“Aku peduli demi anak-anak kami,” bantah Roni, dia masih tak rela dengan keputusan Siska memilih Pasha.“Vit, aku masih bingung dan ragu.”Kavita yang sedang meminum es cokelatnya, perlahan menoleh ke arah Siska. Saat itu mereka sedang berada di kantin kantor untuk makan siang.“Bingung kenapa? Ragu kenapa?”“Soal Pasha ....”“Memangnya kenapa sama Pak Pasha?”Siska menarik napas panjang. Kavita memang sudah tahu tentang rencana pernikahannya dengan Pasha, dan dia ikut bahagia.“Apa keputusanku untuk menerima Pasha terlalu buru-buru, ya?” tanya Siska gundah.“Memangnya harus melalui masa pendekatan berapa lama sampai kamu merasa siap? Pacaran dulu seperti anak-anak remaja?”Siska menggeleng.“Aku sama Pasha bukan anak remaja lagi, jadi sudah bukan jamannya untuk pacaran. Aku malu sama Saga dan Cilla ....”Kavita mengangguk mengerti.“Tapi kamu menerima Pak Pasha bukan karena tujuan lain kan?”“Tujuan lain apa?”“Aku bukannya nuduh kamu, Sis—maaf, takutnya kamu cuma menjadikan Pak Pash
“Tapi kalau Om Pasha berani macam-macam sama Ibu, aku yang akan pertama kali maju dan menuntutnya.” Saga berkata tegas.“Aku juga nggak akan tinggal diam, kita keroyok Om Pasha bareng-bareng!” timpal Cilla.Siska tersenyum dalam tangisnya, bersyukur memiliki anak-anak yang pengertian seperti mereka.“Pasha, bisa kita bicara?”Setelah anak-anaknya kembali ke kamar masing-masing, Siska menghubungi Pasha melalui sambungan telepon.“Malam-malam begini? Apa yang terjadi, Sis? Tidak ada masalah, kan? Roni tidak ganggu kamu kan?”“Tidak kok, Sha ....”“Terus? Kamu tidak mungkin menghubungi aku malam-malam begini kalau bukan karena sesuatu yang sangat penting kan?”Siska mengangguk, meskipun Pasha tidak bisa melihatnya.“Ini memang sudah terlalu malam, kalau begitu besok saja kita bicara di kantor ....”“Tapi kamu tidak apa-apa kan? Suara kamu kedengaran gelisah, Sis.”“Aku tidak apa-apa, sampai jumpa besok. Maaf kalau sudah membuat kamu khawatir,” ucap Siska setengah menyesal karena terlalu
Usai acara penyematan cincin pertunangan, acara dilanjutkan dengan makan-makan dan obrolan santai. Kedua orang tua Siska terlihat sedang beramah tamah dengan orang tua Pasha“Terima kasih, ya?” ucap Pasha sambil menggenggam tangan Siska. “Kali ini kamu menerima aku?”“Aku justru mau minta maaf sama kamu,” balas Siska seraya memandang Pasha yang malam itu nampak necis dengan jas lengkap dan rambut rapi. “Aku tidak bisa menjadikan kamu sebagai yang pertama ...”“Aku lebih senang kalau bisa jadi yang terakhir buat kamu,” sahut Pasha sungguh-sungguh. “Nanti kita sama-sama membesarkan anak-anak kita berdua.”Pasha tersenyum di balik wajahnya yang berpendar terkena cahaya lampu, sementara Roni yang melihat semua pemandangan itu dari jauh harus memaksa dirinya untuk banyak-banyak sadar diri.Bahwa kecantikan Siska kini tidak lagi miliknya seorang, bahkan sudah bukan miliknya lagi.“Ayah, ayo makan!” ajak Saga yang terlihat tampan dengan jas dan dasi kupu-kupu. Rambutnya yang hitam legam seng
“Tidak, dia anak yang sangat baik.” Roni menggelengkan kepalanya. “Aku harap acara kamu dan Siska berjalan lancar.”“Terima kasih,” sahut Pasha sambil tersenyum tipis.Siska mndadak muncul dan menyela percakapan mereka.“Runa belum mau pulang,” katanya memberi tahu Pasha.“Mungkin dia masih mau main,” timpal Pasha. “Kita bisa menjemputnya lagi nanti sore.”Siska menarik napas, kemudian menganggukkan kepala.“Baiklah,” katanya, kemudian dia menoleh kepada Roni. “Aku titip Runa lagi ya, kabari aku kalau dia sudah mau pulang.”“Tentu saja,” angguk Roni setuju. “Untuk sementara biarkan dulu dia main di sini sampai puas.”Setelah berpamitan kepada Aruna, akhirnya Siska pulang ke rumahnya sendiri bersama Pasha.“Kenapa wajahmu begitu?” komentar Pasha sambil menyetir. “Kelihatannya kamu tidak senang Runa main lebih lama di rumah ayahnya?”“Bukan begitu,” bantah Siska. “Aku cuma berpikir ... apa Ririn bisa bersikap baik sama Runa.”Pasha mengangguk paham.“Kamu bisa tanya sama Runa kalau dia
Saat Pasha meraih tangan Siska dan menyematkan sendiri cincin itu ke jarinya, seketika Siska teringat dengan momen saat Roni yang memasang cincin itu agar melingkar dengan manis di jarinya.Tanpa sadar, Siska tersenyum haru mengenangnya. Saat dia mendongak, dia sadar bahwa di hadapannya kini adalah Pasha yang baru saja resmi mempersunting dirinya dengan disaksikan para tamu yang hadir.Termasuk ayah Saga.“Selamat ya, Sis?” Kavita menjadi salah satu orang yang berbaris untuk menjabat tangan Siska setelah acara berakhir. “Terima kasih, kamu tahu Runa di mana?” tanya Siska.“Aku lihat dia bersama Saga,” jawab Kavita sambil berlalu dengan teman kantor mereka.Siska dan Pasha tertegun saat Roni dengan begitu ksatria mendatangi mantan istrinya dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka sambil tersenyum penuh arti, setelah itu dia bergegas pergi meninggalkan sepasang pengantin itu.Segala cara yang diupayakan Roni rupanya tidak berhasil untuk menggoyahkan keputusan Siska agar membatalk
“Jangan campuri urusanku,” tukas Roni datar.“Kalau kamu butuh pelampiasan, masih ada aku yang halal untuk kamu sentuh.” Ririn menawari. “Aku kurang apa sih, Mas? Kamu bisa bebas melakukan apa saja sama aku. Kita juga harus berhubungan secara teratur supaya aku cepat hamil lagi kan? Kalau punya bayi, aku yakin kamu nggak akan kepikiran untuk nikah lagi ...”“Pikiranku kacau,” potong Roni frustrasi.“Kacau karena memikirkan mantan istri,” sindir Ririn. “Aku lebih siap menemani kamu bercinta sampai pagi. Paling nggak pikiran kamu bisa lebih rileks karena mendapatkan pelampiasan yang benar.”Roni memikirkannya matang-matang, akhirnya dia setuju untuk menyentuh Ririn demi mengalihkan pikirannya dari Siska yang telah resmi menjadi istri Pasha.Roni merasa tubuh letihnya itu bersanding di hadapan Ririn, tetapi tidak dengan jiwanya.Hanya lembaran kosong yang dia rasakan, hampa ....Siska sedang mengepak baju-bajunya dan baju Pasha sebagai persiapan untuk bulan madu mereka ke vila di puncak.
“Sudah Yah, aku kekenyangan!” jawab Aruna. “Apa aku merepotkan Ayah kalau aku di sini?”“Enggak, kenapa?” tanya Roni sambil melepas pelukannya, dia sibakkan rambut hitam Aruna ke belakang kepalanya. “Ayah senang kamu di sini, tapi kenapa kamu nggak ikut liburan sama ibu dan Ayah Pasha?”“Karena aku mau menemani Ayah,” jawab Aruna jujur. “Kalau aku ikut sama ibu dan Ayah Pasha, Ayah sama siapa?”Roni tersenyum tipis dan tidak menjawab, dia lantas menggandeng Aruna untuk masuk ke dalam rumah. Dia berniat untuk menyenangkan hati anaknya selama berada bersamanya.Sementara itu, Siska dan Pasha sampai di vila yang sudah mereka pesan setelah melalui perjalanan jauh yang lumayan macet dan melelahkan. Meskipun begitu, udara yang bersih dan sejuk segera memulihkan suasana hati mereka, terutama Siska yang sebelumnya hancur mood karena sikap Roni.“Kita istirahat dulu, yuk?” ajak Pasha.Siska mengangguk dan mengikuti langkah-langkah kecil suaminya ke dalam vila.Setelah selesai makan sambil mele
“Halo Runa!” Siska lega sekali saat mendengar suara Aruna, kekesalannya terhadap Roni tadi seakan menguap hilang begitu dia mengobrol dengan putrinya.“Tidak ada masalah kan?” tanya Pasha begitu Siska meletakkan ponselnya di meja. “Runa sedang apa di sana?”“Tidak ada,” jawab Siska. “Runa cerita kalau seharian tadi dia bermain macam-macam sama pelayan di rumah.”Pasha memperhatikan raut wajah Siska lekat-lekat.“Kenapa kamu kelihatan kepikiran?” tanya Pasha ingin tahu. “Apa yang dilakukan Runa tidak ada yang salah kan?”Siska terdiam, sesungguhnya bukan itu yang dia khawatirkan. Siska justru kepikiran dengan apa yang Roni ucapkan kepadanya tadi. Mantan suaminya itu ternyata belum benar-benar melepasnya untuk Pasha. Dia bahkan telah bersumpah akan membuat Siska kembali kepadanya suatu saat nanti.“Sis, apa yang terjadi?” tanya Pasha ketika melihat Siska malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya. “Apa sih yang kamu pikirkan?”“Ah! Aku ...” Siska tergeragap kaget. “Aku cuma memikirk
Pasha mengangguk kuat-kuat, dia sendiri tidak habis pikir apa motif Ririn melakukan itu. Disuruh Roni kah? “Apa? Jadi Ririn adalah salah satu pelaku?” Siska terbelalak lebar ketika Pasha menyampaikan apa yang dilihatnya tadi. Pasha mengangguk. “Benar-benar keterlaluan, dia sudah bikin aku dan sahabatku malu luar biasa. Aku harus telepon Roni sekarang!” “Buat apa, mau bikin keributan?” “Istrinya yang kurang kerjaan, masa suaminya sampai tidak tahu?” Pasha juga sama herannya, dia tidak kuasa menahan Siska yang terlihat memendam emosi tak tertahankan. Sementara itu, Roni sedang berada di jalan ketika ponselnya berdering nyaring. “Siska ... Halo?” “Ron, kamu tuh bisa mendidik istri kamu atau tidak sebenarnya?” Siska langsung menyembur telinga Roni dengan api kemarahan. “Maksud kamu apa?” “Aku yang seharusnya tanya, maksud Ririn apa pakai ngumbar-ngumbar masa lalu aku di akun berita online?” “Aku tidak paham, ini aku juga baru saja dihubungi polisi karena Ririn ada di sana!” “B
Pasha memeluk bahu Siska dengan penuh kehangatan. “Aku janji akan menyelesaikan ini semua, aku juga resah sama pemberitaan itu.” “Maaf ....” “Jangan minta maaf, bukan salahmu.” Siska membalas pelukan Pasha dengan erat, dia bertekad ingin menatap langsung wajah pelaku yang telah mengganggu ketenangan hidupnya itu. “Pokoknya siapapun dia, aku mau dia dihukum berat.” “Pasti, biar dijadikan pelajaran oleh siapa pun untuk tidak menggali masa lalu seseorang seenak jidat.” Setelah pembicaraan mereka berakhir, Siska memutuskan untuk tidur karena dia ingin berangkat lebih awal ke kantor. “Gimana, Mas?” Di kediaman Roni, Ririn sedang menghidangkan secangkir teh hangat dan roti selai. “Aku dapat beberapa kontrak dari klien baru,” kata Roni memberi tahu. “Apakah klien itu dari mereka-mereka yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan saingan kamu?” “Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah tanya-tanya soal itu. Menurutku tidak bagus kalau kita terlalu menunjukkan kesenangan kita atas b
“Tapi aku belum punya bukti untuk menguatkan kecurigaan aku,” ujar Pasha menyesalkan. “Aku juga tidak mau kalau Cuma asal tuduh saja, semua kasus di dunia ini membutuhkan bukti.” “Kamu suruh orang saja untuk memata-matai Roni, cari yang profesional.” Ezra mengusulkan. “Oke, tapi aku juga harus tanya pendapat Siska dulu. Jangan sampai apa yang aku lakukan justru menimbulkan masalah baru.”Ezra memandang Pasha dengan sangat serius.“Kamu bertindak terlalu hati-hati ternyata.”“Bukankah harus? Keselamatan istri dan anak-anak sambungku juga harus dipikirkan,” kilah Pasha.“Aku setuju kalau yang kita bicarakan ini adalah tentang Shadan atau Monic yang agak-agak psikopat, tapi Roni? Aku bahkan tidak tahu menahu latar belakangnya selain dia adalah mantan suami Siska.”Pasha terdiam.“Dia pernah mendapat kontrak kerja di edisi sebelumnya,” katanya mengingatkan.“Ya, dua poin itu.”Setelah mempertimbangkan baik buruknya, pasha akhirnya setuju untuk mengintai Roni diam-diam.Beber
“Aku tahu Vit, kamu tidak perlu khawatir. Pasha tidak tinggal diam, aku yakin Pak Ezra juga akan berbuat sesuatu untuk pelaku yang sudah menyebarkan masa lalu kita ke orang banyak.” “Ezra juga mulai mengusut masalah ini, Sis. Biasanya dia kerja sama dengan suami kamu dalam segala hal kan?” Siska mengangguk. “Aku penasaran siapa pelakunya.” “Apa mungkin ... pelakunya adalah Yura?” Siska menatap Kavita dengan sangat lekat. “Tapi aku tidak ada urusan apa-apa sama Yura, Vit. Kalau betul dia pelakunya, maka sama saja dia sudah mengibarkan bendera perang terhadapku.” Kavita diam sambil berpikir. “Betul juga, kalau sama aku sih wajar. Yura tidak punya motif apa-apa untuk menjatuhkan kamu atau perusahaan Pak Pasha.” Sepasang sahabat itu sibuk berpikir dengan logika masing-masing. “Otakku buntu, aku tidak punya tersangka yang bisa aku curigai.” Siska akhirnya menyerah. “Kalau begitu biarkan suami-suami kita yang menyelidikinya.” “Betul, kamu juga jangan terlalu kepikiran. Masa lalu b
“Maksud kamu? Dih, aku nggak sebodoh yang kamu pikirkan! Kalau orang sudah nggak percaya, tentu mereka akan beralih untuk mencari perusahaan baru kan? Nah, situasi ini bisa kamu manfaatkan, Mas!”Roni terdiam, betul juga apa yang Ririn katakan. Namanya persaingan bisnis, sah-sah saja kan jika dia mengambil kesempatan dalam situasi seperti apa pun?***Untuk pertama kalinya sejak berita tentang masa lalu itu terbongkar luas di platform digital, Siska dan Kavita bertemu di kafe untuk minum kopi bersama.Kalau biasanya mereka memilih kafe standar masyarakat umum, khusus untuk pertemuan kali ini mereka memilih kafe ekslusif demi kenyamanan privasi masing-masing.“Vit, bagaimana kabar kamu?” tanya Siska begitu mereka duduk berhadapan.Wajah Kavita tampak sayu seperti orang yang kekurangan waktu tidur yang berkualitas.“Aku? Baik, Sis.”Suasana sedikit canggung, sehingga Siska bingung bagaimana cara untuk mencairkannya.“Kita ... sudah lama tidak bertemu, ya? Jujur aku kangen ngopi-
“Jadi ... kita diam saja, Sha?”“Untuk sementara, nanti kalau mereka sudah tahu dan bergerak, baru kita ikut bantu.”Siska terpaksa setuju, dia geram sekali dengan si pembuat berita yang mengumbar masa lalunya.Bahkan Kavita juga ikut dikulik habis-habisan.Sesuai dengan rencana Pasha, Siska tidak berani menghubungi Kavita sejak berita tentang masa lalu mereka beredar. Bukan apa-apa, dia merasa tidak enak hati sendiri jika harus pertama kali membahas topik itu.Meskipun jauh di sudut hatinya, Siska juga sangat penasaran mengenai kebenaran pernikahan kontrak yang terjadi antara Kavita dan Ezra, bos mereka sendiri.“Sha, Pak Ezra bagaimana?” tanya Siska setelah berdiam diri selama beberapa hari tanpa mengontak Kavita. “Setiap aku bertemu sama dia, sikapnya tidak ada yang aneh ....”“Mustahil berita itu belum sampai ke telinga Pak Ezra!” bisik Siska dramatis. “Kecepatan informasi di jaman ini kan benar-benar gila, Sha. Aku khawatir seandainya tanpa sepengetahuan kita, Pak Ezra d
“Besok ayah traktir sepuasnya, ayah baru saja dapat kontrak kerja ....”“Yes!”“Makan-makan!”Siska dan Pasha tertawa lebar bersama anak-anak mereka.Ketika kebahagiaan mewarnai keluarga baru Siska, hal yang berbeda justru tengah dirasakan Roni dan istrinya.Semangat Roni yang tadinya menggebu-gebu kini seolah tidak lagi ada, seluruh harapan yang semula dia pikul di pundak seketika luruh tanpa sisa.“Apa mungkin kamu bikin kesalahan yang bikin pemilik kontrak kerja itu nggak mau pilih perusahaan kamu, Mas?” tanya Ririn sok tahu.“Maksud kamu apa sih?”“Nggak mungkin kan kalau perusahaan kamu baik-baik saja, tapi kalah sama perusahaan suami Siska?”Roni melirik Ririn, ingin sekali dia mengomel karena ketidakpekaan istrinya. “Kamu tidak bisa baca situasi ya?”“Maksud kamu?”“Seharusnya kamu bisa lihat kan, apa yang aku rasakan sekarang ini?”Ririn melongo. “Kok jadi kamu yang terbawa perasaan sih, Mas? Aku kan tanya baik-baik ....”“Terserah,” potong Roni, dia berdiri dar
“Aku tidak bermaksud apa-apa, Rin. Takutnya kalau kamu berisik terus, aku tidak bisa dengar apa yang dikatakan pembawa acara.”Ririn semakin sewot mendengar alasan Roni yang menurutnya konyol sekali, memangnya suara dia sekeras apa coba?“Rin, lihat! Sebentar lagi akan diumumkan perusahaan siapa yang berhasil mendapatkan kontrak!” bisik Roni antusias.Mendengar ucapan Roni, kini giliran Ririn yang mengerutkan keningnya.Tadi katanya nggak boleh ribut, gimana sih. Perempuan itu membatin kesal.Di kursi lainnya, Siska dan Kavita tidak kalah tegang menunggu pengumuman pemenang kontrak. “Ezra atau Pak Pasha?” Kavita menoleh ke arah Siska.“Pak Ezra atau Pasha, bebas!”Kavita mengangguk, sebelah tangannya meremas jemari Siska untuk menyalurkan ketegangan yang terasa.“... akan ada dua perusahaan yang mendapatkan kontrak kerja ini, sehingga kolaborasi keduanya diharapkan bisa meningkatkan daya beli konsumen dan menjaga persaingan sehat di masa-masa yang akan datang.”Siska dan Ka
Ririn menganggukkan kepalanya seraya memahami layar laptop Roni yang menyala. “Dyaksa Company, itu perusahaan Siska?” celetuk Ririn. “Bukan, itu perusahaan pesaing aku. Siska kerja di situ sudah lama, sejak aku masih merintis dari nol.” “Oh ya? Terus kenapa dia masih jadi pegawai di sana setelah kamu sukses?” Roni menarik napas, dia berusaha mengingat kembali momen ketika Siska tidak ingin berhenti kerja dari Dyaksa Company. “Katanya dia merasa sayang sama pencapaian dia di perusahaan itu,” ucap Roni lambat-lambat. “Siska nyaman bekerja di sana, jadi dia mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga demi pekerjaannya di Dyaksa Company. Padahal aku sudah bilang sama dia kalau aku sanggup memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, tapi dia tidak mau melepaskan pekerjaannya.” Ririn bahkan sampai melongo mendengar penjelasan Roni tentang alasan Siska. Kok bodoh banget ya Siska itu, pikir Ririn. Punya suami sukses, disuruh berhenti kerja malah nggak mau. Kan enak tinggal ongkang-ongkang ka