Aryo berjalan menghampiri Laras lalu ia duduk di tepi ranjang.
Laras duduknya agak menjauh dari Aryo supaya ada jarak di antara mereka berdua. "Maaf, Pak Aryo. Tapi saya udah punya suami, saya udah nikah jadi saya nggak bisa terima ajakan Bapak untuk menikah," ucap Laras yang berusaha untuk sopan karena walau bagaimanapun Aryo adalah orang yang sudah menolongnya tadi. Wajah Aryo terlihat tegang mendengar jawaban dari Laras yang sudah jelas merupakan penolakan untuknya. Baru kali ini ada seorang wanita yang langsung menolak dirinya. Seorang Aryo Malik, putra pemilik perusahaan terkemuka di kota ini yang pesonanya begitu luar biasa di hadapan wanita namun ditolak oleh Laras. Diam-diam Aryo menyunggingkan senyum tipis. Laras menolak dirinya dan menggunakan alasan sudah bersuami? Sungguh ia salut pada wanita cantik dan sederhana di hadapannya itu. "Saya tau kamu bohong, mana mungkin wanita muda seperti kamu ini sudah nikah. Kamu pasti bercanda kan?" Laras bingung mendengar ucapan Aryo. Bohong bagaimana? Memang ia statusnya sudah menikah! "Maaf, Pak. Tapi saya nggak bohong, saya serius saya memang udah nikah," kata Laras kukuh dengan ucapannya. "Saya nggak mau tau pokoknya kamu harus nikah sama saya!" kata Aryo tegas. Ia semakin yakin dengan keputusan yang ia buat tersebut. Melihat pribadi Laras hanya sebentar ia kenal namun ia sudah sangat yakin jika pilihannya tidak salah. Laras memang wanita yang tepat untuk menjadi istrinya, menjadi ibu untuk anak-anaknya kelak. "Nggak bisa, Pak." Laras merasa kesal akhirnya dengan Aryo. "Saya nggak mau tau, pokoknya kamu harus jadi istri saya!" "Tapi gimana mungkin, saya kan udah nikah nanti saya dosa kalau punya suami dua." "Tetep saya nggak peduli, kalau pun kamu memang udah nikah ceraikan laki-laki itu dan nikah sama saya!" Laras semakin kesal dengan Aryo, apa pria itu waras ya? Orang sudah menikah malah disuruh cerai. Bagaimana mungkin ia bisa bercerai dari Radit suaminya yang sangat ia cintai itu? Meski memang sekarang hubungan mereka sedang tak baik-baik saja namun ia takkan pernah meminta cerai dari Radit. "Kalau gitu saya mau pulang dulu, Pak. Terima kasih sudah menolong saya," kata Laras datar. "Oke. Saya anterin kamu pulang tapi kamu nanti balik ke sini lagi. Rumah ini selalu terbuka buat kamu. Oh iya siapa nama kamu?" "Saya Laras," jawab Laras tanpa melihat ke arah Aryo. "Laras nama yang cantik sama seperti orangnya," rayu Aryo tanpa ekspresi. "Terima kasih." Mau tak mau Laras tertawa dalam hati, niat hati merayu namun ekspresi di wajah Aryo sama sekali tak ada. Benar-benar aneh pria satu itu. Laras akhirnya pulang diantar oleh Aryo tentunya, pria itu mengantarnya tepat di tempat yang tadi mereka bertemu. Laras yang menyuruhnya untuk hanya mengantarnya di sana saja agar Radit tak melihat ia pergi dengan pria lain. Jika Radit sampai tahu dan sampai melihat ia bisa habis di tangan suaminya itu. "Nggak usah repot-repot, Pak. Biar saya yang buka pintu sendiri," kata Laras saat ia melihat Aryo akan turun dari mobil. Aryo hanya mengangguk saja. Ia melirik Laras yang turun dari mobilnya itu. Laras berjalan menuju kontrakannya, tepat saat itulah Radit baru saja pulang entah dari mana. "Bagus ya kamu udah berani pergi dari rumah! Masuk kamu sekarang!" bentak Radit murka. Tatapan marah terlihat sekali di wajahnya. Namun sekarang Laras sudah tak merasa takut. "Aku pergi juga ada alesan, Mas. Aku tadi denger suara perempuan di telepon pas aku ngangkat telepon di hp kamu, Mas. Siapa perempuan itu? Kenapa dia bilang dia butuh uang buat anaknya! Ada hubungan apa kamu sama dia, Mas? Jawab!" cecar Laras menahan tangisnya karena hatinya sungguh terasa sakit. "Kamu alesan aja! Kamu tuh salah denger, nggak ada perempuan lain! Kamu jangan aneh-aneh deh, berani banget kamu nuduh suami kamu sendiri selingkuh! Istri macem apa kamu hah? Udah kabur dari rumah dan pulang pulang malah nuduh aku sembarangan! Emang kamu ada bukti kalau aku udah selingkuh?" Radit membela diri. "Kamu nanya bukti? Itu tadi buktinya aku denger sendiri kalau perempuan itu minta duit ke kamu!" Laras tak bisa menahan air matanya yang mengalir di pipinya. "Udah kamu jangan banyak alesan! Sekarang juga kamu masuk!" bentak Radit sambil menarik tangan Laras. "Lepasin aku, Mas. Tanganku sakit," rintih Laras yang mencoba memberontak namun apa daya tenaga Radit jauh lebih kuat. "Lepasin dia!" seru Aryo yang berjalan ke arah mereka berdua. Laras terkejut melihat Aryo, begitu juga Radit. "Lo tuh siapa? Urusannya apa lu sama kami? Emang kami kenal sama situ?" balas Radit kasar namun tangannya tak melepaskan Laras. "Mulai sekarang kamu berurusan sama saya," kata Aryo datar. "Lepaskan Laras atau kamu akan tau akibatnya!" Radit segera melepaskan genggaman tangannya sedangkan Laras langsung memegangi tangannya dan mengusap-usapnya karena sakit. Genggaman Radit kuat sekali. "Lo pikir lu itu siapa bisa ngomong gitu hah? Lu tiba-tiba dateng terus ikut campur urusan rumah tangga gue sama istri gue tuh gimana maksudnya?" Aryo terdiam, jadi ternyata perkataan Laras tadi benar adanya? Ternyata wanita itu memang sudah menikah. "Saya calon suaminya Laras!" balas Aryo tegas dan penuh percaya diri. Radit terkejut bukan main mendengar pengakuan dari Aryo tersebut. "Apa? Calon suami? Laras itu istri gue, sekate kate aje lu kalau ngomong! Bisa gue tuntut lu dengan tuduhan mau ngambil bini orang bisa langsung dipenjara lu!" "Justru kamu yang bisa dipenjara karena udah semena-mena kasar sama Laras!" tandas Aryo telak. Ia memperlihatkan layar ponselnya dan terlihat video yang mana perbuatan Radit yang kasar kepada Laras. "Saya udah rekam perbuatan kamu di sini, ini cukup buat bukti yang bisa menjebloskan kamu ke penjara," ancam Aryo.Ancamannya ternyata berhasil karena Radit terlihat panik. Ia menyeringai puas melihat raut wajah Radit yang terlihat ketakutan itu."Sekarang kamu jelasin, Mas. Siapa perempuan itu? Apa bener kamu ada hubungan sama dia? Hubungan apa Mas?" cecar Laras lagi pada Radit."Iya. Aku emang punya hubungan sama dia, puas kamu!" sentak Radit.Laras terdiam, jadi apa yang ia pikirkan ternyata benar? Radit sudah mengkhianati dirinya."Tapi kenapa, Mas? Sejak kapan kamu selingkuh dari aku!" Laras menangis sambil memukul-mukul lengan Radit pelan namun Radit sama sekali tak bergeming."Kamu nggak perlu tau!" Radit pergi dari sana, ia pergi entah ke mana.Laras hanya bisa menangis sejadi-jadinya, hatinya semakin terasa sakit.Melihat itu, Aryo menjadi tak tega. "Kondisi kamu kacau mendingan kamu ikut saya ke rumah, biar kamu bisa menenangkan diri kamu," ajaknya.Laras sontak menoleh ke arah Aryo lalu ia menghela napas. "Nggak usah, Pak. Terima kasih tapi saya mendingan di rumah saya sendiri aja," to
Apa kata wanita itu? Wanita itu malah mengatainya pelakor? Laras merasa kesal mendengarnya, wanita itu yang bersalah sudah merebut Radit darinya dan wanita itu malah berani mengatainya? Sungguh tak bisa dibiarkan! "Udah jelas-jelas kamu itu lagi berduaan sama suami saya tapi kamu malah ngatain saya yang pelakor? Ngaca dong, Mbak! Minimal tau diri lah! Mana ada sejarahnya saya yang istri sah dikatain pelakor sama kamu yang pelakor ulung!" Laras meradang. Karena mereka sedang berada di tempat umum jadi tentu saja banyak orang yang menonton perkelahian mereka namun mereka tak peduli. "Radit kamu jelasin ke dia ini, kasih paham siapa aku sebenarnya!" tuntut wanita itu datar. Radit dengan takut-takut akhirnya melihat ke arah Laras. Ia menelan ludah dengan susah payah tampak gugup. "Iya, Ras. Dina itu sebenarnya istri saya," kata Radit pelan. "Yang lengkap dong! Saya ini istrinya Radit, istri pertama malahan." Dina menjelaskan dengan tegas. Bagai tersambar petir di siang hari ketika
Sejak itu, sudah dua hari Laras berada di rumah Aryo untuk mempersiapkan peperangannya.Kini saatnya ia pulang. Untungnya, dia tetap didampingi oleh Aryo karena pria itu khawatir Radit akan kembali membuat Laras ragu untuk bercerai. "Terima kasih udah nganterin saya pulang, Pak," kata Laras saat ini ia bersama Aryo di mobil. "Nggak usah bilang makasih udah sewajarnya saya anterin kamu karena sebentar lagi kamu bakalan jadi tanggung jawab saya sepenuhnya, kamu bakalan jadi istri saya," balas Aryo. Laras menghela napas. "Iya, Pak. Setelah saya cerai dari orang itu saya bakalan jadi istri Pak Aryo." "Ya udah kalau gitu kita masuk, saya bantu kemasi barang-barang kamu." "Nggak usah, Bapak tunggu di sini aja..." "Pokoknya saya ikut masuk takutnya nanti orangnya dateng kamu bisa bahaya, Laras." Laras pun menurut saja, ada benarnya juga ucapan Aryo itu. Radit kan orang yang kejam jadi takutnya ia bisa nekat jika ia tahu mereka akan segera bercerai. Jangan lupa, Radit sendiri yang me
Aryo menghela napas. "Ma, yang paling penting kan dia bisa hamil kalau soal status mau dia janda atau gadis kan nggak masalah," bantahnya."Aryo dengerin Mama! Kalau kamu bilang begitu itu sama aja kamu mau bikin Mama malu terutama di hadapan si ular itu!""Siapa yang kamu sebut wanita ular ha?" Sekar, seorang wanita setengah baya yang baru saja masuk ke ruangan itu. Rita melengos tak sudi menatap Sekar. "Ngapain kamu dateng ke sini? Udah gitu masuknya main nyelonong aja tanpa permisi," katanya sinis. "Suka suka saya lah," balas Sekar dengan santainya lalu ia pun duduk di samping Aryo. Aryo hanya diam saja melihat kedua wanita itu, ia menghela napas pasrah. "Kalau gitu aku keluar dulu," pamit Aryo. "Permisi, Tante Sekar." Sekar mengangguk namun wajahnya tampak judes, melirik Aryo pun ia tak mau. Aryo keluar dari ruangan itu, ia tak ingin menganggu mereka berbicara. "Saya dengar Aryo anak kamu itu sebentar lagi akan menikah," kata Sekar. "Iya dong! Emangnya kayak anak kamu yang
Tepat saat Radit akan mendekati Laras, Aryo datang menghalanginya dan langsung menendang pria itu hingga tersungkur di tanah. Pisau yang ia pegang pun terlempar jauh. Laras dan juga Dina yang melihat kejadian itu pun terperangah kaget sambil menutupi mulut mereka masing-masing. Laras tak menyangka jika Radit berani berbuat Nekat seperti itu. "Berani juga ya kamu di tempat umum seperti ini mau nyelakain orang," kata Aryo. "Lu lagi! Ngapain sih lu selalu ikut campur urusan gue?" seru Radit. Aryo langsung memukuli Radit agar pria itu tak bisa bicara lagi dan hanya merintih kesakitan akibat pukulan demi pukulan yang ia lakukan di perut dan wajah Radit. Radit terbatuk-batuk sambil memegangi perutnya dan tak lama para polisi datang untuk menangkapnya. Ia bicara kasar dan penuh umpatan yang ditujukan untuk Aryo dan terutama Laras. "Lepasin saya, Pak! Saya nggak salah," pinta Radit yang berusaha untuk melepaskan diri dari para polisi yang menahannya itu. "Nggak salah gimana? Tuh udah
"Gimana? Kamu udah siap?" tanya Aryo yang baru saja masuk ke dalam kamarnya Laras di hotel ternama yang ia sewa untuk Laras tinggali itu. Ya, sejak kejadian itu Aryo memang meminta Laras untuk tinggal di hotel untuk sementara waktu sebelum mereka resmi menikah. Ia tak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk kepada calon istrinya itu. "Udah kok, Pak." Aryo tersenyum, ia kagum melihat kecantikan Laras. Ia merasa tak salah dalam memilih pasangan hidupnya. "Kalau gitu kita langsung jalan?" ajak Aryo dan Laras mengangguk sambil tersenyum. Mereka berdua pun pergi ke suatu tempat dengan mobil mewah yang Aryo kemudikan. Ternyata mereka mengunjungi sebuah butik yang ternama dan tentunya amat mahal. Aryo lebih dulu turun dari mobil lalu ia membukakan pintu untuk Laras. Laras yang selalu diperlakukan seperti itu yaitu bak seorang putri oleh Aryo tersipu malu. Baru pertama kali ia merasa begitu dihargai oleh pria. "Makasih, Pak." Aryo hanya mengangguk saja. Ia dan Laras memasuki butik dan k
"Ma..." "Tentu aja kamu punya semuanya yang Mama mau, kamu cantik dan juga anggun, Laras." Aryo tersenyum lega mendengarnya begitu pula dengan Laras. Laras menghela napas lega. Rita tersenyum. "Sini, Laras. Ayo peluk Mama!" pintanya ramah. Laras menoleh ke arah Aryo meminta persetujuannya dan pria itu mengangguk. Maka ia pun memeluk Rita, ia lega ternyata calon ibu mertuanya itu tak semenakutkan yang ia pikirkan. Ternyata justru sebaliknya Rita adalah wanita yang baik hati. Rita lalu mengajak mereka ke ruang makan untuk makan malam bersama. Ia meminta Laras untuk duduk dekat dengannya, ia juga mengatakan kehadiran Laras sudah lama ia nantikan. "Kamu tau, Laras. Mama tuh udah lama banget loh nyuruh Aryo untuk menikah tapi dia malah mengelak terus, alesannya sibuk kerja. Itu cuma alesan," kata Rita. Laras tertawa kecil. "Gitu ya, Ma?" "Iya. Dan sekarang udah ada kamu di hidupnya Aryo jadi Mama tuh lega banget." Rita tersenyum. Laras melempar senyuman ke arah Aryo yang juga me
Apakah ancaman tersebut membuat Laras takut? Tentu saja tidak karena ia sudah kebal. Mengapa begitu? Ya tentu saja saat menikah dengan Radit ia sudah sering merasakan sakit baik fisik maupun hatinya. Karena itulah ia terlatih untuk tidak takut. Namun siapakah orang kurang kerjaan yang mengirimkan pesan pada Laras? Apakah Radit? "Kayaknya nggak mungkin deh kalau Radit, dia kan lagi di dalem penjara," gumam Laras membantah pikirannya tersebut. Tapi jika bukan Radit lalu siapa orangnya? "Ah udah ah nggak usah aku pikirin, nanti aku bilang aja sama Mas Aryo," kata Laras. "Ups!" ia reflek menutup mulutnya karena malu telah menyebut Aryo dengan sebutan Mas. Sebutan yang belum pernah ia ucapkan pada pria itu. Laras tersenyum sendiri dan mendadak ia salah tingkah. Apakah ia sudah mulai jatuh cinta pada pria yang mengajaknya menikah secara tiba-tiba itu? Yang jelas Aryo pria yang baik yang pernah Laras temui, namun secara pribadi ia belum terlalu mengenalnya. Bagaimana jika sikap pria itu
Aryo yang membaca pesan tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Raut wajahnya juga datar saja. Karena merasa haus ia pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Ia membuka kulkas lalu mengambil air dingin dan langsung ia teguk dari botolnya. "Makin nggak waras aja si Safira itu, bisa-bisanya dia ngaku kalau lagi hamil anakku." Aryo mendengus. Bagaimana bisa wanita yang merupakan mantan kekasihnya itu mengaku hamil anaknya sedangkan mereka berdua saja tak pernah lagi bertemu. Mendadak Laras terbangun dari tidurnya yang nyenyak itu. Ia menoleh dan kaget karena suaminya tak ada di sampingnya. "Mas Aryo ke mana ya?" tanya Laras pada dirinya sendiri setelah ia menguap. "Aku cari aja deh." DUAR! GLUGUR GLUGUR GLUGUR! Terdengar suara petir yang sangat kencang membuat Laras kaget dan refleks ia menutup wajahnya dengan bantal. Ya, ia memang sangat takut pada yang namanya petir. Ia pun menangis tersedu-sedu saking takutnya ia. "Mas Aryo aku takut," jerit Laras di antara tangisnya. Aryo
"Kinan, umumkan pernikahan kamu dan sekarang juga! Undang semua temen-temen kamu dan Kita akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah!" perintah Sekar sambil menatap Linda dengan tatapan yang sinis. Kinan dan Linda terkejut mendengar Sekar mengatakan hal itu. "Apa, Ma? Nikah? Ma, please aku sama Mas Saka tuh baru kenal itu pun baru itungan hari. Aku nggak mau buru-buru nikah, Ma..." "Kinan kamu itu selalu mendengarkan perintah Mama ini kan?" potong Sekar yang membuat Kinan mengangguk cepat. "Iya, Ma," lirih Kinan. Sekar tersenyum puas. "Kalau begitu kamu nggak ada alesan lagu untuk menolak perintah Mama kamu ini. Secepatnya kamu harus menikah sama Saka!" "Oke, Ma." Linda menatap ibu dan anak itu tak percaya. Apa pula dua orang ini? batinnya. "Pernikahan kamu dan Saka akan digelar besar-besaran di hotel paling mewah di negara ini," kata Sekar dengan sombongnya. Ia mengatakan kesombongannya itu persis di hadapan Linda. Linda tertawa mengejek. "Nikah di hotel mewah? Meman
"Hai! Perkenalken saya adalah calon suaminya Neng Kinan yang cantik mempesona," ucap Saka yang membuat kaget semua orang. Ya, keluarga Malik saat ini sedang berkumpul di ruang tamu menyambut kepulangan Laras dan Aryo dari berbulan madu. "Duh kamu tuh siapa sih kok tiba-tiba main kagetin orang aja kalau ada yang jantungan gimana!" hardik Linda yang merasa kesal pada Saka. Saka tak merasa sedikitpun takut pada Linda. Ia malah cengengesan. "Hehehe ampun deh Tante, saya kan enggak ada niatan tuk membuat kalian semua terkaget-kaget terbengong bengong melihat saya yang kece ini." Ia bahkan dengan penuh rasa percaya diri membuat pose dua peace. Tingkah tengil Saka tentu saja membuat Linda dan Rita geram. "Kamu tuh mendingan pergi dari rumah kami sekarang juga! Siapa juga yang ngundang kamu ke sini!" seru Rita. "Iya, dasar tidak jelas!" lanjut Linda. "Dia itu kok lucu ya, Mas," ucap Laras lalu ia terkikik pelan. Aryo diam saja karena ia merasa cemburu mendengar Laras
"Mas Aryo!" seru Laras yang membuat Aryo dan Safira panik. Dengan kasar Aryo melepaskan diri dari pelukan Safira. Safira cemberut kesal. Laras pun segera mendekati suaminya itu dengan langkah cepat. "Sayang kamu jangan salah paham ya..." "Siapa perempuan itu, Mas? Kenapa dia bisa meluk kamu seenaknya kayak gitu?" tanya Laras dingin. "Dia itu bukan siapa-siapa aku, kami nggak ada hubungan apapun. Kamu harus percaya sama aku," kata Aryo menjelaskan sambil mencoba untuk memegang tangan Laras namun istrinya itu menjauh darinya. Aryo menghela napas berat. "Terus kenapa kamu mau mau aja dipeluk peluk sama dia, Mas?" "Kalau gitu aku minta maaf, ok? Aku nggak tau kalau dia tiba-tiba dateng terus meluk aku." "Emangnya kenapa kalau aku datengin Aryo dan meluk dia? Masalah?" tanya Safira dengan gaya menantang. Laras menjadi geram mendengar hal itu. Wanita asing itu bertanya apa masalahnya? Jelas-jelas itu sebuah kesalahan besar karena ia sudah menggoda suaminya! Laras mendengus. "Kamu
[ Sayang? Kok kamu diem aja sih? Sayang? Hello? ] Aryo yang tak ingin Laras mendengarnya sedang ditelepon seseorang lantas ia pun pergi keluar kamar. [ Sayang? Kamu masih di situ kan? Jangan diem aja dong! ] [ Ngapain kamu telepon saya terus? Kita kan udah putus. ] balas Aryo tegas. Terdengar suara tawa wanita itu di seberang sana. [ Putus kamu bilang? Sayang, kita tuh nggak putus. Aku ini masih pacar kamu! ] [ Safira dengerin saya baik-baik jangan hubungi saya lagi! ] Dengan itu Aryo mematikan sambungan telepon, ia menghela napas kasar. "Aku harus secepatnya kembali ke kamar, takutnya Laras nyariin." Aryo kembali ke kamarnya dengan sang istri, ia terkejut melihat Laras ternyata tak ada di tempat tidur. Ke mana istrinya itu pergi? "Sayang? Kamu di mana?" panggil Aryo sambil mencari Laras di kamar mandi dan tak ada orangnya. "Sayang?" "Justru aku yang harusnya nanya sama kamu, Mas. Kamu tadi ke mana kok aku tadi nyariin kamu tapi kamunya nggak ada." Aryo berbalik dan ia le
Aryo menyeruput kopinya sambil melihat pemandangan dari balkon hotel. Pagi ini cuacanya sangat cerah, cocok untuk jalan-jalan nanti. Tanpa terasa ia dan Laras istrinya sudah tiga hari berada di Paris. Mereka sudah jalan-jalan menyusuri kota nan indah itu. Mereka juga merekamnya dan memotret kegiatan mereka untuk diabadikan. Ia pun juga merasa lega karena sudah berhasil mewujudkan impian Laras yang katanya sejak dulu ingin sekali pergi ke Paris. Ngomong-ngomong di mana Laras? Tak terlihat di manapun. Aryo menoleh ke arah Laras, rupanya istri tercintanya itu masih tidur pulas di kasur. Ia tersenyum ketika mengingat kegiatan mereka semalam yang sangat bersemangat sampai Laras lelah seperti itu. Laras menggeliat lalu ia pun membuka matanya perlahan. Ia menoleh ke sampingnya dan panik karena tak melihat keberadaan suaminya di sampingnya. Lantas ia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan ia memeriksa jam. "Udah jam sepuluh pagi nih, Mas Aryo ke mana ya?" gumam Laras sambil menguc
Linda menoleh ke arah Aryo, Laras juga kaget mendengar teriakan sang suami sedangkan Rita hanya biasa saja. "Kurang ajar ya kamu Aryo! Beraninya kamu bentak saya!" Linda melotot ke arah Aryo. "Tuh liat Rita, begitu ya hasil didikan kamu? Nggak punya sopan santun seperti itu." "Aduh udah deh, Kak Linda. Kakak tuh pagi-pagi malah udah bikin keributan aja," balas Rita sekenanya. Linda menoleh ke arah Rita lalu ia mendelik tajam membuat lawannya itu segan. "Ya udah deh, Kak. Iya saya yang salah deh saya minta maaf," ucap Rita setengah hati berkata seperti itu. Aryo menghela napas, ia pun segera pergi dari ruang makan. Laras terkejut tapi ia mengikutinya di belakangnya. "Mas Aryo kenapa malah pergi sih?" tegur Laras pelan. Mereka berdua pun berjalan kembali ke kamar mereka. "Aku males di sana." Laras merasa bingung dengan semua masalah yang terjadi di rumah ini, apa lagi ia masih baru tinggal di sana. Tapi yang dapat ia cerna memang para anggota keluarganya terlihat tidak saling
Aryo yang mendengar teriakan istrinya dari dalam kamar mandi langsung membuka pintu kamar mandi. Untunglah pintunya tidak dikunci dari dalam. Di dalam sana terlihat Laras yang hanya memakai handuk mandi sedang berjongkok ketakutan dan tubuhnya gemetar takut. "Sayang kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Aryo ingin memastikan keadaan sang istri. Laras lantas berdiri lalu ia memeluk Aryo, Aryo tampak semakin khawatir ketika Laras menangis di pelukannya. "Aku takut banget, Mas. Tadi aku ngeliat ada kecoa di situ," rengek Laras sambil mengeratkan pelukannya. Ia memang takut pada hewan yang satu itu. "Kecoa? Di mana, Sayang?" tanya Aryo. Ia sebenarnya juga bingung karena yang ia tahu tidak pernah ada kecoa di dalam rumahnya apalagi di kamar mandinya itu. Jelas saja, secara logika mana ada sih rumah megah bak istana tapi ada hewan seperti itu. "Itu tadi di sana, Mas. Aku tadi liat aku nggak bohong, aku takut banget sama hewan itu." "Ya udah kalau gitu kamu aku anterin ke kamar
Apakah ancaman tersebut membuat Laras takut? Tentu saja tidak karena ia sudah kebal. Mengapa begitu? Ya tentu saja saat menikah dengan Radit ia sudah sering merasakan sakit baik fisik maupun hatinya. Karena itulah ia terlatih untuk tidak takut. Namun siapakah orang kurang kerjaan yang mengirimkan pesan pada Laras? Apakah Radit? "Kayaknya nggak mungkin deh kalau Radit, dia kan lagi di dalem penjara," gumam Laras membantah pikirannya tersebut. Tapi jika bukan Radit lalu siapa orangnya? "Ah udah ah nggak usah aku pikirin, nanti aku bilang aja sama Mas Aryo," kata Laras. "Ups!" ia reflek menutup mulutnya karena malu telah menyebut Aryo dengan sebutan Mas. Sebutan yang belum pernah ia ucapkan pada pria itu. Laras tersenyum sendiri dan mendadak ia salah tingkah. Apakah ia sudah mulai jatuh cinta pada pria yang mengajaknya menikah secara tiba-tiba itu? Yang jelas Aryo pria yang baik yang pernah Laras temui, namun secara pribadi ia belum terlalu mengenalnya. Bagaimana jika sikap pria itu