Sepanjang malam sampai pagi menjelang, tak ada ucapan yang keluar dari mulut Audi selain jawaban atas pertanyaan yang Darren ajukan. Selebihnya, perempuan itu lebih banyak diam dan mengurung diri. Sebenarnya Darren menyadari itu, tetapi ia memilih membiarkan aksi tutup mulut sang istri dibanding harus menyerah dengan bersikap lembek padanya. Entah mengapa, ia tiba-tiba kembali menjadi Darren yang kemarin, kembali angkuh dan egois.Tapi, sepertinya hal itu terjadi sebab kehadiran Surya yang mana sosok lelaki itu sedang ia curigai memiliki ketertarikan pada istrinya. Pertemanan yang terjadi sejak keduanya masih kecil, membuat rasa tak senang mulai menghinggapi. Darren cemburu, tetapi ia tidak mau mengakui itu. "Ada berapa agenda kita di luar hari ini?"Saat ini Darren sudah duduk di meja makan. Bersama Audi yang masih banyak menunduk dan menikmati sarapan dalam diam, juga Zain yang pagi itu diminta Darren untuk datang. "Satu saja jam tiga sore nanti," jawab Zain yang pagi itu juga i
Sesuai bayangan Audi, apa yang terjadi ketika ia duduk di ruangan kantor Darren, adalah satu hal yang membosankan sebab lelaki itu malah pergi rapat dengan para jajaran direksi. Sungguh, andai ia berani sebenarnya diam di rumah dan berbincang dengan para asisten rumah adalah hal yang lebih menyenangkan. Sekarang yang bisa Audi lakukan hanya bermain ponsel ditemani hidangan dessert yang sayangnya tidak membuat tergugah seleranya. Satu buah pesan masuk ke ponselnya ketika ia sedang asik berselancar di dunia maya. Pesan yang ternyata dikirimkan oleh Surya, segera ia buka dan baca. 'Aku sudah mengirimkan rencana bisnis kita ke email kamu. Kamu bisa cek, lalu beri saran dan komentar.'Setelah membaca pesan tersebut, lentiknya jemari Audi sudah berpindah menuju kotak email yang ada di layar wallpaper. Rencana bisnis, begitu judul yang Surya tulis di subyek email. Lalu, Audi buka sebuah pesan berisi file tersebut. Kemarin saat Audi dan Surya bertemu di restoran, sebenarnya selain karena
"Om Gunawan! Apa kabar? Lama kita enggak ketemu," sapa Audi yang mengurungkan niatnya untuk masuk ke ruangan khusus di kantor Darren. Audi yang sudah lama kenal papanya Sofi, merasa tak memiliki masalah dengan lelaki paruh baya itu. Sehingga baginya, menyapa Gunawan adalah satu keharusan sebagai seseorang yang memang saling mengenal. Senyum tampak di wajah Gunawan, papanya Sofi. Lelaki itu langsung memeluk Audi yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri sebab kedekatan hubungan Audi dengan Sofi yang tidak ia ketahui jika sudah sejak dua tahun lalu mengalami keretakan. "Kabar Om baik. Gimana kamu sendiri, Di. Gimana juga kabar keluarga kamu? Om harap semua permasalahan yang kalian hadapi bisa segera berakhir.""Terima kasih untuk doanya, Om. Karena berkat doa orang-orang yang masih sayang sama keluarga aku, termasuk Om tentunya, semua masalah keluarga kami sedikit demi sedikit berangsur membaik.""Ah, syukurlah. Om senang dengarnya. Tapi, ngomong-ngomong ... kenapa kamu bisa ada d
Entah sudah berapa lama Audi terpejam hingga dalam mimpinya ia merasakan momen dejavu yang membuat napasnya terengah-engah. Audi bukan sedang lari dalam mimpinya tersebut, tetapi ia seperti tengah merasakan satu kenikmatan yang tiada bisa ia ungkapkan selain melampiaskan melalui deru napas yang mirip seperti orang yang sedang berkejaran. Satu momen yang ia tangkap dalam mimpinya itu, ia seperti tak berbusana sama sekali, yang anehnya dirinya tidak merasakan kedinginan sedikit pun. Justru, sebaliknya. Audi merasa gerah dan kepanasan bukan main. Audi tidak melihat siapa pun dalam mimpinya itu. Yang ia tahu, ia bisa merasakan satu sentuhan demi sentuhan lain di sekujur tubuhnya. Sentuhan dari tangan seorang lelaki yang tidak tampak di mimpinya itu. "Ah!" Satu desahan lolos tanpa Audi sadari. Tapi, terdengar bergema di dalam kepalanya yang mendadak pening. Ya, Audi merasa pening. Sentuhan yang berakhir kenikmatan itu membuat kepalanya seperti ingin meledak. Audi tak tahu apa yang ter
Sudah satu jam Audi ditinggal pergi oleh Darren karena lelaki itu menerima panggilan dari seseorang bernama Tasyi. Entah siapa orang tersebut, Audi tidak pernah kenal atau mendengar nama itu sebelumnya. Ruangan tempat di mana Audi dan Darren pernah bercumbu mesra di dalamnya, kini tak ubahnya sebuah ruangan hampa dalam pandangan perempuan itu. Ia jelas bingung mau ke mana sekarang sebab tak ada penjelasan dari Darren atau kabar apapun dari suaminya itu. Di lain tempat beberapa waktu sebelumnya, Darren yang kini berdiri di ujung lorong lantai ruangannya, tengah menerima panggilan dari Tasyi. "Ada apa?"Pertanyaan Darren tanpa basa basi, hanya untuk mengetahui apa maksud dan tujuan perempuan itu menghubunginya. 'Darren, maaf kalau aku mengganggumu.'"Kamu tahu ini jam kantor. Aku masih sibuk dengan pekerjaan. Jadi, aneh sekali permintaan maaf kamu itu."Ucapan Darren terasa asing di telinga Tasyi. Perempuan yang dulu begitu Darren cintai, tak akan menyangka jika lelaki itu bisa berk
Audi sudah berdiri di depan Darren untuk pamit ketika sebuah panggilan dari Bagas mengganggunya. "Iya, hallo. Ada apa, Gas?" sapa Audi tak luput dari pengawasan kedua mata Darren. 'Ada sedikit problem, Mbak.'"Masalah apa?" tanya Audi belum paham. 'Ehm, Mbak lagi di mana? Bisa enggak pulang ke rumah sebentar.'Audi terlihat melirik pada Darren yang masih menatapnya intens. Ada keraguan di dalam diri perempuan itu jika harus meminta izin pada suaminya untuk mampir ke rumah menemui Bagas. "Ada masalah apa sebenarnya? Biar aku enak izinnya."Bagas tidak langsung menyahut ketika lelaki itu menyadari jika sang kakak sedang bersama suaminya saat ini. 'Ada Mas Darren di situ?'"Ehm, ya." Audi menyahut malas. Di seberang sana, Bagas sepertinya tengah berusaha mencari cara atau alasan yang tepat supaya sang kakak bisa menemuinya. Darren memang posesif, Bagas tahu itu. Tapi, tidak tahu kenapa mahasiswa tersebut sama sekali tidak terganggu atau mempermasalahkan sifat sang kakak ipar.'Aku
Pernyataan perempuan itu sebetulnya adalah tanda bahaya. Bisa saja Darren menganggap serius dan serta merta langsung menyergap Audi saking bahagianya. Tapi, lelaki itu tahu jika pekerjaan tetaplah lebih penting saat ini dan harus ia selesaikan cepat jika ingin menikmati waktu berdua dengan sang istri di bilik mewah mereka. "Hem. Aku pastikan tak akan telat."Audi beranjak pergi saat Zain izin masuk dan memberi laporan. 'Syukurlah. Darren memang selalu membuat aku cemas bila sudah beraksi,' gumam Audi yang merasa bersyukur karena kedatangan asisten pribadi Darren di saat salam perpisahan yang keduanya lakukan selesai. "Sepertinya keluarga Nayaka sudah tahu mengenai pembatalan pihak yang akan membeli rumah mereka." Zain datang mengabarkan berita mengenai usaha sang atasan membatalkan siapa saja yang akan membeli rumah Audi. "Kita memang belum memberi tahu mereka bukan?""Sesuai perintah Anda, Tuan."Darren mengangguk mengerti. Ia memang tidak mau mertuanya menjual rumah tersebut. Se
Marissa dan Audi saling menatap satu sama lain. Yang membuat keduanya tersenyum, lalu menggeleng. "Tumben sibuk di dapur. Emang kamu mau buat apa sih?" "Bikin kue, Mah.""Kue apa?" "Enggak tahu, apa aja yang sesuai sama bahan yang ada."Marissa yang masih terlihat lemah, kemudian memilih untuk duduk di seberang Audi yang kini mulai menakar bahan-bahan yang sudah ia ambil dari rak dapur. "Apa ini sogokan buat Darren?" tebak Marissa yang seketika mendapat tatapan bingung Audi. "Kok Mama tahu? Kayanya aku enggak bilang apa-apa deh. Si Bagas, yah?""Ih, kamu ini lucu. Mama 'kan baru turun, bisa-bisanya nuduh adik kamu itu!" sahut Marissa malah terkekeh. "Iya sih. Terus tahu dari mana dong?" Audi menatap penuh selidik. "Feeling seorang ibu itu kuat. Lagipula, Mama tahu Darren orang yang seperti apa. Dia yang tidak akan mudah memberikan izin jika alasannya tidak jelas."Audi masih diam. Penuturan Marissa masih dianggap tak masuk akal. "Jujur aja Mama kaget waktu dengar kamu sedang d