“Kau masih sangat muda tapi sudah menjadi model terkenal, itu luar biasa,” puji Aylee sembari memandang takjub pada fisik Lucy yang begitu cantik menurutnya. Lucy tersipu, ia menunduk malu. Aylee dapat melihat jika Lucy ini adalah gadis yang baik, ia akan sangat senang jika Martin dan Lucy betul-betul menjalin hubungan lebih dari pertemanan.
“Kalau kau mau, kau juga sangat cocok jika menjadi model,” balas Lucy. Aylee terkekeh dan menggeleng cepat.
“Aku canggung di depan kamera, aku juga tidak fotogenic.”
“Itu karena kau selalu merendah, Ay. Kau sungguh cantik di kamera,” puji Martin yang langsung membuat Gabe menoleh padanya seketika.
“Hei bung, tak ada pria yang boleh memujinya selain aku. Jaga bicaramu!” gertak Gabe tiba-tiba, Aylee segera menggenggam tangan Gabe, meminta pria itu tak terpancing emosi.
“Aku hanya bicara fakta.” Wajah Martin mulai tak santai. Lucy cukup terkej
Gabe menyunggingkan senyumannya, ia lantas menurunkan tangan Dylan yang masih berada di dadanya.“Tentu kita bisa lebih dekat, jika itu hanya berkaitan dengan bisnis. Aku akan dengan senang hati menjadi mentormu,” ucapnya dengan bibir masih diselingi senyum.“Baiklah, meeting selesai dan aku harus segera bersiap menemui istriku, sampai jumpa nona White.” Gabe meninggalkan wanita itu dan menjumpai para relasi yang lain untuk berpamitan.“Cih, sombong sekali kau Gabe. Kau pikir aku tak tahu media kerap menyebutmu punya kekasih di belakang pernikahanmu. Lihat saja nanti!” sungutnya seorang diri, ia meneguk Champagnenya gusar.**Aylee sudah bersiap dengan kopernya, ia tak bisa berhenti tersenyum ketika melihat koper itu. Emma memperhatikan Aylee, wanita itu juga sedang mengemasi beberapa barang untuk dimasukkan ke totebagnya, Emma berencana pulang setelah Gabe dan Aylee pergi ke resort.“Menginap di res
Aylee terbangun dalam pelukan Gabe, ia mengamati wajah suaminya yang masih terpejam, tak selang berapa lama Gabe membuka matanya, ia tersenyum melihat Aylee tengah memandangi wajahnya.“Aku tahu aku setampan itu, kau menatapku sampai tak berkedip.” Aylee terkesiap, ia langsung memalingkan wajahnya, merasa malu. Gabe terkekeh. Ia lantas meraih dagu Aylee dan mencium lembut bibirnya.“Hari ini kita ke mana?” tanya Aylee setelah mengakhiri ciumannya.“Kita akan berjalan sedikit menanjak menuju Air terjun. Tour guide bilang akan lumayan banyak anak tangga yang akan kita lalui. Apa kau tak apa?” Gabe membelai wajah Ayrin yang sehalus porselen, membuatnya tak bisa berhenti melakukan itu.“Kau akan menggendongku jika aku lelah kan?” candanya.“Kapan pun kau pinta, aku akan siap.”**Dan yang terjadi adalah Gabe mencoba mengatur nafasnya, tubuhnya ia sandarkan pada pegangan tangga ya
Aylee meringkuk di kasurnya, air mata tak berhenti mengalir dari kedua matanya yang indah. Gabe usai membersihkan dirinya. Dengan hanya memakai kimono, ia mendekati istrinya.“Sayang, maafkan aku. Gara-gara aku cincinmu jatuh. Dengar, aku akan membelikanmu cincin yang lebih mahal dan lebih indah dari sebelumnya,” ucapnya seraya membelai kepala Aylee.“Itu tidak akan sama, itu cincin pernikahan kita Gabe.” Aylee bangkit dari berbaringnya.“Sayang, itu hanya simbolis. Cinta kita tak bisa diukur hanya dari sebuah cincin.” Gabe merengkuh kedua sisi wajah Aylee.“Perasaanku tak enak.”“Tak akan terjadi apa-apa pada pernikahan kita, sayang. Aku sangat mencintaimu.”Aylee berusaha untuk tersenyum, namun hatinya masih gusar, ia merasa hatinya diliputi kegalauan.“Besok kita ke hutan kupu-kupu. Itu akan membuat suasana hatimu membaik,” hibur Gabe. Sesungguhnya ia juga mera
“Dengar, aku bukan anak kecil yang bisa kau bohongi. Tinggalkan aku, jika kau berat meninggalkanku karena kau butuh uangku, aku akan tetap memberimu tunjangan setiap bulannya. Tapi jangan hancurkan rumah tanggaku ok?”Michelle menyeringai, namun matanya menyiratkan kepedihan.“Aku sudah cukup banyak uang brengsek, namun anakku butuh sosok ayahnya.”Gabe kini yang menyeringai.“Aku tak pernah melakukannya padamu tanpa pengaman, sekali pun tak pernah. Jadi bisa kupastikan jika kau sungguh hamil sekarang, maka itu bukan anakku.”Michelle menatapnya sinis.“Kau menuduhku selingkuh?”Gabe terdiam, ia juga sebetulnya tak berpikir bahwa Michelle bisa menyelingkuhinya.“Maka kau bohong soal kehamilanmu.” Gabe memandangnya putus asa. Ia sungguh berharap Michelle hanya sedang berbohong.“Aku sungguh hamil, brengsek!” Michelle memperlihatkan surat dari obgyn ya
Martin menunggu Aylee di salah satu restoran favorit mereka, ia beralasan ingin bercerita perihal hubungannya dengan Lucy, padahal Martin hanya ingin melihat apakah ada tanda-tanda Michelle sudah mulai merusak hubungan Aylee dan Gabe. Aylee berjalan ke arah Martin, ia melambaikan tangan ketika matanya bersobok dengan mata Martin.“Harusnya kau ajak Lucy juga,” protesnya ketika tak ia dapati Lucy di sekitar Martin. Martin tersenyum kecut.“Aku ingin menceritakan perihalnya padamu, tak lucu jika ia juga berada di sini sementara aku membicarakannya kan?” Martin menggeleng-gelengkan kepalanya. Aylee terkekeh, ia lantas duduk berseberangan dengan Martin.“Well, apa kau pada akhirnya jatuh hati pada gadis muda itu?” tanya Aylee dengan senyum menggoda.“Tidak secepat itu juga... Aku hanya tertarik padanya, dia cukup berbeda dari gadis kebanyakan.”“Aku bisa melihat itu, dia luar biasa, dan tentu saja s
“Tidak Aylee!”Aylee memejamkan matanya.“Lalu harus bagaimana? Kau tak mungkin memiliki dua istri.”“Aku akan mempertanggung jawabkan perbuatanku, namun tidak akan menikahinya.”“Apa dia setuju?” tanya Aylee putus asa. Gabe terdiam.“Ini yang dia mau. Kau menikahinya.” Aylee memejamkan matanya sejenak. Menelan segala sakitnya, mencoba mengontrol emosinya.“Aku tak mau berpisah darimu.” Gabe memeluk erat tubuh Aylee.“Kau harus bertanggung jawab, Gabe.” Aylee melepas pelukan Gabe.“Bantu aku Aylee, bantu aku meyakinkan orang tuamu bahwa aku sungguh mencintaimu.” Gabe terlihat nelangsa.“Sulit meyakinkan mereka dengan kondisi seperti ini. Ini di luar kendali. Kita tidak punya jalan lain, bayimu butuh sosok ayahnya. Nikahi dia.”“Aku tidak mencintainya.”“Itu sudah terlambat, Gabe. Seg
Michelle berdiri di depan rumah Gabriel dengan pongahnya. Tangan satu menekan bell rumah Gabriel, satu tangan lagi memegangi gagang koper. Tak selang berapa lama Emma membuka pintu dengan raut wajah kesalnya.“Halo, Emma. Beri sambutan untuk nyonya Ferdinandmu yang baru,” sapa Michelle dengan senyum mengejek pada Emma. Emma memutar bola matanya.“Maaf, nona. Tapi tuan muda tidak berpesan apa pun padaku perihal kedatanganmu. Jadi, aku tak bisa mengizinkanmu masuk begitu saja.” Emma tersenyum tak kalah mengejek. Michelle mendengus kesal, ia lantas menelepon Gabe.“Sayang, aku sudah berdiri di depan rumahmu, namun Emma tak mau memberi izin padaku untuk masuk. Padahal, perutku sedang keram sekarang, kepalaku juga pusing. Tolong beri pengertian padanya sayang.” Nada suaranya dibuat lembut. Emma mendesis melihat kepura-puraan itu.“Dia ingin bicara.” Michelle memberikan ponselnya pada Emma.“Baik tuan
Aylee menyirami bunga di greenhouse milik ibunya, Melisa. Sepulang mengajar, ia tak tahu harus melakukan apa. Tak banyak tugas, juga tak lagi sibuk menyiapkan segala keperluan dan makanan untuk suaminya, Gabriel. Ya, sudah hampir sebulan ini mereka pisah ranjang.“Gabe sudah mengirimkan surat perceraian yang harus kau tanda tangani, Ay.”Ucapan Melisa membuat Aylee seketika menjatuhkan alat penyiramnya.Ia tak kuasa menahan tangisnya, beberapa waktu lalu Gabe menemuinya ke rumah. Namun Robin tentu saja menolak ajakan rujuk Gabe. Walau ia datang bersama Natasya, Robin tetap tak menghendaki Gabe kembali pada Aylee, lebih-lebih jika Gabe memiliki dua istri. Maka kesepakatan cerai pun tak terelakkan lagi.“Jangan menangisi dia lagi, air matamu sudah cukup banyak terkuras menangisi pria brengsek itu. Dia tak pantas kau tangisi demikian. Jika ayahmu tahu kau masih seperti ini, dia bisa terpukul, Ay.”Aylee segera menghapus air mat