Tidak! Nova tidak akan membukakan pintunya. Nova yakin Angga tidak akan bisa mengakses kamar tanpa kunci yang sudah Nova pegang. “Nova, aku bilang buka pintunya!!” Teriak Angga dari luar sana. Nova takut namun ia harus tetap tenang. Sedangkan di luar, Angga mulai naik pitam karena ulah istrinya. Lagi-lagi Nova ikut campur ke dalam urusannya. “Nova, buka pintunya atau aku akan mendobraknya. Jangan salahkan aku jika setelah ini kamu menyesal!” “Apa yang akan kau lakukan? Istrimu hanya mengintip apa yang kau lakukan.” Aldo baru saja keluar dari ruang penyiksaan tadi. Menyusul sahabatnya yang pergi dengan penuh amarah. “Dia harus diberi pelajaran. Tidak seharusnya dia mencari tahu apa yang aku lakukan,” jawab Angga. “Bicaralah baik-baik. Tidak semua urusan rumah tangga harus kau selesaikan dengan kekerasan,” kata Aldo memperingatkan. Sejak menikah, emosi sahabatnya mudah naik turun. Semua kehendaknya tak boleh dielak. “Aku tidak akan menyakitinya, hanya mempertegas apa yang dia lak
“Pengusaha sekaligus investor ternama Savangga Danuel dikabarkan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya, Novania Hutama. Kabar itu datang dari salah satu orang yang mengaku sebagai sumber yang valid. Tidak hanya itu, sosok misterius yang tidak ingin disebutkan namanya ini mengatakan bahwa istri pengusaha itu adalah mantan wanita malam yang mengincar harta Savangga hingga dijadikan sebagai istrinya. Kabar tentang kehancuran rumah tangga mereka kini gencar di jagat maya. Orang-orang tak menyangka. Salah satu pengusaha sukses yang banyak menginspirasi para pengusaha muda ini melakukan kekerasan terhadap isinya. Sampai saat ini, Baik Savangga maupun istrinya belum memberikan klarifikasi hingga saat ini—“ Tampilan layar televisi sengaja dimatikan. Nova diam mematung di tempatnya kala namanya dan Angga menjadi sorotan media. Apa yang ia dengar barusan tentang dirinya sama sekali tidak benar. “Aku memang bersikap seolah hanya memperbaiki nama baikku sendiri. Tapi,
“Celva anak mama yang cantik. Minum susu dulu sayang.” Belakangan ini, Nova sangat menikmati masa-masa menjadi seorang ibu baru. Dua bulan bukanlah waktu yang singkat bagi Nova untuk menyesuaikan diri. Hidupnya masih sama, namun sepertinya Angga lebih memilih untuk menghindar sejak nama baiknya di publik mulai retak. Ambisi Angga semakin besar dalam mencari dalang pencemaran nama baiknya waktu itu. Hingga detik ini, belum ada informasi baru yang bisa menjadi pentunjuk tambahan.Ceklek.Nova menoleh saat seseorang datang. Angga masuk ke kamar dengan langkah sempoyongan. “Angga? Kamu kenapa?”tanya Nova. Nova membaringkan Celva di tempat tidur khusus lalu menghampiri sang suami. Wajah Angga pucat pasi. Nova semakin khawatir saat tangannya menyentuh hawa panas di dahi suaminya.Peluh sebesar biji jagung mengalir deras dari pelipis Angga. Tubuh tegapnya semakin oleng. Racauan tak jelas juga keluar dari mulutnya. Nova memapah tubuh sang suami kemudian membaringkannya di atas tempat ti
“Temani aku malam ini, Aku butuh kehangatan.”Jantung Nova hampir mencelos. Disaat dirinya yang mencoba melepaskan diri dari pelukan Angga, pria itu justru semakin erat mengungkung tubuhnya dalam lingkaran lengannya. Mata Angga masih terpejam namun mulut dan otak kotornya tetap bekerja dengan baik demi memenuhi hasrat. semenjak Nova melahirkan, Angga tak pernah menuntut Nova untuk melayani kebutuhan gairahnya. ‘Tidak, Nova. Kamu tidak boleh tergoda oleh bujukan Angga. bisa saja ia hanya berpura-pura memejamkan matanya demi mendapatkan apa yang ia mau,’ batin dan logika Nova bertolak belakang. Banyak usaha yang Nova kerahkan untuk lepas dari jeratan Angga. Tapi semuanya berakhir dengan kegagalan. Tenaga Nova tak cukup kuat untuk melepaskan diri. “Tangannya berat sekali, astaga! apa yang dia makan sehari-hari sampai memiliki tangan sebesar ini,” gerutu Nova. Angga bergerak tak tentu arah. Pergerakannya semakin memperkecil celah Nova untuk menjauh. Namun, hal tak terduga terjadi. Seb
Tubuh Angga menggeliat di atas kasur. Energinya seolah terkuras habis. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar dan terkejut setelah menyadari ia tidak berada di kamarnya sendiri. Satu hal yang paling membuat Angga yakin ia berada di tempat yang salah saat ia melihat keranjang bayi dengan Celva di dalamnya.Angga mencoba bangkit dari tidurnya namun,"Ah! Astaga!"Dunia serasa berputar di kepalanya. Pandangannya mengabur seiringan dengan tubuh yang semakin lemas. Pendingin ruangan di kamar ini bekerja dengan baik di suhu normal tetapi Angga merasa dirinya seolah sedang terkurung di tumpukan bongkahan es. Kakinya kebas, dan sulit untuk digerakkan. Ia meraba keningnya, panas. Panasnya di luar batas normal. Ia mencoba memutar ulang apa yang ia lakukan semalam hingga tak sadar terkapar di ranjang istrinya. Oh ya, omong-omong kemana wanita itu? Angga menoleh ke segala sudut. Kamar ini kosong. Posisi barang-barang berada di posisinya tapi ia tidak menangkap kehadiran istri yang kerap kali men
"Bagaimana keadaan suami saya, dok? Apa saya bisa menemuinya sekarang?" Salah satu dokter yang menangani Angga baru saja keluar dari ruang UGD. Rentetan pertanyaan diajukan Nova pada dokter muda di hadapannya."Kondisi tuan Angga sudah stabil. Untungnya beliau segera dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan khusus," jawab dokter diiringi hembusan napas lega dari Nova. Nova bisa lebih tenang sekarang. Pikirannya yang kacau balau mulai ia tata kembali. Segala rasa takut pun ia hempaskan dengan senyuman penuh kelegaan. Akhirnya, penantiannya berakhir. "Syukurlah, sebenarnya suami saya sakit apa, dok? Kemarin dia baik-baik saja, tetapi semalam dia pulang dengan kondisi tubuh yang demam." Di balik perasaan leganya, Nova menguluk rasa penasaran yang sejak tadi ia tahan. Selama mengenal dan hidup bersama pria berusia empat puluh tahun itu, tak sekalipun Nova melihat Angga terkapar tak berdaya. Fisik pria itu sangat kuat, efek dari jadwal olahraga dan pola hidup sehat yang ia
Pertanyaan seorang perawat membuat Nova dan Angga menoleh ke arah pintu secara bersamaan. Baru mereka sadari, perdebatan yang melibatkan ego satu sama lain mengundang perhatian banyak orang.Angga menoleh ke arah Nova lebih dulu. Lagi-lagi, ia tidak ingin nama baiknya tercoreng. “Oh, tidak ada sus. Kami baik-baik saja,” jawab Angga, “bukan begitu, sayang?” Nova menoleh, tangan Angga sudah berada di pundaknya mengelus kepala belakang Nova dengan sayang. “Betul, kami baik-baik saja, sus.“ Sang perawat terdiam beberapa saat. Pandangannya menyelidiki mencari sesuatu yang masih terasa janggal di matanya. Namun, pada akhirnya ia berkata, “Baiklah kalau begitu, jika tuan dan nyonya membutuhkan sesuatu. Bisa panggil kami dengan tombol itu.” Suster menunjuk ke arah salah satu tombol berwarna merah di atas tempat tidur Angga. Keduanya mengangguk kompak.Suster itu berlalu pergi. Jangan berpikir perdebatan Nova dan Angga tadi berakhir begitu saja. “Aargh! Aku bisa gila jika terus berdebat
“Kamu mengenalnya luar dalam.” Nova tertawa hambar. Melihat pengabdian Aldo untuk Angga, baik sebagai sahabat maupun tangan kanan pria itu, terkadang membuat Nova iri. Meski hidupnya dipenuhi oleh kepura-puraan, setidaknya Angga masih memiliki tempat untuk berbagi. Loyalitas tanpa batas yang Aldo berikan untuk Angga. “Aku mengetahui setiap detail tentang dia. Kami sudah bersahabat sejak kami duduk di bangku sekolah dasar,” aku Aldo. “Sejak SD?” Nova terpekik tak percaya. Aldo mengangguk penuh yakin, sambil menyeruput kopinya. “Ya, bisa dibilang aku adalah saksi hidup yang menyaksikan semua perjuangan hidup Angga,” katanya.Mendengar pengakuan Aldo, pikiran Nova kembali berpusat pada pernyataan dokter pribadi Angga.“Tidak ada yang mengetahui tentang penyakit yang diderita tuan Angga. Dia menyembunyikannya rapat-rapat.” ‘Apakah Angga begitu menutupi penyakitnya hingga Aldo yang sudah bersahabat dengan pria itu selama puluhan tahun tak mengetahui riwayat penyakit Angga?’ Batin No
Cukup lama Angga dan Mark bersitegang. Tidak ada satupun diantara dua pria itu yang berniat untuk membuka obrolan. Dibatasi oleh stroller yang ditempati Noa. Baik Angga maupun Mark, sama-sama sibuk dengan isi pikirannya sendiri. “Kenapa kau ada di sini? Kau belum menjawab pertanyaanku. “ Mark pada akhirnya mengalah. Nada bicaranya berubah lebih santai. Tidak ada lagi sorot kejam yang menghunus dan menyudutkan Angga. “Seharusnya kamu tahu tanpa perlu bertanya.” Angga melirik ke arah Noa. Mark tahu maksud terselubung atas kode yang diberikan oleh Angga. Mark terkekeh, menertawakan nasib Angga yang mengenaskan. “Kau lebih rela mengalah demi sahabatmu?” ejek Mark. Senyum lebarnya sengaja dipampang di depan Angga karena berhasil memenangkan keadaan. “Bukan urusanmu. Jadi tutuplah mulut.” “Apapun yang menyangkut Nova adalah urusanku,” Mark mendengus. Emosinya terpancing kala sadar Angga tidak terpengaruh sedikitpun dengan ejekannya tadi. “Kalau begitu, kenapa kau masih di sini? Bukan
Reno meraih rahan Anya untuk menatapnya. Sikap Anya yang berbeda membuat Reno mengikuti arah pandang wanita itu.Tidak ada siapapun di sana. Apakah Anya sedang berhalusianasi? Pikir Reno.“Anya, tenanglah. Apa yang terjadi?” tanya Reno penasaran. Kekhawatiran pria itu tidak bisa dibendung lagi. Anya tidak menjawab, melainkan beralih menatap dua manik hitam di hadapannya dengan pandangan kosong. Isi kepalanya terlalu penuh. Bahkan sudah disesaki oleh sekian banyak masalah yang menimpa hidup. Kini, satu-satunya orang yang peduli dengan kondisinya selain Reno di tempat kerja mungkin tidak akan bisa menaruh kepercayaan lagi pada Anya.“Aku baik-baik saja, Ren. Lebih baik kita pergi dari sini,” ajak Anya menarik tangan Reno keluar dari lorong.Anya yakin, Diana sudah melihat semua adegan mesra yang dilakukan oleh Reno untuknya. Rasa bersalah kembali menghantam batin Anya. Bagaimana caranya agar Diana mau mendengarkan ucapannya?Dalam hati, anya terus bertanya-tanya, apakah dirinya salah m
Menyusuri koridor di mana unitnya berada, Lita berjalan dengan langkah gontai. Riasan di wajah sudah tidak beraturan. Meski demikian, kecantikan wanita berusia 29 tahun itu tak kunjung luntur terhanyut oleh air mata yang sebelumnya mengalir dengan deras. Tok tok tok! “Mario, buka pintu!” teriak Lita dari luar unitnya. “Mario!”Tetap tidak ada jawaban. Lita baru menyadari, ia tidak membawa kunci akses unitnya sendiri sebelum pergi tadi. Dengan perasaan kesal Lita mengutuk kebodohannya hari ini. “Selamat malam, Nyonya Lita?” suara petugas yang bertugas di lantai itu menyapa Lita. “Malam.” “Kelihatannya anda sedang kebingungan, ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Ah, akhirnya bantuan datang tanpa membuat Lita repot harus turun ke meja resepsionis untuk meminta akses baru. “Bisakah anda membantu saya membukakan pintu unit? Saya lupa membawa kuncinya di dalam.” Senyum hangat menghiasi wajah yang mulai menampakkan keriput di bawah mata pria itu, “Dengan senang hati, Nyonya. “Krek.
Angga menurunkan pandangan cukup lama. Bukan kehilangan kepercayaan diri namun, tak kuasa melihat keintiman diantara dua sejoli yang bertemu malam ini. “Untung kamu sama om, Noa,” ucap Angga bermonolog. Bayi di dalam stroller itu menatap Angga lama. Seakan setuju dengan pernyataan omnya. Sedangkan, di seberang meja Angga saat ini. Ada dua sejoli yang sedang melakukan pendekatan satu sama lain. Mario nampak memamerkan senyum terbaiknya di depan Nova. Sedangkan Angga berusaha menahan napas karena pemandangan romantis itu menyakiti hatinya. Ya, Angga cemburu. “Ini untuk aku, Mario?” suara lemah lembut yang khas, menjalar disekitar telinga Angga. Terasa menggelitik hatinya meski pertanyaan itu ditujukan untuk Mario. “Iya, Nova. Ini untuk kamu. Kamu sudah berjuang sejauh ini, kamu wanita hebat.” Angga tidak tidak memiliki masalah dengan pendengaran. Tetapi ia sengaja menutup kedua telinga dengan penyumbat tak kasat mata. Dikala pujian demi pujian dilontarkan Mario untuk Nova, Angga m
Bab 31“Saya hanya berniat mengingatkan saja, tanpa bermaksud untuk ikut campur lebih jauh urusan nona dan tuan. Maafkan saya,” kata Astri merasa bersalah.Sarah berusaha untuk memaklumi kekhawatiran Astri. Tapi untuk seseorang yang cukup peka, Sarah tidak menelan mentah-mentah ucapan Astri tadi. Instingnya mengatakan Astri tahu hal lain yang disembunyikan oleh semua orang. Dan Astri penasaran akan hal itu.“Tidak masalah, aku senang kamu mengkhawatirkanku. Artinya kamu peduli padaku,” balas Sarah. Ia menampilkan senyumnya yang terpantul dari cermin di hadapannya. Dari sana terlihat Astri yang juga membalas senyuman Sarah.“Saya sangat peduli dengan nona. Dari sekian banyak wanita yang menjadi selir tuan, cuma nona Sarah yang sangat rendah hati.” Astri mengakui. Sambil menata rambut Sarah, sang asisten dengan cekatan memberikan polesan-polesan riasan tipis di wajah Sarah. Setengah jam sudah berlalu, namun dua wanita itu masih sibuk dengan segala tetek bengek bersolek. Brak!!Sarah da
“Bagaimana menurutmu, mana hadiah yang cocok untuk wanita pujaanku?” tanya Mario pada Angga. Sahabatnya itu tersenyum lebar tanpa beban. Menyeret Angga ke dalam sebuah toko perhiasan ternama.Angga belum sepenuhnya mengerti maksud Mario, hanya mengernyitkan dahi. “Untuk siapa?” Mario menghembuskan napas lelah. “Jadi, sejak tadi aku mengoceh di jalan, kau tidak mendengarkan aku?” keluh Mario kecewa. Wajahnya berubah masam. “Um, itu–” “Sudahlah, aku tahu apa yang mau kamu ucapkan. Sekarang bantu aku.memilih perhiasan yang cocok untuk Nova.” Deg! Berat rasanya menelan ludah saat mendengar nama Nova terlontar dari mulut Mario. Tatapan Mario yang dalam menyiratkan cinta yang besar untuk wanita yang justru masih berstatus sebagai istri Angga.Andai Mario tahu kebenarannya, apakah pria itu masih bisa bersikap hangat pada Angga dan menganggapnya sebagai sahabat?Belum tentu. Sebuah kenyataan pahit yang harus siap Angga telan mentah-mentah. “Diantara dua kalung ini, menurutmu, mana yang
Duduk diantara banyak pepohonan rimbun demi kenyamanan bayi mungil yang terlelap dalam stroller. Dua orang yang sempat terlibat perang dingin memilih taman di belakang swalayan untuk sekedar menghalau ego yang menggebu. Atas saran Nova, Mark dan Angga diasingkan ke tempat ini. Supaya kalian tahu, bagaimana seharusnya menjadi pria dewasa. Itu pesan Nova saat menengahi perseteruan diantara dua pria yang menggilainya. Sedangkan wanita itu, memilih untuk menyendiri di bagian lain swalayan. Mark berinisiatif mengambil alih penjagaan atas Noa dari Nova setelah melakukan bujuk rayu yang kesekian hingga akhirnya Nova luluh juga. Itu Mark lakukan demi kenyamanan kekasihnya. “Setelah kau melakukan itu pada Nova, kau masih punya nyali untuk menemuinya?” Mark membuka obrolan di tengah keheningan sebelumnya mencabik batin dua pria itu. “Tahu apa kau tentang aku?” “Banyak hal. Banyak yang Nova bagikan padaku, termasuk tentang dirimu yang sudah melukai hatinya. Aku tidak habis pikir, apa kuran
“Nova, kamu kenapa menghindar dariku?” Tubuh Nova berbalik secara paksa ketika sebuah tangan mencegat pergelangannya. Nova tahu siapa pembuat onar di tengah keramaian swalayan yang sedang ia sambangi. Membelakangi stroller putranya, Nova memandang malas Mark yang kini berdiri menjulang di hadapannya. Manik keoranyean, menyorot tajam. Pandangan Mark turun ke arah dua tas belanjaan yang tersampir di kanan dan kiri stroller milik Noa. “Kenapa?” tanya Nova sinis. Awalnya, ia tidak ingin membuka topik pembicaraan dengan pertanyaan singkat itu. Tetapi, gerah semakin menjadi. Bahkan hanya ditatap Mark beberapa saat saja berhasil membuat sesuatu di dada Nova bergejolak. Tentu, gejolak aneh itu nova yakini sebagai bentuk tidak nyaman semata. Bukan karena perasaan nyaman atau cinta sekalipun.Terlalu lelah untuk bicara tentang cinta saat ini. Keberadaan Noa adalah yang paling utama baginya melebihi apapun. Mark memamerkan ekspresi bersalah, dan Nova tahu itu hanya sebuah upaya untuk memani
Tin! Tin!Suara klakson mobil membuyarkan obrolan pagi diantara Ameera dengan asisten rumah tangganya. Keduanya mengerutkan kening bingung. Siapa gerangan yang pagi-pagi sekali sudah bertamu? “Sepertinya ada tamu, non. Bibi ke depan dulu, ya,” kata bibi seraya menaruh kembali sebuah piring di meja makan. Ameera mengangguk, membiarkan wanita itu menyambut kehadiran sosok tak diundang itu kemudian melanjutkan makannya. Seperti biasa, Ameera bertugas jaga pagi hari ini. Deretan jadwal konsultasi bagi pasiennya sudah menunggu untuk di rampungkan hingga nanti sore. Setelah menyelesaikan makannya, terdengar suara langkah kaki menghampiri Ameera yang sedang meneguk air putih.“Non, mas itu datang lagi,” kata bibi. Raut wajahnya khawatir ketika mencium bau-bau perang dingin yang akan terjadi diantara majikannya dengan pria yang ia maksud. “Mas siapa, bi?” Ameera kebingungan. Pasalnya ia tidak memiliki bayangan sedikitpun. Hari masih terlalu pagi untuk mencerna sebuah teka-teki.“Pria yang