Dada Audi mendadak bergemuruh. Ungkapan rindu yang Darren ucapkan, seperti oase di padang sahara baginya. Menyegarkan di tengah dahaga tak berkesudahan. Meski ungkapan tersebut tak ubahnya sebuah kalimat lalu, yang mungkin sedetik kemudian akan hilang seiring sikap lelaki itu yang kembali dingin, biasa saja. "Maaf karena aku datang terlambat?" ucap Darren setelah menarik tubuh Audi ke dalam pelukannya. Perempuan itu hendak menarik diri, tetapi tak kuasa ketika dekapan itu terasa begitu kuat dan lekat. "Sebentar lagi. Biarkan aku menerima kenyamanan dengan memelukmu seperti ini."Audi akhirnya memilih diam. Tapi, ia tidak serta merta menganggap lalu sikap Darren yang menurutnya malam itu terasa lain. "Darr ...?""Hem?"Audi tampak ragu. Inginnya ia bertanya pada Darren mengenai sikap atau tingkahnya yang terlihat lain, cenderung pendiam. "Bolehkah aku tanya sesuatu?""Apa?""Eh, itu ... kamu kenapa?" tanya Audi setelahnya memejamkan mata, merasa malu dan tegang dalam tempo bersama
Pada kenyataannya Audi sama sekali tak berani merayu Darren yang sudah sangat jelas begitu ingin mendapat perhatian dari istrinya itu. Rasa malu yang amat sangat, membuat perempuan itu memilih berlalu dan pergi meninggalkan suaminya dalam diam. Sekarang keduanya sudah berada di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Kue yang sudah Audi buat khusus untuk Darren, ia pegang di atas pangkuan untuk dibawa ke rumah. Sepanjang jalan tak ada obrolan atau percakapan apapun yang terjadi di antara suami istri tersebut. Audi yang memang sudah menduga jika Darren tengah memiliki masalah, memilih untuk tidak memulai pembicaraan dan bersikap diam mengimbangi sikap Darren sejak keduanya masuk ke mobil. Di tengah perjalanan yang Audi rasakan hening meski ada Zain yang duduk bersebelahan dengan Pak Lutfi, mendadak mereka semua dikagetkan suara dering ponsel milik Darren. Lelaki itu kemudian mengambil smartphone miliknya dari balik saku jas, lalu melihat nama di layar ponsel yang tidak bisa Audi lihat
Malam semakin larut ketika akhirnya Audi memutuskan untuk tidur duluan setelah lelah menunggu Darren. Sudah sejak pukul sembilan ketika ia sampai rumah, sampai jam menunjuk ke angka dua belas malam, lelaki itu masih belum juga kembali. 'Mungkin ia memang sedang bersama perempuan itu sekarang.'Sakit? Sedikit perasaan itu Audi rasakan saat ini. Demi membayangkan kebersamaan Darren dengan perempuan bernama Tasyi, secuil hatinya merasa tak nyaman akan kemungkinan hal tersebut benar-benar terjadi. 'Harus meyakinkan hatiku sekarang bukan?' batin Audi lagi. Sejauh ini ia memang belum terlalu jauh terjerumus dalam jerat pesona Darren. Dulu ketika ia masih berstatus istri Darren di pernikahan pertama saja, Audi sama sekali tidak terpengaruh dengan sosok Darren yang katanya banyak digandrungi wanita-wanita cantik. Baik dari kalangan selebritis atau para wanita sosialita yang kerap berhubungan bisnis dengannya. Bagi Audi saat itu, ia hanya ingin berbakti dengan menyetujui permintaan kedua or
Pagi menjelang, Audi terbangun setelah merasakan sesuatu yang berat menindih perutnya. Perlahan membuka mata seraya beradaptasi dengan pencahayaan dari sinar mentari yang menembus kamar yang gelap dari sisi tirai jendela. Saat Audi sudah membuka matanya sempurna, bisa dilihat ada tangan besar memeluknya. Darren. Suaminya itu entah sejak jam berapa pulang dan tidur sembari memeluknya. Audi sama sekali tidak tahu dan tidak ingat. Tidurnya terlampau nyenyak sampai-sampai tidak menyadari pergerakan di atas ranjang, tempat tidur mereka. Sejenak Audi melihat wajah Darren. Kedua mata yang tertutup dengan rambut yang sedikit menutupi wajah. Acak-acakan, tetapi tetap menarik. Semalam Audi sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk teguh pendirian. Mencoba melupakan permintaan Darren yang ingin agar mereka sama-sama membangun perasaan cinta di hati masing-masing. Untuk itulah, saat bangun itu meski Darren mencoba mendekatinya dengan memberikan sebuah pelukan, Audi tak mau lama-lama memandang
Audi mungkin terkejut akan kedatangan seorang perempuan cantik dan terlihat lebih dewasa darinya. Tapi, tidak bagi Darren yang tampak biasa saja, bahkan cenderung cuek ketika sapaan selamat pagi terdengar di telinganya. Pengusaha itu hanya melepas pelukan di tubuh istrinya ketika hadirnya orang lain di kediamannya. "Maaf, apakah aku terlalu pagi datang?" tanya perempuan itu menatap Darren, lalu Audi gantian. "Itu kamu tahu," balas Darren ketus. Namun, perempuan itu terlihat biasa saja dan malah tersenyum demi menanggapi respon yang Darren berikan. Perempuan itu adalah Tasyi. Mantan kekasih Darren yang pagi itu datang ke rumah pengusaha tersebut bersama seorang perempuan lainnya. "Hai, kamu pasti Audi bukan?"Di saat Audi masih diam dan tak tahu harus berkata atau bereaksi apa, tiba-tiba ia malah didekati seiring tangan putih mulus terulur ke arahnya. "Aku Tasyi. Teman Darren."Saat mendengar nama yang tak asing di telinganya itu, Audi seketika berubah ekspresinya. Lebih ke kage
Darren menoleh pada Audi, seolah tuli akan pertanyaan yang keluar dari mulut Tasyi. "Aku harus segera pergi ke kantor."Entah maksudnya apa, tetapi Audi dengan cakap langsung mengerti ucapan suaminya itu. "Apa yang mau kamu makan pagi ini?" tanya Audi sembari mengambil piring kosong di depannya. Ia pun mengikuti aksi Darren yang pura-pura tak peduli dengan lontaran pertanyaan dari perempuan di seberangnya. "Apapun yang kamu buat pagi ini, aku akan makan," balas Darren sembari tersenyum. Sebuah senyum yang sudah membuat Tasyi harus merasa keki sebab tangannya yang juga menggantung karena Darren yang tidak meresponnya. Pemandangan di depannya saat ini jelas membuatnya marah. Ia kesal bukan main karena kehadirannya pagi itu yang ingin membuat sedikit kehebohan di kediaman Darren, malahan berbalik kepadanya. Bukan dia yang berhasil membuat Audi kesal, tetapi justru aksi Darren yang membuat dirinya menelan kekecewaan. 'Baiklah. Ini baru hari pertama. Bukankah masih ada hari-hari yang
Audi harus menelan kecewa ketika Darren lebih memilih pergi. Bukan menerima tantangannya yang menginginkan kembali ke rumah demi membuat seorang perempuan tak tahu malu bernama Tasyi kesal. Meski pada akhirnya Darren duduk di sebelah Pak Lutfi, tetap bagi Audi lelaki itu tak lagi peduli padanya. 'Aku kalah. Wanita itu lebih berharga dariku. Bahkan, sampai sekarang pun masih belum ada kejelasan mengenai siapa dia dan apa maunya datang pagi-pagi ke sini, lalu sengaja pergi bersama Darren.'Audi pun kemudian memilih untuk bersiap pergi. Perasaan takut memang ia rasakan seandainya Darren tahu jika dirinya keluar rumah tanpa izin. Tapi, rasa kesal dan emosi membuatnya tak berpikir panjang. Ia berencana untuk menemui Surya ke kantornya. "Anda mau ke mana, Bu?"Pertanyaan itu terlontar dari mulut salah seorang pelayan senior ketika melihat Audi dengan penampilan rapi dan -tentu saja cantik, hendak bersiap keluar dari rumah. "Saya ada urusan sebentar dengan teman. Nanti setelah selesai lan
"Kamu mencari gara-gara dengan menemui aku ke sini, Di," ucap Surya yang pagi itu sudah kedatangan Audi di hotel milik keluarganya. Lelaki itu memang santai saja dengan apapun yang akan terjadi pada bisnisnya jika Darren tahu istrinya datang menemui. Yang Surya takutkan justru pada diri Audi sendiri yang mungkin akan menerima konsekuensi atas kecerobohannya itu. "Cari gara-gara apa? Darren sepertinya sudah tahu tentang rencana bisnis yang akan aku jalani dengan kamu." Audi menjawab cuek, sembari mata yang mengincar sesuatu di atas meja di depannya. "Kamu jangan nekat. Darren belum memberi restu. Dia bisa saja marah dan merasa dilangkahi.""Jadi kamu takut?" sahut Audi yang pagi-pagi sudah dibuat kesal oleh kedatangan Tasyi di rumah suaminya itu. Rupanya kejengkelan Audi bisa Surya sadari. Sebab raut wajah temannya yang sejak datang sudah cemberut dan kesal. "Ceritakan padaku. Ada apa sebenarnya?" Pada akhirnya Surya memilih berkata lembut demi mengetahui hal yang sedang temannya