Kita terbiasa bersama, terbiasa saling membutuhkan, dan saling bergantung. Darimu pun aku mulai paham tentang aku yang utuh. Sampai kamu pergi, meski itu hanya sementara, aku tetap merasa separuh jiwaku telah hilang. Jika seperti ini sesaknya kamu tak tampak di dekatku, bagaimana bisa hidupku baik-baik saja tanpamu?
***
“Anata, kenapa tadi ada suara Haruka? Anata sedang bersama dia sekarang?” tanya Gadis. Dia terkejut mendengar suara wanita itu. Suara yang sangat dekat. Entah apa yang keduanya bicarakan, Gadis tidak paham karena mereka berbicara menggunakan bahasa dari negara mereka.
“Iya, Sayang. Aku sedang menemani Haruka dari kemarin. Aku lupa memberi kabar karena keadaan Haruka agak serius,” balas Yamazaki.
“Sakit apa dia?”
“Haruka... “
“Hmm... ada apa, Anata? Apa penyakitnya serius?” tanya Gadis penasaran.
“Haruka melakukan perco
Kenapa cinta yang membuat bahagia dan terluka ini datang saat seperti ini? Kenapa aku harus jatuh cinta padanya? Kenapa perasaan ini tak mampu aku enyahkan padanya. Menatapnya seolah aku menemukan dunia yang baru. Kenapa aku menemukan cinta dengan hal yang berbeda?***“Yamazaki.”Pria itu langsung menoleh ke arah Haruka. Dia pun menatap wanita itu yang saat ini jauh lebih tenang. “Bagaimanatadi belajarnya?” tanyanya.Haruka tersenyum. “Aku semakin jatuh cinta dengan islam. Aku menemukan ketenangan dan ternyata islam sangat memuliakan wanita. Kenapa hidayah itu datang terlambat padaku?”“Allah hanya memilih manusia yang diberikan hidayah, danInsya Allahkamu adalah salah satu pilihandari-Nya,” balas Yamazaki. “Alhamdulillahkalau kamu saat ini lebih tenang, jadi jika kamu merasa terluka dan kecewa ada Allah yang bisa kamu harapkan untuk membe
Kamu masih jadi yang terindah, bahkan sampai detik ini hati ini hanya menyerukan namamu saja. Aku menyesal karena bahagiaku telah kupatahkan saat meninggalkanmu.***Gadis langsung pergi ke rumah sakit saat Devano menghubunginya. Dia terkejut saat Devano mengatakan kalau Putri, ibunya ditabrak oleh pemotor. Saat ini Putri masih terbaring di atas ranjang rumah sakit. Gadis menangis karena baru kali ini dia melihat ibunya terbaring seperti itu. Gadis ke luar dari ruang perawatan, dia merasa lelah dan terkejut melihat Devano yang sedang duduk di koridor rumah sakit, wajah pria tampak kelelahan.“Devano.”Devano langsung terbangun, dan dia agak terkejut karena melihat Gadis sudah berada di depannya. “Ah, aku ketiduran,” ucapnya. “Aku sudah menyelesaikan administrasinya dan sudah menghubungi ayah juga, nanti aku pulang kalau ayahmu sudah datang ke sini.”“Kamu pulang saja kalau memang masih ada urusan, aku tak masalah men
***Gadis tidak terlalu bersemangat beberapa hari ini. Pikirannya sangat kacau karena Yamazaki yang selalu menunda untuk menjemputnya ke Jakarta, dan masalah Haruka juga sangat menganggu pikirannya. Bayang-bayang Haruka yang mirip dengan Sakura membuatnya ragu dan juga takut, dan tak terasa air matanya pun jatuh membasahi sajadah. “Ya Allah, aku hanya manusia biasa. Banyak hal yang aku takutkan di masa depan. Aku tahu kalau sebagai umat-Mu, jangan risau akan masa depan yang masih rahasia. Tapi, aku tidak mau sampai ketakutanku ini membuatku resah. Ya Allah, aku hanya meminta-Mu untuk menjaga hatinya, hati suamiku yang hanya diberikan padaku saja, istrinya,” ucapnya berdoa dengan suara serak.Pintu kamar Gadis diketuk beberapa kali, dia mengernyitkan keningnya karena tidak ada suara yang memanggil namanya. “Ibu?” tanyanya dengan suara parau.Pintu diketuk lagi.Gadis menghela napas panjang, dia langsung melipat mukena dan sajadahnya, dan te
***Yamazaki berkumpul dengam keluarga besar Gadis. Pria itu pun tampak berbaur dan berbicara dengan mereka. Namun, ada beberapa saudara Gadis yang masih gemas mencubitnya, mereka selalu disebut 'Eyang’ oleh Gadis. Sebenarnya Yamazaki tidak masalah para eyang itu gemas padanya. Tapi kalau dilakukan berkali-kali, wajahnya pasti tidak akan selamat. Dia harus melarikan diri!Pria itu diam-diam pergi, dia melihat Gadis masih berbicara dengan yang lainnya. Yamazaki membiarkannya karena dia tidak ingin menganggu waktu istrinya bersama keluarga besar karena nanti Gadis akan dia bawa ke Tokyo.Lalu, Yamazaki duduk di teras, dia menikmati angin yang menerpa wajahnya. Baru saja dia menikmati angin itu, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namanya, pria itu langsung menoleh ke arah sumber suara dan dia melihat sosok perempuan yang saat ini sedang tersenyum padanya.“Halo... ““Hai,” balas Yamazaki tersenyum.“Mana Gadis?&rdquo
***“Jadi nanti kamu akan mengajar saja?” tanya Hadi.“Iya, Ayah. Yamazaki agak keberatan kalau Gadis kerja di perusahaan itu, jadi ya Gadis juga nggak bisa memaksakan juga karena niat Gadis bekerja kan biar nanti di Tokyo ada kegiatan,” balas Gadis.“Seorang istri itu sangat sibuk lho, Nak. Bahkan lebih sibuk dari wanita karier di luar sana yang harus bekerja di perusahaan. Jadi berkarier di rumah itu memang jauh lebih baik bagi seorang istri.”“Iya, Ayah. Gadis paham, tapi saat ini posisi Gadis kan belum punya anak. Terkadang suka kesepian dan juga Gadis merasa sedih kalau ingat belum punya anak, jadi biar membuang pikiran buruk itu, Gadis ingin menyibukkan diri. Gadis tidak mau terlalu tenggelam dalam kesedihan karena rumah tangga kami berdua belum ada seorang anak. Gadis tidak mau nantinya jadi kufur nikmat,” balas Gadis menjelaskan.“Jelas, Nak. Sebagai wanita ya sebaik-baiknya di rumah, tapi memang
***Gadis sedang menunggu suaminya di dekat taman kota. Dia tadi memberi tantangan pada Yamazaki untuk membelikannya jajanan pasar dengan menggunakan bahasa indonesia. Tadi wanita itu mengajarkan Yamazaki untuk mengucapkannya, tadinya Yamazaki membawa ponsel yang ada kamusnya, tapi Gadis melarangnya agar tahu bagaimana Yamazaki belajar tentang bahasa ibunya.Tak lama, ada seseorang yang memanggil namanya dan hal itu pun otomatis membuat dia menoleh ke arah sumber suara.“Gadis, kamu ada di sini ternyata,” ucap Fahri tersenyum.“Ah, iya. Sudah lama aku tidak menikmati jalan-jalan pagi di kota Jakarta dan saat ini begitu banyak perubahan,” balas Gadis. Lalu dia mengendarkan pandangan ke sekeliling mencoba mencari sesuatu.“Kamu sedang mencari siapa?” tanya Fahri penasaran.“Istri Mas Fahri tidak ikut? Aku kan mau kenalan juga sama istrinya, Mas,” balas Gadis.Fahri tersenyum tipis. “Aku datang sendirian.”“Oh, jadi istri Mas nggak ikut, ya?”“Tidak juga. Aku masih belum punya istri, aku
***Devano sedang menikmati waktu istirahatnya di salah satu klub malam, namun dia mengambil ruangan privat karena tidak mau ada seseorang yang mengenalinya. Setelah perceraiannya dengan Dhea, 2 tahun yang lalu, pria itu tenggelam dalam kesibukannya sebagai seorang penyanyi dan juga selalu menutupi kehidupan pribadinya. Perceraian kedua kali itu membuatnya enggan berbagi kehidupan pribadinya pada publik.Pria itu meminum kopi hitam dan pikirannya jauh menerawang, perpisahannya dengan Gadis dan saat dia bertemu dengan wanita itu pun membuat penyesalan terbesar yang dia rutuk karena kebodohannya. Devano benar-benar menyesal karena kebodohannya itu, dia harus kehilangan yang berharga di hidupnya.“Aku kenapa bisa sebodoh ini?’ gumam pria itu, dia menertawakan dirinya sendiri.Pintu ruangan diketuk, dan munculah Marcel, salah satu sahabat serta saudara sepupunya. Pria itu duduk di depan Devano. “Devano, dari tadi siang dicariin s
***“Itu suara Dhea, kan? Kenapa dia ribut-ribut di sini?” tanya Gadis tak mengerti.Tak berselang lama, muncul sosok Dhea yang sedang diliputi amarah. Wajahnya ditekuk dan berantakan. Dhea menatap Gadis dengan tajam, sangat jelas terlihat di kedua mata wanita itu menaruh benci yang sangat dalam pada sosok Gadis.“Ada apa? Kenapa kamu malah ribut datang ke rumah ini?” tanya Hadi, dia menatap tajam Dhea.Dhea tersenyum sinis. “Aku datang ke sini hanya untuk memberitahukan kelakuan putri kesayangan Om Hadi. Jaga dia jangan sampai gatal dan menggoda suami orang, bahkan bisa membuat rumah tangga seseorang hancur,” balasnya.“Apa yang kamu katakan, Dhea? Aku merusaktangga orang lain? Siapa?” tanya Gadis terkejut.“Kamu jangan sok suci! Penampilan seperti bidadari, tapi hatinya itu iblis! Buka saja jilbabmu! Percuma kamu menutupi tubuhnya dengan rapat, jika kelakuanmu masih saja buruk! Munafik! Lebih