"Terus sekarang bagaimana? masak pakai korset?" tanya Safia "Eeh ... jangan! Kalau sesak nafas bagaimana?" tanya Manan dengan rasa cemasnya.Safia mengulum senyum, ternyata pria itu, begitu sayangan pada anak yang dalam perutnya walaupun kehadirannya bukanlah buah cinta kasih dengan Manan."Sini, coba kulihat! Apa terlihat besar?" tanya Manan dengan menarik tangan Safia lalu membalikkan badan wanita itu dan menatap dengan seksama."Masih seimbang dengan pipimu," jawabnya sambil menepuk pipi Safia yang mulai gembul itu." ucapnya sambil terkekeh.Sofia mengerucutkan bibirnya, dia kesal karena dibilang gemuk. "Aku kamu kan karena kamu, Coba malam itu kamu tidak marah dengan melakukan itu padaku aku takkan hamil anakmu," ucapnya sambil meninggalkan Manan."Memangnya kenapa kalau kamu hamil kamu kan istriku, anak itu hadir setelah pernikahan," ucap Manan yang menyusul Safia sudah membawa baki yang di atasnya berisi minuman dan makanan yang diberi mertuanya tadi.Mereka pun berjalan ke ru
"Mama, Sudah jangan terlalu menekan Safia dan juga Manan kalau memang Safia hamil nanti juga akan ketahuan kan biarkan saja mereka menyembunyikannya ke kita, mungkin Manan malu, karena Aman masih sangat kecil atau takut kau marah juga kalau Safia hamil saat Amar benar-benar masih kecil," ucap Ayah Manan."Iya betul juga, sudah terserah kalian kalau mau menyembunyikan hal gembira ini pada kami. Kami juga tidak apa-apa," sahut Mama Manan sambil menyeledot. Wanita itu benar-benar sangat kecewa dengan putra dan menantunya itu. Kenapa hal yang terpenting seperti ini mereka sembunyikan dari orang tua mereka."Kalau begitu kita ya jeng, toh kita sudah tahu alasan mereka Kenapa tidak datang ke rumah kita itu karena ada sesuatu yang disembunyikan dari kami," ucap Mama Manan."Ma, jangan buru-buru pulang, tunggu Mas Manan keluar apa Mama tidak kangen sama cucu mama," tanya Safia."Mama kangen sih cuma Mama itu kecewa sama kalian berdua hal sebesar ini kenapa harus sembunyikan," ucap sang mama
Manan menghebuskan nafas lalu menoleh ke Safia yang berdiri di samping dengan tatapan sedih melihat mobil mertua itu pergi menjauh dari rumah.Ayo kita, masuk, setidaknya mereka telah tahu kamu hamil, Mama hanya sebentar kalau marah," ucap Manan sambil berjalan masuk kedalam rumah. Safia akhirnya mengikuti pria itu masuk kedalam tanpa bisa bicara apapun.-0- Waktu berlalu kadang sang ibu datang, kadang pula sang mertua yang datang dengan membawa makanan, saat kandungan Safia menginjak tujuh bulanan Kedua wanita paruh baya itu sibuk menyiapkan untuk acara tujuh bulanan. Manan sudah tidak bisa berkutik saat mereka memegang kendali penuh terhadap acara itu.Waktu kembali bergulir sangat cepat usia kandungan Safia saat ini berusia 9 bulan 10 hari, hari itu pun merasakan kesakitan hingga Manan meminta tolong pada sopirnya Untuk mengantarkan Amar ke orang tuanya Sedangkan dia sendiri mengantarkan Safia ke rumah sakit sambil menghubungi sang sahabat. Dengan sangat panik ia menggendong Sa
Tiga hari paskah melahirkan, Safia pun di perbolehkan pulang, tanpa bertanya lagi pada Safia, ia pun menyewa seorang Suster untuk merawat Amar sang putra.Seorang suster yang bekerja paruh waktu di rumahnya menggendong sang bayi mungil nan cantik itu.Manan pun meraih tas dan merangkul pundak Safia serta memapahnya berjalan keluar rumah sakit."Apa kau yakin kuat berjalan sehabis melahirkan, kalau tidak akan kuambilkan kursi roda untukmu," ucap Manan."Tidak perlu," jawabnya ketus"Kau Kenapa? Nada bicaramu begitu tidak enak didengar sama sekali," tanya Manan."Tidak apa-apa," jawab Safia singkat sambil melirik suster yang berjalan di samping kiri Manan."Apa kau sedang cemburu?" bisik Manan di telinganya."Untuk apa juga aku cemburu, kita sama-sama tidak punya perasaan cinta bukan?" ucap Safiah lirik tetapi masih bisa di dengar oleh Manan."Baguslah kalau kau ingat Itu, lagi pula suster itu tidak sesuai dengan seleraku jadi aku tidak akan tertarik jadi jangan khawatir," ucap Manan"S
"Maaf apa nyonya marah, Tuan?" tanya Ira istri Andi."Tidak, denganmu, tetapi denganku, sudah biarkan saja Ia tidak akan bisa marah terlalu lama, memang aku belum membicarakan tentang kamu yang akan membantu bersih-bersih di rumah ini. Ini kau bawa di kamar Nyonyamu!" perintah Manan lalu menoleh pada suster yang menggendong putrinya itu."Baik, Tuan," ucap Ira sambil berlalu dihadapan mereka."Ayo ikut saya saya tunjukkan di mana kamarmu! Nanti kau tidur dengan anak-anakku," "Baik Pak! Tetapi apa saya boleh pulang dulu, Pak, nanti karena saya belum membawa pakaian ganti saya?" tanya perawat itu pada Manan."Silahkan tetapi jangan terlalu lama! Karena, sebentar lagi juga amar akan diantar ke sini. Biar nanti sopir yang mengantarmu untuk mengambil pakaianmu!" ucap Manan sambil berjalan mendahului perawat itu.pria itu berjalan menaiki tangga dan menuju ke ruangan yang baru selesai direnovasi beberapa hari yang lalu.di rumah dan di lantai atas itu memang ada beberapa kamar yang tidak te
Safia pun dengan susah payah bangun dan akan menarik Amar untuk membawa ke pangkuannya tetapi suara bariton dari Manan, membuatnya berhenti."Operasimu itu belum kering betul Safia, jangan mengangkat yang berat-berat, aku membawa Amar kemari agar kamu tidak marah padaku, semua kulakukan padamu agar kamu tidak punya pikiran bahwa aku tidak memperhatikanmu," ucap Manan sambil berjalan ke ranjang lalu, mengangkat Amar lalu meletakkan dipangkuan Safia."Hemm," jawab Safia sambil menatap ponakannya dan sekaligus putra sambungnya yang menatapnya rindu pada dirinya, tangannya bocah lelaki berusia satu tahun itu menyentuh pipi safia, sudah tiga hari Amar tidak bertemu dengannya bocah itu sangat merindukan Safia."Mama mama," panggilnya pelan lalu tangan kecil menyentuh perut Safia."Dedek," ucap bocah kecil itu."Kamu ingin melihat Dedek," tanya Manan pada putranya itu.Bocah lelaki kecil itu menoleh dan mengangguk Lalu tertawa menunjukkan beberapa gigi yang baru tumbuh.Manan meraih bocah i
Tiga hari kemudian Manan dan Safia melakukan perayaan pemberian nama, Perayaan itu bersama dengan ulang tahun Amar yang pertama kali, perayaan itu di laksanakan dengan sangat meriah di hotel yang berbintang lima, Amar didadani dengan memakai tuksedo dengan dasi kupu-kupu yang menambah ketampanan dan kelucuan.Sedangkan Safia mengenakan gaun malam yang indah dan elegan nampak pas di tubuhnya begitu juga perawat yang merawat Erina dan Ammar juga memakai gaun malam yang tak kalah indahnya.Manan tidak membolehkan Safia untuk mengangkat beban sehingga ia tidak di perbolehkan untuk menggendong buah hatinya itu sungguh itu membuatnya jengkel.'Ini perayaan anaknya siapa dan menyapa justru suster itu yang tampil di depan bersama suamiku dengan menggendong Erina putriku itu dengan senyum lebar seolah dia tuan rumahnya,' pikirnya sedih Manan menoleh ke kanan dan kiri mencari di manakah Safia, karena yang ada di sampingnya justru adalah suster Arra yang sedang menggendong baby Erina, Dia pun a
Memasuki acara inti yaitu pemotongan rambut sebagai simbol lalu setelah itu acara inti selesai dilanjutkan dengan makan bersama, malam semakin larut sepertinya Safia sudah sangat lelah ia pun menyuruh suster Arra untuk mengambil alih putrinya wanita itu menurut, padahal dia sangat begitu kesal dengan Safia dan Manan pasalnya beberapa kali menyuruhnya melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya.perlahan semua undangan pun pulang dan ruangan begitu sangat sepi hanya keluarga Manan dan Safia yang tersisa.Mereka pun akhirnya keluar dari aula hotel dan memasuki mobil lalu meninggalkan hotel berbintang itu begitu pun juga Manan dan Safia serta suster Arra masuk ke dalam mobil dan tak lama kemudian berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan hotel tersebut.Amar sudah terlelap dan berbaring di bangku tengah bersama suster Arra. Satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai, mereka semua turun dari mobil.Manan membuka pintu tengah mobilnya dan menggendong Ammar dan membawanya ke dalam ruma
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan