo waktu itu, sampe bikin Keyla jatoh di toilet. Sar, kamu kenapa sih? Keyla salah apa sama kamu?” Ceklek. “Al?” Arial terduduk tegap, “Sar?” Sarah masuk, membawa satu kotak Red Velvet dan dua cup kopi. Ia langsung duduk di sofa, “Sini, sayang.” Arial mengernyit, Sarah memanggilnya sayang? Ia bangkit dari meja kerja dan duduk disebelah Sarah. Ia terus memperhatikan wajah kekasihnya yang ceria itu, padahal tadi pagi ia menahan marah yang teramat,
Karena tidak kuat melihat Keyla yang diam saja pada Arial dan Sarah, tante Puri langsung datang ke rumah papa untuk membicarakan hal ini. Beliau tahu Keyla akan terus diam entah sampai kapan. “Pur? Kamu ngapain kesini malam-malam?” papa menuruni tangga dan melirik tante Puri yang duduk di sofa depan tivi. “Aku gak bisa tidur, Pras.” Papa menguap lebar-lebar, “Gak sopan kamu bertamu jam sebelas malam begini, seperti Kelelawar.” “Terserah kamu mau panggil aku apa. Kita ke belakang yuk.” “Kamu duluan, aku belum cuci muka.” Tante Puri menurut, beliau langsung berjalan ke area belakang rumah, duduk dikursi santai depan kolam renang besar ditemani dua gelas teh Jahe. Tak lama papa menghampiri, papa duduk di kursi samping mengusap wajahnya dengan handuk kecil. “Pras, aku sudah tahu Arial dan Keyla adalah suami istri.” Papa melirik tante Puri, “Kamu—tahu? Dari mana?” “Arial keceplosan ngomong sama Keyla waktu di rumah Mira. Aku kebetulan hari sabtu ke rumah Mira.” “Mira?”
Arial dan Keyla saling lirik. “Kok papa nanya begitu?” Papa membuang nafas perlahan, “Rial, papa tahu kamu pacaran sama Sarah.” Arial melotot kaget, ia langsung menatap Keyla marah. Papa pasti tahu semuanya dari Keyla, siapa lagi? “Key, kamu ya! Kamu gak bisa jaga omongan sendiri tahu gak!” Keyla menggeleng, “Bukan aku, kak.” “Kalo bukan kamu yang ngadu, siapa lagi?” “Apa ini maksudnya? Kamu nuduh papa tahu dari Keyla?” Arial menatap papa, “Pa, bukan cuma aku yang pacaran sama Sarah, Keyla juga. Dia pacaran sama Qairo.” Papa melirik Keyla. “Pa—aku minta maaf.” Papa mengatur nafasnya. Jantungnya terasa di tekan batu maha besar. Keyla menangis, ia menggenggam tangan papa, “Maafin aku, pa. Aku... ngaku salah.” Papa memegangi dadanya. “Papa?” Arial menghampiri papa, “Kita ke UGD, pa.” Papa menggeleng, “Papa gak papa, papa cuma kaget aja.” “Ini semua gara-gara kamu, Key! Kamu tuh musuh dalam selimut tahu gak!” “Kak, aku gak bilang apa-apa sama papa.” “Teru
Keyla meregangkan ototnya di meja jaga ponek. Ia sudah menghabiskan dua gelas kopi untuk membuatnya terus terjaga di jam dua dini hari ini. “Pembukaannya masih stay di bukaan lima?”“Iya, dok.”Dokter residen itu mengangguk, “Kamu masih sempet buat tidur sebentar kok.”Keyla mengangguk, “Makasih, dok.”“Iya.”Keyla yang baru akan duduk dibelakang meja menatap Cika yang berlari kencang ke arahnya, “Cika? Kamu kenapa?”“Key, panti asuhan kamu... kebakaran.” pekik Cika sambil ngos-ngosan.“Hah? Kok bisa?”“Aku gak tahu. Aku liat dari live warga sekitar yang ternyata aku follow di instagram.”“Ya ampun gimana dong, Cik?”Papa berlari dari arah pintu masuk ponek, “Sayang, panti asuhan kebakaran. Ayo kita kesana.”“Pa? Kok bisa sih?”“Papa juga gak tahu. Papa dapet kabar, panti kebakar dua jam tadi.”“Ya ampun, pa, gimana dong?” Keyla sudah menangis ketakutan.“Gak papa, sayang, kita kesana sekarang ya. Ayo.”Keyla melepas stetoskop yang melingkar dilehernya. Ia berlari mem
Siang hari selepas operasi, Arial berdiri didepan ruang piket menunggu Keyla yang masih membantu membereskan jahitan diperut pasien bersama dokter residen. Pagi tadi Keyla dan Jasmine berangkat duluan diantar pak Udin, sehingga ia tidak memiliki waktu untuk menenangkannya perihal terbakarnya panti asuhan dini hari tadi. “Selamat siang dokter Arial.” sapa anak ko-as kelompok Keyla. “Siang.” “Ada yang bisa saya bantu?” “Enggak ada. Saya cuma lagi nunggu Keyla.” “Oh iya, dok. Keyla sebentar lagi kesini.” “Iya, makasih ya. Silakan, kamu mau masuk ruang piket ‘kan?” “Iya, dok, permisi.” Arial memainkan maskernya. Kenapa Keyla lama sekali ya? Dari arah lorong, Sarah melenggang bersama dokter residen obgyn yang dimintanya untuk memantau Arial. Arial jelas tahu karena Sarah mengatakan itu padanya. Ia sendiri heran kenapa Sarah sebegitunya melarang untuknya dekat dengan Keyla. “Sayang, kamu ngapain disini?” Sarah memegang lengan Arial. “Eum... aku...” “Jangan bilang kamu
Arial melirik Keyla yang sudah meringkuk diranjang. Ia yang baru selesai bersih-bersih segera menaiki ranjang, “Key, udah tidur?” “Hm?” Keyla membalikkan badannya, “Kenapa?” “Kamu gak bisa pertimbangin lagi soal anak?” “Anak?” “Aku mau kita punya anak.” Keyla tertawa, “Ketahuan kak Sarah deket sama aku aja heboh.” “Aku pasti putusin Sarah.” Keyla tak menjawab. “Kamu juga pasti putus ‘kan dari Qairo?” Keyla masih tak menjawab. Ia enggan putus dari Qairo. Sebenarnya kekasihnya itu tidak segegabah Arial, ia msih bisa diajak kerja sama. Dulu saja mereka tidak ketahuan pacaran ‘kan? “Key,” Arial menyentuh perut rata Keyla. Keyla menutup matanya. Ia menikmati tubuhnya yang merespon baik sentuhan Arial, “Kak, aku gak bisa.” Keyla bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Jika ia diam lima menit lagi semuanya pasti terjadi. Ia bukannya tidak suka cara Arial. Ia te
Pov Sarah “Kamu tuh nunggu apa lagi sih, Sar? Arial adalah tambang emas bagi keluarga kita. Harusnya kamu buru-buru minta dia untuk menikahi kamu.” “Pih, aku sama Arial baru aja pacaran beberapa hari. Masa aku minta dia langsung menikahi aku sih?” “Dia bukannya mencintai kamu selama empat belas tahun? Itu lama loh, harusnya kamu jadiin itu alesan untuk menarik dia menikah.” Sarah tak ingin menjawab lagi ucapan papi. “Papimu bener, Sar. Keuangan keluarga kita lagi buruk, kamu jelas tahu itu. Masa kamu gak mau mengorbankan diri sedikit demi keluarga kita.” Mami menambah daftar panjang stress yang harus Sarah hadapi pagi ini. “Segera bilang sama Arial kalo kamu mau serius. Nanti papi yang bicara sama papanya.” “Pih, jangan terlalu buru-buru, kasih aku waktu.” “Berapa lama? Kamu mau tunggu keluarga kita bangkrut?” “Pih!” Mamih duduk disebelah Sarah, “Kalo kamu gak mau ngomong sama Arial,
Keyla membawakan dua buah Lasagna yang papa bawakan dari rumah. Ia berancana akan makan bersama Arial di ruangannya. Arial tampak murung setelah bertemu Sarah di kafe. Ia tahu karena tadi sedang bersamanya di Ponek. Keyla tidak jadi mendorong pintu ruangan pribadi Arial yang terbuka sedikit. Ia sengaja diam menguping pembicaraan dua sahabat di dalam. “Gue gak ngerasain cinta itu lagi di Sarah, Ki.” Rocky menatap Arial keheranan, “Tapi lo seneng ‘kan bisa jadi pacarnya? Setelah empat balas tahun, Men.” “Entah. Gue merasa—Sarah gak sama dengan Sarah sebelum jadi pacar gue, yang selama empat belas tahun gue tungguin.” Rocky tertawa, “Dia justru bilang ke gue kalo lo ternyata gak ada bedanya dengan Arial sebelum jadi pacarnya, gak ada kejutan sama sekali, gak romantis sama sekali. Parah lo. Berubah dong, kasian tahu dia.” Arial menunduk, “Harusnya dia seneng gue gak berubah.” “Cewek itu beda, men. Dia butuh pe
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin