***
"Semua terjadi atas kehendak Allah dan dia tidak berhak memaksakan perasaan orang lain juga. Allah yang mengendalikan hati manusia, jadi kenapa dia harus di marah dan merasa kamu merebutnya? Dia dan calon suamimu kan tidak dalam suatu hubungan, jadi kata Kakak kamu tidak perlu merasa tidak enak, wong calon suamimu saja enggak membalas perasaannya," ucap Maryam.
Gadis langsung merona malu saat mendengar Maryam mengatakan 'Calon suamimu' padahal ia belum memutuskan untuk menerima Yamazaki. "Iya, Kak. Mungkin aku banyak takutnya, padahal aku enggak merebut apapun darinya," balas Gadis dengan pelan.
"Lelaki itu siapa, apa Kakak kenal juga?" tanya Maryam penasaran.
Gadis mengangguk. "Kakak pasti kenal."
"Siapa?" tanya Maryam tak sabar.
"Sensei..."
"Sensei? Dosen pembimbingmu? Kento Yamazaki?" tanya Maryam sedikit terkejut.
"Iya. Dia lelaki itu," jawab Gadis malu-malu.
"Alhamdulillah....
***"Hari ini tidak pergi ke kampus?" tanya Mesya"Memang tidak ada jadwal," jawab Gadis, ia merapikan beberapa bajunya yang belum sempat ia lipat."Tumben, biasanya walau tidak ada jadwal kamu selalu rajin pergi ke perpustakaan kampus," ucap Mesya. "Kamu lagi menghindari seseorang ya?" Mesya menatap Gadis curiga."Memang hari ini niatnya mau beres-beres di apartemen. Aku selalu sibuk dan tak sempat membereskannya, Alhamdulillah ada kamu jadi bisa bantuin aku,"balas Gadis sambil nyengir."Dasar ya dari dulu tak pernah berubah!" sungut Mesya sambil berpura-pura kesal. "Lalu bagaimana dengan jawabanmu pada Yamazaki-san? Apa kamu sudah memutuskannya?"Gadis mengangguk. "Aku akan kirim pesan sama Sensei nanti malam saja.""Lho kenapa lewat pesan? Kenapa tidak langsung bicara saja? Jangan-jangan kamu mau menolak Kento-san?" Mesya terkejut dan menatap Gadis tak percaya."Mau menerima atau menolak, memang ba
***"Sensei!Yamazaki langsung menghentikan langkahnya dan ia berbalik melihat siapa orang yang memanggilnya. Yamazaki melihat Aisyah dan Noor sedang berjalan menghampirinya."Assalamu'alaikum, Sensei..." sapa Noor dengan ramah."Wa'alaikumussalam," balas Yamazaki."Sensei tumben ada di sini? Tidak sibuk di kampus?" tanya Noor."Hari ini kebetulan jadwalnya tidak terlalu padat dan bisa menyempatkan datang ke sini menemui Fatih," jawab Yamazaki."Kalau begitu saat ini ada waktu?" tanya Noor."Memangnya ada apa?""Hari ini kak Aisyah sedang milad dan Alhamdulilah kita mau berkumpul untuk makan-makan. Mungkin kehadiran Sensei bisa jadi kado terindah untuk kak Aisyah," balas Noor sambil melirik ke arah Aisyah.Yamazaki tersenyum tipis. "Maaf, sepertinya tidak bisa.""Kenapa?" tanya Noor terkejut karena baru kali ini Yamazaki menolak permintaan
***Pagi ini Gadis sedikit terlambat datang ke ruang laboratorium karena semalam suntuk, Ratu menginap di apartemennya dan membuka sesi curhat padanya. Gadis langsung masuk dan tersenyum pada semuanya. "Selamat pagi!" sapanya sambil duduk di mejanya."Pagi, Gadis. Tumben hari ini sedikit terlambat," balas Deborah."Semalam ada temanku yang menginap dan kamu tahu kalau para perempuan berkumpul pasti mereka melupakan semuanya, termasuk waktu," balas Gadis sambil tersenyum."Pantas saja matamu terlihat lelah. Nanti kita ke Coffee Shop ya biar kamu tak lelah lagi," ajak Deborah dan Gadis mengangguk."Gadis, kamu melupakan chat yang aku kirimkan semalam?" Albert berbisik memberitahukannya.Gadis langsung menepuk jidatnya. "Astaghfirullah... Aku lupa! Semalam sempat baca dan saat aku mau balas ponselku tiba-tiba mati, jadi aku lupa mau balas lagi tadi," ujarnya. "Maaf ya..."Albert mengangguk. "Enggak masalah, kam
***Setelah cerita banyak dengan Fatih dan juga Raisya. Gadis hendak pamit, namun sapaan seseorang membuatnya langsung melihat ke arah sumber suara."Harumi!" seru Gadis dengan hangat, ia senang bertemu dengan perempuan itu yang mungkin sebentar lagi jadi adik iparnya."Assalamu'alaikum, Kakak cantik,"sapa Harumi sambil memeluk hangat.Sapaan Harumi tentu saja membuat wajah Gadis merona malu karena orang lain pun mendengarnya."Wa'alaikumussalam. Kamu sudah kembali ke Jepang ternyata, bukankah pas terakhir kita chat kamu berencana kembali ke Jepang bulan depan?""Rencananya memang seperti itu, tapi saat mendengar kabar bahagia dari oniichan membuatku mempercepat rencana kembali ke sini. Aku bahagia sekali. Alhamdulillah... Doaku pun Allah ikut kabulkan. Terima kasih ya!" Harumi menatap Gadis dengan penuh haru."Kenapa harus berterima kasih segala," tukas Gadis."Karena mau menerima
***Pagi ini Gadis masih menunggu kabar dari Indonesia. Gadis gelisah karena semalam ibunya memberi kabar bahwa Hadi-ayahnya terlibat kecelakaan dan saat ini masih berada di rumah sakit dan ia belum mendapatkan kabar terbaru dari ibunya. Gadis menangis terus menerus dari tadi karena masih khawatir dengan kondisi ayahnya.Ponselnya berbunyi dan ia langsung mengangkatnya."Assalamu'alaikum," ucap Gadis dengan suara terisak."Wa'alaikumussalam... Gadis, kamu di mana?""Masih di apartemen. Eva, aku bisa minta bantuan kamu? Ayahku kecelakaan dan sampai saat ini aku masih sulit menghubungi ibu. Aku takut ada apa-apa. Bisa tolong lihat bagaimana kabar ayah?""Aku justru mau ngasih tahu kamu, Gadis. Saat ini aku lagi menemani ibu di rumah sakit," balas Eva."Alhamdulillah... Bagaimana kabar ayah? Ayah enggak apa-apa, kan?" tanya Gadis dengan cepat."Ayah masih di IGD. Makanya ibu belum b
"Aku kan mahasiswi yang dibimbingnya? Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Iya aku tahu kalau kamu mahasiswi yang dibimbing Sensei. Aku bukan menanyakan hubungan yang umum itu. Kamu dan Sensei, apa kalian sedang menjalin hubungan lebih dari sekedar dosen dan mahasiswi yang dibimbing ya?""Maksud kamu apa?" tanya Gadis, ia semakin tidak mengerti dengan pernyataan Albert."Kamu dan Sensei berpacaran?" Albert langsung bertanya tanpa basa-basi.Gadis terkejut, bagaimana bisa Albert berpikiran seperti itu. "Aku dan Sensei tidak berpacaran! Kenapa kamu bisa berpikir bahwa kami mempunyai hubungan seperti itu?""Sangat terlihat dengan jelas dari sikap kamu dan Sensei yang berbeda dan juga tatapan kalian yang seperti berbicara ada cinta. Apa alasan kamu menolakku karena Sensei saat ini?"Gadis mengehela napasnya dan ia menggelengkan kepalanya. "Ada Sensei atau tidak, aku memang pasti akan menolakmu, Albert!
***Beberapa hari terakhir ini Albert tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia masih saja memikirkan hubungan Yamazaki dan Gadis. Albert yakin keduanya terlibat romansa karena melihat keduanya canggung satu sama lainnya dan Gadis lebih banyak diam saat berbicara dengan Yamazaki.Albert menatap langit malam dengan tatapan sendu. Jika memang keduanya saling mencintai, apa ini adalah kekalahannya? Apa ia harus menyerah begitu saja? Haruskah ia bersaing dengan lelaki yang selama ini ia hormati?Albert menghela napas, ia menyalakan sebatang rokok untuk menghapus segala sesak di dadanya."Aku dari tadi mencarimu, Albert. Ternyata kamu melamun di balkon selarut ini," ucap Paula, ia duduk sejajar dengan Albert yang masih saja mengedarkan pandangannya ke langit malam. Paula memang sudah terbiasa masuk ke apartemen Albert. Entah itu untuk memasak atau mengantarkan keperluan Albert. Paula seperti keluarga bagi Albert dan ia membebaskan perempuan itu masuk ke apartemen pribadinya."Aku sulit tidur beber
***Gadis memutuskan untuk menyelusuri Tokyo seorang diri. Ia tidak ingin larut dalam kesedihan dan merasa menyesal karena tidak bisa berada di Jakarta menemani kedua orang tuanya.Baru saja Gadis menginjakkan kaki di salah satu mal, seseorang menepuk bahunya yang membuatnya otomatis membalikkan tubuhnya. "Mama!" "Gadis!" Fumie tersenyum. "Kamu sama siapa?""Sendirian, Ma. Mama sama siapa?" tanya Gadis, ia berharap Fumie tidak bersama dengan Kento."Mama sama Aisyah. Kebetulan tadi ada acara bareng dengannya, jadi pulang sekalian mampir ke sini untuk makan. Aisyah sedang bicara dulu sama temannya," jawab Fumie. "Bagaimana kalau kamu ikut makan dengan kita? Mama ingin ngobrol juga dengan kamu," ajaknya.Gadis mengangguk ragu-ragu, sebenarnya ia ingin menolak karena ada Aisyah bersama Fumie. Tapi Gadis tidak tega menolak permintaan calon ibu mertuanya. Ehemm... Maksud Gadis permintaan ibu dari dosen pembimbingnya.Gadis sudah duduk di sebelah Fumie dan perempuan paruh baya itu memesan
Lima tahun kemudian...Musim gugur di Kyoto adalah selalu jadi impianku. Dulu aku ingat saat masih duduk dibangku menengah atas, aku hanya melihat di internet, bagaimana indahnya Kyoto. Salah satu tujuanku ke Jepang dulu, yaitu ingin melihat indahnya negara sakura ini.Dan saat ini... mimpiku satu per satu, Allah kabulkan. Bagaimana bisa aku tidak bersyukur dengan kebaikan Allah padaku? Sampai detik ini pun, aku masih merasa ini seperti mimpi.Lima tahun yang lalu, aku dan Yamazaki memutuskan untuk menetap di Kyoto dan aku memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, mengurus anakku, Yuichi. Hadirnya dia di hidup kami memberikan banyak warna.Aku bahkan sangat bersyukur karena dipercaya untuk menjadi ibunya. Kedua orang tua Haruka pun hanya mempercayakan pengasuhan Yuichi pada kami.Dan juga setelah dua tahun merawat Yuichi, tanpa pernah kami harapkan lagi, ternyata Allah memberi kado terindah bagi kami, kado indah di musim
***The University of Tokyo Hospital.Gadis dan lainnya sedang berdiri di pelataran rumah sakit tersebut. Dini hari tadi, dia terkejut mendapatkan kabar kalau Haruka masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri dan saat ini kondisinya sedang kritis karena wanita itu terlalu lama menghisap asap karbonmonoksida dari briket yang ia bakar.Tampak kedua orang tua Haruka sedang menangis sesenggukan, dan sangat jelas kesedihan dan rasa putus asa terlukis jelas di wajah kedua orang tua itu.Gadis di hatinya merasa menyesal karena kemarin mungkin ucapannya secara tidak langsung membuat batin Haruka tersiksa. Sungguh dia tidak ada niat untuk membuat Haruka terluka atas ucapannya.Yamazaki menatap Gadis yang tampak murung, lalu dia meremas bahu istrinya pelan.Gadis menoleh dan dia hanya tersenyum getir.“Jangan menyalahkan dirimu, Sayang.” Yamazaki seolah tahu apa yang istrinya sedan
***“Kamu memilih untuk masuk ke penjara?” tanya Fumie lirih.Yamazaki mengangguk. “Iya, Ma. Penjara lebih aku sukai, daripada aku harus menuruti fitnah yang keji ini,” balasnya. Lalu, pria itu mengenggam jemari ibunya. “Maafkan aku, Ma. Maafkan aku yang selalu membuat Mama, papa, dan Harumi kecewa. Masalahku ini malah melibatkan kalian, dan aku lah yang akan bertanggung jawab dan menyelesaikannya. Aku akan buktikan pada Mama dan semuanya kalau apa yang dituduhkan padaku itu fitnah. Doakan anakmu ini.”Fumie pun tak bisa menahan air matanya, dan dia hanya bisa menangis sesenggukan. Dia tidak sanggup berbicara dan membayangkan bagaimana nanti putra kesayangannya harus tinggal di penjara. Dia tahu bagaimana sifat putranya itu. Anak laki-lakinya itu bukan seorang kriminal! Dia adalah pemuda Tokyo yang membanggakan negaranya dan juga sudah melakukan kontribusi yang besar, tapi saat masalah ini muncul... satu titik noda itu malah m
***“Saya sudah tahu masalahnya dan juga masalah Sensei sudah menjadi isue publik saat ini.” Fatih menatap pria yang dihadapannya dengan prihatin.“Iya, dan saat ini pihak kampus pun meminta saya untuk cuti mengajar dan saya harus menyelesaikan masalah saya. Jika saya bisa membuktikan kalau saya tidak bersalah, maka saya bisa kembali mengajar, dan kamu tahu berapa hari yang mereka minta?”Fatih menggelengkan kepalanya.“Besok dan sampai saat ini saya belum bisa membuktikan kalau apa yang dituduhkan itu fitnah. Banyak orang yang meninggalkan saya dan saat ini mereka seperti menjauh, termasuk keluarga saya hanya karena fitnah ini.”“Bagaimana dengan istri Sensei?”Yamazaki tersenyum tipis. “Dia... saya tidak mau menganggunya dulu. Saya ingin memberikan sedikit waktu untuknya. Saya harap dia percaya pada saya, suaminya. Saya hanya ingin Allah menyentuh hatinya agar dia tida
***"Sayang, kamu percaya padaku, kan? Suamimu?Gadis mematung, matanya terasa kosong. Saat ini lidahnya terasa kelu untuk menjawabnya dan pikirannya pun berkecamuk." Huhuhu... " Haruka menangis sesenggukan sembari menutup sebagian tubuhnya dengan kedua tangannya.Semuanya pun tersadar, lalu Fumie membawa selimut dan menutupi tubuh polos wanita itu. Jelas sekali, di matanya menyimpan banyak kecewa."Bi... Bi... Maafkan aku... Aku... Aku... " Wanita itu mengatakannya dengan terbata-bata.Fumie menghela napas, dia malah bertanya. "Dimana bajumu?"Haruka langsung menunjuk ke arah ranjang. Lalu, Fumie melihatnya dan membawa baju Haruka. "Kamu pakai lagi, masuk lah ke kamar mandi dan kita pulang bersama."Haruka hanya mengangguk pasrah dan dia pun hanya menunduk.Di sisi lain, Yamazaki mematung di tempatnya, kedua matanya masih tertuju pada Gadis yang masih saja diam dengan tatapan kosong.Plak!Sebuah tamparan mendarat dengan mulus
***Dua jam yang lalu...Haruka menatap kosong Yamazaki yang sudah berbaring di atas kasur. Selama hampir satu jam, posisinya masih tetap duduk menatap pria itu. Dia memang sudah gila, merencanakan sandiwara dan jebakan ini dengan apik. Bahkan Haruka tak tanggung-tanggung membayar mahal untuk orang-orang yang terlibat dengan sandiwara yang dia lakukan.Posisi Haruka terjepit, dia tidak tahu lagi cara bagaimana agar dirinya bisa jadi milik pria itu. Dulu adalah kesalahannya, mengalah dan merelakan pria yang sangat dicintainya direbut oleh saudari kembarnya sendiri.Saat ini, dia tidak mau mengalah. Dia tidak mau ikhlas dan melepaskan lagi. Sudah cukup dia merasakan penyesalan luar biasa di hidupnya dulu. Saat ini dia tidak jahat, kan? Haruka tidak berniat untuk memisahkan Yamazaki dengan Gadis, dia hanya ingin menjadi salah satu bagian dari keduanya. Seharusnya tidak apa-apa, bukan?Haruka tersenyum menatap pria itu, lalu dia melihat
***Setelah selesai acara, Yamazaki langsung kembali ke ryokan. Ryokan adalah penginapan tradisional Jepang yang menakjubkan. Yamazaki memang sengaja memesan ryokan karena Gadis lebih senang menginap di sana daripada hotel. Dan sebenarnya saat ini dia diam-diam sedang memberi kejutan pada Gadis untuk merayakan empat tahun pernikahan mereka lusa. Yamazaki sengaja melarang Gadis ikut ke Kyoto karena ingin menyiapkan segalanya. Dia tidak boleh gagal lagi tahun ini karena saat tahun ketiga mereka menikah, Gadis langsung tahu kalau dia dulu telah menyiapkan kejutan. Tahun keempat ini ingin sekali merayakannya dengan cara yang indah. Tahun keempat, Yamazaki hanya ingin membuang sisa kesedihan di hati Gadis karena istrinya itu masih memikirkan kalau rumah tangga mereka belum juga dikarunia seorang anak.Yamazaki memilh Ryokan di Hoshinoya Kyoto. Hoshinoya adalah ryokan yang ada di tepi sungai Oigawara di kaki Gunung Arashiyama. Untuk bisa datang ke sini harus menaiki perahu d
***“Yamazaki kemana?” tanya Putri.“Oh, dia sedang ada tugas di Kyoto.”“Kamu nggak ikut, Nak?”Gadis menggelengkan kepalanya. “Tidak, Bu. Ini ada acara dari kekaisaran Jepang dan Yamazaki diundang secara khusus.”“Ah, iya. Suamimu itu kan salah satu aset Jepang dan juga kebanggaan dari negaranya,” puji Putri.Tiba-tiba Gadis ingat sesuatu tentang masalah Dhea yang mencoba meracuni Devano. “Ma, tadi Mesya cerita padaku kalau Dhea ada masalah, ya?”“Ah, iya. Nak. Dhea... saat ini dia sedang ada di kantor polisi. Dia ditahan karena percobaan pembunuhan pada Devano. Alhamdulillah... keadaan Devano sudah berangsur membaik dan saat ini sudah sadarkan diri. Ibu dan ayahmu besok Insya Allah mau jenguk.”“Astaghfirullah... Gadis juga terkejut saat Mesya cerita masalah Dhea. Gadis tidak menyangka kalau Dhea bisa sampai g
***Satu bulan telah berlalu...Haruka sudah pulih, dan anaknya pun sudah sehat. Dan selama itu juga tidak ada komunikasi dari Haruka pada keluarga Yamazaki. Dan seminggu itu membuat hati Yamazaki menjadi tenang karena tidak adanya desakan dari Haruka maupun Fumiko.Sedangkan Gadis, dia masih bimbang karena dia merasa akan ada rencana yang dipikirkan oleh Haruka padanya. Dia pun mencoba menenangkan hatinya, apalagi saat ini dia diminta Haruka untuk bertemu. Awalnya Gadis menolak, tapi akhirnya dia berubah pikiran karena penasaran apa yang ingin Haruka bicarakan padanya.“Oke. Aku ingin tahu apa yang nanti akan kamu lakukan untuk mengusik rumah tanggaku,” gumam Gadis. Lalu, dia meminum teh hangat untuk menenangkan hatinya.Tak menunggu lama, sosok wanita itu muncul di hadapan Gadis. Wajah Haruka terlihat lebih tirus dan juga kelelahan, mungkin wanita itu begadang karena mempunyai seorang bayi.“Maaf, aku datang sedi