Memasuki ruangan kelas, Rara, Rosa, Siska dan Hilda terkejut melihat kehadiran Yola yang sedang mengobrol bersama teman sekelas mereka.
Penyakit yang diderita oleh Yola memang membuat dirinya lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahnya yang sudah dilengkapi oleh peralatan medis serta dokter dan perawat pribadi.
Selama ini dalam sebulan bisa di hitung jari Yola bisa belajar berada di dalam kelas. Untunglah selain Rara yang membantu menyiapkan catatan khusus untuk dia pelajari di rumah, kedua orangtuanya telah menyewa jasa guru privat agar tidak tertinggal mata pelajaran di kelas.
"Yolaaaa... welcome back, cyin!" pekik Rara heboh.
"Miss you, Ra," ucap Yola sambil berpelukan bersama Rara.
"Ekhem, jadi cuman Rara doang nih yang loe kangenin? Kita bertiga kagak?" sindir Siska sengaja ingin menggoda Yola.
Kedekatan Rara dan Yola memang sudah diketahui oleh mereka karena selalu sekolah di tempat yang sama. Sikap keduanya yang cenderung tenang ji
Rara sengaja mempercepat dirinya untuk mengerjakan soal Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Ibu Tari. Ia berencana untuk berkonsultasi dengan Lala mengenai keinginan nya melanjutkan kuliah."Ra loe udah selesai? kok langsung dikumpulin sih? Gue kan mau nyontek..." Siska mengerucutkan bibirnya."Sorry... gue buru-buru nih mau konsul sama Bu Lala." Rara tidak ingin lama berbasa-basi sehingga mengutarakan tempat tujuannya, ruang BK.Setelah mengumpulkan tugas nya Rara lalu meminta izin kepada Tari agar bisa keluar kelas lebih cepat. Mendengar alasan Rara akhirnya Tari memberikan izin."Assalamualaikum..." Rara mengucapkan salam.Lala yang sedang menyelesaikan laporan perkembangan siswa pun mengalihkan perhatiannya ke arah Rara. Ia sudah terbiasa mendapati siswa yang ingin konsultasi atau sekadar curhat dengannya di ruangan ini."Walaikum salam... Eh, Rara... Silahkan masuk, Nak." Lala berdiri lalu mempersilahkan Rara masuk
Wina terlihat panik ketika berlari menghampiri Dina ke dalam kelas. Nafasnya masih memburu seolah baru saja lari dari kenyataan telah mencuri berlian di pohon toge."Win, loe kenapa sih?" Dina keheranan melihatnya."Din, ini gawat asli," ucap Wina setelah berhasil mengatur nafasnya perlahan."Loe nyolong sandal di musholla terus ketahuan?" Sindi menebak asal."Songong." Wina menoyor kepala Sindi."Sono deh loe pada kalau mau berantem." Dina yang sedang badmood mengusir nyamuk yang menggangu khayalan nya."Din, loe gak bakalan tenang kalau gue kasih tau..." Wina memang pintar memainkan kata-katanya untuk mempermainkan rasa penasaran yang lain."Kalau apaan?" Dina mulai tertarik menyimak informasi dari Mak lambe."Yaelaah.... Sin, kasih tahu aja cepet kalau tadi Rara dari ruang BK." Wini tak sabar dengan ucapan Sindi yang tidak to the point."Rara dari ruang BK? Ngapain?" Dina terkejut."Ngapain lagi palingan ngadui
Suasana cafe bernuansa Instagram able itu tidak terlalu ramai seperti biasanya karena telah melewati waktu makan siang sejak tadi. Selain itu hari ini masih weekday sehingga pengunjung nya bisa di hitung jari tangan.Pada deretan tempat duduk sofa berwarna pastel terlihat 3 orang gadis yang sibuk luar biasa dengan kegiatannya masing-masing. Mereka duduk berdekatan tetapi pikiran berada di dunia yang berbeda. Kok ngomong 'dunia berbeda' jadi horor ya.Satu orang sedang sibuk mengetik dan mengerutkan dahinya menatap deretan angka yang membuatnya pening, sedangkan kedua gadis lainnya asyik bermain gadget di tangan nya sambil sesekali cekikikan mengomentari apa saja yang ia lihat."Gue masih shock si Jodi ngomong ke kita semua ngakuin Rara itu bini nya." Wini sedang men scroll igeh yang menampilkan medsos miliknya."Ho'oh saking asyiknya mereka temenan dari kecil eh baru pacaran sekarang." Sindi menimpali ucapan Wini mengenai hubungan Jodi dan Rara."I
Semerbak aroma khas kopi hitam menguar dari mug berwarna coklat kesayangan Rojak. Sensasi rasa menikmatinya ketika dalam kondisi panas mampu menghangatkan bagi yang meminumnya."Bang, biasa aja ngapa minum kopi ampe merem melek gitu," ledek Rodiah yang geli melihat wajah suaminya."Ini namanya gue menikmati kopi tanda cinta dari elo," elak Rojak sambil memainkan alisnya, menggoda Rodiah."Yaelaah, aye udah tua gini masih aje di gombalin," Rodiah pura-pura jengah padahal dalam hati kegirangan mendapatkan rayuan gombal suaminya."Gombal itu bukan cuma milik nyang muda." Rojak ngeyel tak ingin sikapnya di anggap salah."Malu ah kalau kedengaran anak kite." Rodiah menahan senyum manis madu nya."Kagak ngapa justru die jadi belajar gimane cara ngerayu bini nye. Hehehe." Rojak terkekeh."Wah iye bener tuh aye lihat sekarang anak ame mantu kite nempel mulu." Rodiah setuju dengan penuturan suaminya."Hahaha... Itu bocah sekarang udah k
Semenjak Jodi mengetahui rencana Rara yang ingin melanjutkan kuliahnya ke Jogja, mendadak Jodi berubah. Dia lebih memilih diam dan menghindari Rara. Kalau Rara saja bisa berfikir untuk menjauh darinya maka ia pun akan melakukan hal yang sama bahkan sebelum lulus sekolah. Itu tekadnya lantaran dirinya merasa kecewa perasaannya tak bernilai apapun di mata Rara.Hal itu tidak luput dari pengamatan para sahabatnya juga sahabat Rara. Tapi untuk menegur secara langsung mereka merasa sungkan sehingga menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya lantaran saat ini mereka di gempur habis-habisan waktunya untuk berbagai ujian praktek juga tes ujian masuk kuliah masing-masing."Ra, loe ngapa tadi bisa telat?" tanya Hilda ketika sudah masuk jam istirahat dan mereka kebetulan berempat berada di kantin."Si pinky masih ngadat," jawab Rara sambil tetap menuangkan sambal ke mangkuk bakso nya lalu mengadukannya walau baksonya telah ia habiskan barusan."Emang kemana kan
Setelah Dina berlalu pergi dari kantin, Rosa tidak dapat menahan rasa penasarannya akan kebenaran kabar yang tadi sekilas ia dengar berdasarkan bisikan gaib Dina ke telinga Rara."Ra, itu tadi gosip kan apa yang dibilang sama si Dina?" Rosa bertanya ragu-ragu."Oh, tadi emang loe dengar juga?" Rara tidak langsung menjawab karena takut akan menimbulkan salah faham. Repot menjelaskan suatu kabar yang belum jelas kebenarannya."Dina tadi bisikin apa, Ra?" tanya Siska penasaran."Gue kok gak yakin kalau si Dina bakal ngomong hal benar sama loe, Ra." Hilda memicingkan matanya, meragukan kejujuran ucapan Dina."Gue butuh tabayyun nih," Rara tak ingin salah mengambil sikap."Apa tuh? tabayyun?" Siska merasa asing dengan istilah itu."Mangkanya ngaji, Sis. Loe mah tau nya dunia perLambe an aje sih," sindir Hilda."Eh iya, kapan ya gue terakhir ngaji?" Siska bertanya kepada dirinya sendiri."Mampus loe besok agama praktek sholat sama ngaji." Hilda
Pandangan semua mata tertuju kepada Rosa dan Dodit yang menjadi artis dadakan. Setelah ini pasti mereka akan banyak mendapat todongan kompresi dress menuntut kejelasan ucapan Rosa. "Jangan dong, kita baru dua jam tiga puluh enam menit lima detik baru jadian," protes Dodit yang tak terima masa pacarannya amat singkat sehingga mungkin bisa masuk rekor muri. Pengakuan Dodit yang di luar dugaan itu seketika membuat mereka berdecak keheranan. Bagaimana rasanya baru pacaran 2 jam setengah lalu di minta putus? "Hah? Sejak kapan kalian jadian?" Siska tiba-tiba berdiri di antara Dodit dan Rosa. "Baru tadi pagi," sahut Dodit lemas tanpa gairah. Pupus sudah harapannya setelah penantian sekian tahun. "Sis, loe tadi gak nyimak dia bilang baru jadian dua jam setengah lalu berarti baru banget." Hilda menginginkan. "Oh iya, terus gimana bisa? Selama ini kan yang naksir Rosa itu Samudra, tapi kenapa malah jadian sama elo?!" cecar Siska masih tetap ingi
Pulang sekolah hari ini mereka berempat main ke rumah Rosa. Mumpung hari ini pulang lebih cepat karena tadi di sekolah mereka hanya mengikuti ujian praktek olahraga saja."Sa, itu bukannya Sam?" Hilda memekik tak percaya ketika sedang mengendarai motor nya bersama Rosa lalu melihat Samudra berlawanan arah di gang menuju rumah Rosa."Loe salah orang kali." Rosa menyangkal."Masa sih?" Hilda melanjutkan perjalanan nya ke rumah Rosa."Assalamualaikum," ucap Rosa mengucapkan salam begitu tiba di rumahnya."Walaikum salam, Rosa. Eh, ada temannya Rosa." Mira, ibunda Rosa menyambut kedatangan Rosa dan para sahabatnya."Ayah belum pulang, Bun?" Rosa celingukan mengedarkan pandangannya ke arah kamar orangtuanya."Belum, Sa. Ayah bilang cuacanya lagi gak bagus buat penerbangan jadi mungkin besok baru Ayah bisa pulang." Mira menepuk lembut bahu Rosa."Bu, tadi masa teman Rosa bilang lihat Samudra." Rosa bertanya ketika mereka sudah masuk