Setelah selesai sarapan, Jodi mengantarkan istrinya ke depan ruang kelasnya sebelum dirinya datang ke kelasnya sendiri. "Hati-hati Yang. Inget, sekarang ada baby kita disini." Jodi mengusap sekilas perut sang istri. "Bekelnya jangan lupa dimakan. Jangan beli makanan yang aneh-aneh," ujar Jodi lagi.
"Iya, iya. Bawel banget," ujar Rara sebal. Karena Jodi sudah mengucapkan kata-kata itu berulang kali.
"Bukan bawel sayang. Aku cuman ngingetin. Ini juga demi kebaikan kamu dan calon anak kita," balas Jodi.
"Iya, iya. Kalau gitu aku masuk kelas dulu," pamit Rara lalu membalikkan badannya hendak melangkah masuk kelas. Namun Jodi justru kembali menggenggam tangan istrinya.
"Kenapa?" tanya Rara heran.
"Belum kiss, belum salim," ujar Jodi sambil mengetuk-ngetuk bibirnya dengan jari telunjuk.
"Haiss..."
Cup
Rara mencium sekilas bibir sang suami. Lalu mencium punggung tangan Jodi. Sedangkan Jodi hanya mengecup sekilas puncak kepala sang ist
Mata kuliah kedua ternyata sang dosen berhalangan hadir sehingga kelas Rara hanya mendapatkan tugas lalu mengumpulkannya kepada ketua kelas. Suasana kelas yang ramai dengan hiruk pikuk teman sekelasnya entah mengapa tidak membuat Rara bersemangat.Rara mengambil ponselnya yang berada di atas meja begitu merasakan getaran pertanda ada pesan masuk. Dan ternyata pesan itu dikirim oleh sang suami.[Lagi apa Yang? Udah dimakan bekelnya?]Rara yang kesal karena merasa rindu kepada suaminya pun memilih mengetik pesan balasan dengan sangat singkat, padat dan jelas. [Udah][Ya udah. Kamu hati-hati ya. Jaga baby kita. Aku mau masuk. Ada kelas]"Udah gitu doang chatnya? Huh nyebelin banget sih," gerutu Rara dan langsung melemparkan ponselnya ke atas meja."Ra, kita ke kantin yuk? Laper nih gue." Siska yang malas melihat kegalauan Rara mencoba menghibur sahabatnya itu dengan mengajaknya ke kantin.Rara tadi sempat mengirim pesan pada Dodit dan sa
Ketika taksi online telah berhenti di halaman rumah, Rara langsung turun begitu saja tanpa memperdulikan sang suami yang terus saja memanggilnya.Babeh Sabeni dan Enyak Halimah yang menyaksikan pemandangan itu tak mau ikut campur karena biasanya mereka akan kembali mesra dalam hitungan menit. 'dasar anak muda' batin kedua orang tua itu."Yang, dengerin penjelasan aku dulu," pinta Jodi sembari mensejajarkan langkah kakinya dengan sang istri.Tak menjawab, Rara hanya fokus menatap ke depan agar segera tiba di kamarnya. Hingga mau tak mau Jodi hanya bisa mengekori sang istri dari belakang.Brak....Rara membanting pintu kamarnya hingga hampir membuat wajah Jodi mencium daun pintu. "Huft, sabar-sabar," gumam Jodi sembari mengusap dadanya.Dengan perlahan, Jodi membuka pintu kamar yang sempat dibanting oleh sang istri. Hingga pandangan matanya tertuju di atas ranjang dimana Rara merebahkan tubuhnya tanpa melepas sepatu."Sayang," panggil J
"Wah, anak Babeh nyang lagi bunting cakep bener pagi ini," puji Babeh Sabeni begitu melihat penampilan Rara di meja makan."Ah Babeh, jadi selama ini aye jelek buruk rupa gitu?" sahut Rara."Ya tumbenan gitu loe masih pagi gini udah cakep-" ujar Babeh Sabeni."Aye pan emang udah cakep dari dulu. Babehnya aje nyang kagak perhatian ama aye," seloroh Rara.GlegBabeh Sabeni kaget dengan perubahan sikap ibu hamil di depannya ini. Biasanya Rara begitu menjaga setiap ucapannya, tapi kini dia tampak tak peduli dengan apa yang dia ucapkan barusan."Eh iya, laki loe mana?" tanya Babeh Sabeni seraya melirik ke arah putrinya."Laki aye lagi siap-siap. Bentar lagi juga turun," jawab Rara. "Wah, ada kue cucur ya Nyak," tanya Rara pada Enyak Halimah yang sedang menata sarapan pagi untuk keluarganya."Iye, ini bakal cemilan loe nanti. Sarapannya tetap dong lontong bumbu kedemenan anak Enyak nyang lagi hamil," ujar Enyak Halimah seraya mengusa
"Hai Dit, Sam, Dri," sapa seorang perempuan cantik yang saat ini sedang berjalan ke arah mereka."Ngapain loe disini? Kayaknya Rosa hari ini gak ada mata kuliah deh makanya dia gak masuk," ucap Dodit saat Rara berdiri tepat di depannya."Gue mau cari pemandangan segar aja disini. Loe diem-diem masih tau aja ya kebiasaannya Rosa," sindir Rara sengaja melirik ke arah Samudra."Hahaha. Gak cuman elo yang bingung dua sahabat gue bisa rapih jaga perasaan tapi gue salut sama mereka," ujar Andri geli."Dri, kenapa loe ketawa?" tanya Jodi yang baru saja bergabung dengan mereka."Bini loe ngapain ada disini?" tanya Samudra."Ikut gue kuliah," jawab Jodi dengan wajah datarnya."Iya enggak apa-apa kan gue tau circle pertemanan suami sendiri ketimbang bosen di rumah," sahut Rara."Wah, gak ada kerjaan loe," decak Dodit seraya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rara."Ini gara-gara kelakuan fans loe," bisik Jodi kesal pada sang
Usia kehamilan Rara sudah masuk tiga bulan. Semenjak hamil Jodi tidak mengizinkan Rara melakukan hal berat. Bahkan membantu Enyak memasak di dapur saja Jodi langsung menyuruhnya untuk istirahat.Seharian juga Rara selalu dalam pengawasan Halimah atau Rodiah yang bergantian menemani Rara di rumah baru mereka."Duduk aja disini jangan banyak gerak ya. Yang ada nanti kamu bakalan kecapean," ucap Jodi sambil menyuruh Rara duduk di sofa ruang tamu."Ish, lebay beud dah. Kerjaan di dapur mah kagak berat," sahut Rara tak mau di atur berlebihan oleh suaminya.Jodi menahan Rara yang masih mencoba untuk kembali ke arah dapur. Dia mengedarkan pandangannya lalu mengambil buku yang berada di atas meja. Rara menatap Jodi bingung saat suaminya itu malah memberikannya buku."Baca buku aja deh. Baca buku juga sama-sama mengeluarkan tenaga dari gerakan setiap membalikkan halaman buku," saran Jodi disertai senyuman semanis madu."Aku mau ke dapur bukan mau bac
"Yang," panggil Rara yang malam ini sedang menemani Jodi memeriksa laporan penjualan toko onderdil motor melalui smartphone miliknya. "Kenapa sayang?" Jodi menghentikan aktivitasnya dan beralih menatap sang istri. "Kita ke restoran Jepang yuk?" ajak Rara. "Kamu udah laper lagi?" tanya Jodi heran karena baru satu jam yang lalu mereka makan malam. "Laper dikit. Tapi aku kangen makanan Jogja pas kita honeymoon," ujar Rara. "Ehh, ralat. Bukan aku yang kepengen makanan Jogja tapi baby," rajuk Rara agar Jodi menuruti keinginannya. "Ya udah kita berangkat sekarang mumpung belum terlalu malam," ujar Jodi dan mulai merapihkan file pekerjaannya di smartphone. "Aku ambil jaket. Kamu tunggu sini," ujar Jodi dan dibalas anggukan kepala oleh Rara. Tak lama berselang Jodi kembali dengan jaket bomber miliknya. "Sini aku pakein." "Makasih suamiku," ucap Rara manja seraya mencium pipi suaminya sekilas. "Udah. Sekarang berangkat y
"Kamu udah belum? Kok lama banget sih?" tanya Rara sebal karena merasa Jodi terlalu lama bermain dengan ponselnya."Iya sayang," ujar Jodi dengan pandangan melirik ke arah pintu masuk. Dan seketika itu sebuah senyum bahagia mengembang di sudut bibirnya saat melihat sahabat mantan jomblo nya sudah sampai."Hai bro." Jodi mengangkat tangannya memanggil ketiga sahabatnya hingga membuat Rara mengikuti pandangan sang suami."Kok bisa ada mereka disini?" tanya Rara dengan pandangan mata masih mengikuti langkah Dodit, Rafli dan Andri yang berjalan ke arah mereka."Kalian ada disini?" tanya Jodi seolah bertemu dengan kedua sahabatnya adalah suatu kebetulan."Bukannya elo-" sahut Rafli yang kaget dengan sikap Jodi."Udah duduk sini aja! Bareng kita biar seru," seru Jodi memotong ucapan Rafli.Dengan perasaan yang masih bingung Dodit, Rafli dan Andri mengikuti perintah Jodi untuk duduk di meja mereka."Kebetulan banget kalian disini, tad
Dua hari setelah kejadian suap di suapi di restoran makanan Jogja, Dodit, Rafli dan Andri sama sekali tidak bisa dihubungi oleh Jodi. Ketiga sahabatnya itu seakan hilang di telan bumi."Ni bocah pada kemana sih?" gerutu Jodi dengan kedua tangan sibuk mengetik pesan untuk ketiga sahabatnya."Kamu kenapa?" tanya Rara menatap heran sang suami yang sejak tadi terlihat kesal."Hah? Kenapa Yang?" tanya Jodi yang seketika itu mengalihkan pandangan matanya ke arah Rara."Kamu kenapa? Dari tadi ngedumel mulu," tegur Rara.Jodi tersenyum. "Aku enggak apa-apa kok," ucap Jodi yang tak ingin istrinya memikirkan hal lain."Beneran?" Rara meragukan ucapan suaminya barusan."Iya sayang, beneran," balas Jodi. "Sini peluk. Kamu makin hari makin cantik banget sih Yang. Bikin aku falling in love setiap hari," ujar Jodi merentangkan kedua tangannya agar Rara masuk ke dalam pelukannya."Masih pagi woey. Et dah, baru juga pengen cari udara seger lagi
Beberapa hari kemudianHari ini suasana di kediaman Dodit dan Dina tampak semarak dengan kehadiran para personil para mantan jomblo beserta keluarga kecil masing-masing. Ya, mereka datang ingin melihat sosok penghuni baru nan menggemaskan itu.Bayi mungil bernama Zayn Fayyad Alvarendra Hadiningrat yang artinya adalah laki-laki yang memiliki keindahan, baik, dermawan, murah hati, cerdas dan beruntung yang merupakan keturunan Hadiningrat. Sebuah nama yang mewakili doa dan harapan kedua orang tua dan semua sanak saudaranya.Meski di awal para sahabat dari bayi menggemaskan itu awalnya tidak diperkenankan untuk datang menjenguk ke rumah sakit, tapi masih bisa datang ke rumah untuk merasakan kebahagiaan yang sama."Gimana rasanya jadi orang tua baru?" tanya Rosa yang memang belum dikaruniai buah hati."Nikmat banget. Loe lihat sendiri nih mata panda gue. Sehari tidur bisa di hitung cuman berapa jam," curhat Dina."Baru satu aja loe udah ngeluh, pegimana gue yang otewe mau tiga ini?" sambar
Setahun kemudian Hari itu, Eyang Soeroso menemui putra sambungnya, Bambang di kantor polisi. Wajah anak sambungnya itu terlihat kusut dan lusuh. Hilang sudah jejak kesombongan dari wajah pria itu tergerus keadaan di dalam jeruji besi.Cukup rumit dampak dari penangkapan Bambang karena setelahnya sang Ibu, Ambar dan cucunya Panji malah ingin melepaskan diri dari status mereka sebagai bagian dari keluarga Hadiningrat. Hal ini sangat mengejutkan Eyang Soeroso hingga akhirnya terpaksa menyetujui keinginan istri dan cucu sambungnya tersebut.Bambang memang belum di pindah ke rumah tahanan karena berkas kasus pria itu baru naik ke kejaksaan dan sedang di proses.Mereka duduk di ruangan khusus, Eyang Soeroso melihat Bambang yang mengenakan pakaian tahanan sebenarnya sangat sedih. Ya, biar bagaimanapun mereka telah puluhan tahun menjadi satu keluarga.Terkadang Eyang Soeroso merasa tak habis pikir mengapa putra sambungnya ini tidak pernah bersyukur dengan semua fasilitas dan kemewahan yang i
Berita mengenai cucu menantunya yang mengalami keguguran membuat murka seorang pria paruh baya yang masih berkuasa penuh dalam keluarga Hadiningrat, Eyang Soeroso."Saya tidak mau tahu temukan motor yang telah menabrak cucu menantu saya! Dan bawa orangnya kesini!"Eyang Soeroso berdiri membelakangi tiga laki-laki bertubuh gempal dengan baju seragam serba hitam. Saat ini mereka sedang berada di ruang kerjanya.Kedua laki-laki bertubuh gempal berseragam itu terlihat menunduk patuh. "Baik, Tuan. Akan saya laksanakan."Eyang Soeroso melirik sekilas, "Saya tidak main-main, kalau kalian tidak bisa mendapatkannya, maka kepala kalian adalah bayarannya!"Pria paruh baya yang masih tampak berwibawa itu memutar dirinya ke arah kedua laki-laki berseragam itu. Dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Menatap lekat dan tegas kepada keduanya, menghadirkan rasa segan dan takut secara bersamaan."Ba-baik, Pak."Merasa puas dengan ekspresi yang ditampilkan kedua manusia itu. Eyang Soeros
"DOKTER!!?" teriakan pilu Dodit di sebuah pintu masuk rumah sakit terdengar jelas oleh petugas medis yang mendapat shift malam itu.Terlihat Dodit wara-wiri dengan baju yang penuh darah. Saat menggendong wanita yang sangat dicintainya itu. Beruntung rumah sakit 24 jam ini memang di dukung penuh oleh Soeroso grup. Sehingga teriakan Dodit langsung mendapat tanggapan positif dan tindakan cepat untuk segera membawa Dina ke ruang IGD."Dodit! Ada apa ini, nak?" Hanafi dan istrinya datang, bersama Pandu, Panji dan Yola. Mereka terlihat panik.Dodit hanya terdiam, dan menunduk dalam. Membuat mereka paham kalau saat ini Dodit masih terpukul atas kecelakaan yang baru saja menimpa sang istri."Ada apa, nak? Kenapa jadi seperti ini?"Dodit masih terdiam. Kedua tangannya terlihat gemetar. Kedua matanya menatap kosong pada lantai yang ia pijak, lalu detik kemudian ia memeluk sang ibu dengan isakan pilu.Keadaan rumah sakit yang sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Membuat rasa
"Padit! Aku mau wedang ronde!" Dina sengaja menggunakan panggilan Padit yang menurut pasutri ini artinya Papa Dodit lantaran menginginkan sesuatu.Rengekan Dina terdengar cukup nyaring sehingga Dodit yang tengah tertidur mengerjapkan kedua matanya. Menatap ke arah jarum jam dinding yang berdetak menunjukkan pukul satu dini hari."Ini jam satu malam, kamu mau wedang ronde?"Sungguh tak habis pikir pada wanita terkasihnya itu. Kenapa ia harus dibangunkan, tepat saat ia mau bermimpi indah?"Madin, sekarang udah malam banget, sayang ... " Dodit pun kali ini sengaja menggunakan panggilan Madin yang artinya Mama Dina.Dina pun menggembungkan kedua pipinya yang semakin chubby semenjak dirinya hamil. "Aku gak peduli pokoknya aku mau wedang ronde!"Lihat bagaimana keras kepalanya wanita yang dicintainya itu. Membuat Dodit pusing sekali. Kenapa minta hal yang aneh-aneh di tengah malam seperti ini."Aku enggak tau cara bikinnya sayang. Lagian, kalau malam gelap begini gak ada yang jualan."Menco
Ambar yang lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan ambisi menguasai harta dan tahta keluarga Hadiningrat merasa sangat kesal sekaligus kecewa lantaran gagal membujuk cucu kandungnya, Panji agar tidak memilih melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan memutuskan untuk tidak menuruti semua keinginan pemuda itu melepaskan status sosial sebagai seorang penerus klan Hadiningrat.Puluhan tahun Ambar menggantungkan harapan bahwa kelak anak keturunannya akan hidup secara terhormat dan makmur dalam keluarga Hadiningrat. Sayangnya hanya Panji saja yang mau menjadi penerus ambisinya dalam melakukan semua hal, termasuk menyingkirkan anak keturunan Tantri yang merupakan nenek kandung Dodit.Selama ini dia memang sudah tidak bisa menaruh harapan pada Pandu, sang cucu pertama yang dari awal tidak pernah mau menjadi cucu yang penurut baginya. Lihat saja, ketimbang menjadi pengusaha kini Pandu malah berprofesi sebagai dosen. Ya, walaupun hal tersebut bukan hal yang buruk, tapi jelas naluri wanita
"Kalau kamu tidak mampu bersaing secara terbuka, coba sekarang bermain cantik. Dekati wanita itu dan jadilah sahabatnya agar kamu lebih tahu banyak semua kekurangannya untuk menjadi senjata kamu mengembalikan hati suaminya menjadi milikmu!" seru Ambar memberikan petuah sesat kepada cucunya, Yola.Sejak itulah Yola mendekati Dina. Yola memulai dengan permintaan maaf. Awalnya Yola mengira Dina si cewek bar-bar itu akan menolak mentah-mentah dirinya, namun siapa sangka justru sosok itu membuka tangannya lebar-lebar dan resmi menjadikannya adik sepupunya terdekat.Setiap hari mereka berbagi cerita dan saling berkunjung atau hang out bersama. Seperti kegiatan yang kali ini mereka lakukan di sebuah pusat perbelanjaan."Bumil, astaga tenaganya kuat sekali tak kenal lelah menjelajah hampir setiap sudut mall ini," sindir Yola yang cenderung malas sebenarnya mengikuti semua keinginan Dina sehingga sengaja mengajaknya untuk makan siang di sebuah restoran western."Ya loe tau sendirilah gimana be
Dodit dan Andri sudah kembali pada rutinitas mereka, bekerja. Rupanya koneksi persahabatan antara sesama sahabat mantan jomblo masih berlanjut hingga kini mereka menjalin kerjasama dengan perusahaan milik keluarga Riko.Untuk itulah hari ini rencananya mereka sebagai perwakilan kedua perusahaan akan melakukan pertemuan bisnis sekaligus merajut silaturahmi yang sempat merenggang karena jarak dan kesibukan masing-masing.Sebelum memulai pembicaraan serius, mereka berkumpul di cafetaria perusahaan."Kayaknya hari ini udah gak ada yang kekurangan pupuk sama air lagi deh," ujar Dina menyindir sikap ceria Riko."Ho'oh lihat tuh mukanya si duda kayak lampu baru di ganti," sahut Dodit menyambung sindiran sang istri."Silau, Men. Hahaha...." Andri latah menimpali ledekan duet maut pasutri sahabatnya itu."Yes ... Kita gak bakalan dapat curhatan sendu nan manjah lagi nih," ucap Dina sambil tersenyum sumringah."Apaan sih kalian," sahut Riko bak kura-kura dalam perahu.Sudah bukan rahasia umum l
Kebahagiaan yang terpancar dari wajah Andri dan Siska berbanding terbalik dengan sang kakak, Sandra, tetapi dia juga tidak mau di cap sebagai penghambat pernikahan keduanya. Tatapannya menatap lirih Jaka, perjaka yang tak memiliki urat malu sedikitpun mengutarakan perasaannya.Huh, bagaimana bocah tengil ini bisa punya pikiran mau serius komitmen sama gue? oke, untuk saat ini aja deh gue iya in aja lantaran gue gak bisa biarin Siska terhalang dapat jodoh karena gue. Batin Sandra dengan berpura-pura tersenyum ramah kepada para tamunya.Acara itu sekaligus juga menjadi ajang reuni para mantan jomblo dan keluarganya. Hilda yang sedang menghitung hari hendak melahirkan menjadi sosok yang begitu antusias bercerita."Bro, sorry ya kayaknya anak gue kecapean nih jadi gue balik duluan ya?" Pamit Jodi saat melihat Dira tertidur pulas di pangkuannya.Sementara Rara sejak tadi memang sedang asyik gosip sana sini sambil mengusap punggung Rani yang sejak tadi tertidur dalam gendongannya."Oh, ya