Wina terlihat panik ketika berlari menghampiri Dina ke dalam kelas. Nafasnya masih memburu seolah baru saja lari dari kenyataan telah mencuri berlian di pohon toge.
"Win, loe kenapa sih?" Dina keheranan melihatnya.
"Din, ini gawat asli," ucap Wina setelah berhasil mengatur nafasnya perlahan.
"Loe nyolong sandal di musholla terus ketahuan?" Sindi menebak asal.
"Songong." Wina menoyor kepala Sindi.
"Sono deh loe pada kalau mau berantem." Dina yang sedang badmood mengusir nyamuk yang menggangu khayalan nya.
"Din, loe gak bakalan tenang kalau gue kasih tau..." Wina memang pintar memainkan kata-katanya untuk mempermainkan rasa penasaran yang lain.
"Kalau apaan?" Dina mulai tertarik menyimak informasi dari Mak lambe.
"Yaelaah.... Sin, kasih tahu aja cepet kalau tadi Rara dari ruang BK." Wini tak sabar dengan ucapan Sindi yang tidak to the point.
"Rara dari ruang BK? Ngapain?" Dina terkejut.
"Ngapain lagi palingan ngadui
Suasana cafe bernuansa Instagram able itu tidak terlalu ramai seperti biasanya karena telah melewati waktu makan siang sejak tadi. Selain itu hari ini masih weekday sehingga pengunjung nya bisa di hitung jari tangan.Pada deretan tempat duduk sofa berwarna pastel terlihat 3 orang gadis yang sibuk luar biasa dengan kegiatannya masing-masing. Mereka duduk berdekatan tetapi pikiran berada di dunia yang berbeda. Kok ngomong 'dunia berbeda' jadi horor ya.Satu orang sedang sibuk mengetik dan mengerutkan dahinya menatap deretan angka yang membuatnya pening, sedangkan kedua gadis lainnya asyik bermain gadget di tangan nya sambil sesekali cekikikan mengomentari apa saja yang ia lihat."Gue masih shock si Jodi ngomong ke kita semua ngakuin Rara itu bini nya." Wini sedang men scroll igeh yang menampilkan medsos miliknya."Ho'oh saking asyiknya mereka temenan dari kecil eh baru pacaran sekarang." Sindi menimpali ucapan Wini mengenai hubungan Jodi dan Rara."I
Semerbak aroma khas kopi hitam menguar dari mug berwarna coklat kesayangan Rojak. Sensasi rasa menikmatinya ketika dalam kondisi panas mampu menghangatkan bagi yang meminumnya."Bang, biasa aja ngapa minum kopi ampe merem melek gitu," ledek Rodiah yang geli melihat wajah suaminya."Ini namanya gue menikmati kopi tanda cinta dari elo," elak Rojak sambil memainkan alisnya, menggoda Rodiah."Yaelaah, aye udah tua gini masih aje di gombalin," Rodiah pura-pura jengah padahal dalam hati kegirangan mendapatkan rayuan gombal suaminya."Gombal itu bukan cuma milik nyang muda." Rojak ngeyel tak ingin sikapnya di anggap salah."Malu ah kalau kedengaran anak kite." Rodiah menahan senyum manis madu nya."Kagak ngapa justru die jadi belajar gimane cara ngerayu bini nye. Hehehe." Rojak terkekeh."Wah iye bener tuh aye lihat sekarang anak ame mantu kite nempel mulu." Rodiah setuju dengan penuturan suaminya."Hahaha... Itu bocah sekarang udah k
Semenjak Jodi mengetahui rencana Rara yang ingin melanjutkan kuliahnya ke Jogja, mendadak Jodi berubah. Dia lebih memilih diam dan menghindari Rara. Kalau Rara saja bisa berfikir untuk menjauh darinya maka ia pun akan melakukan hal yang sama bahkan sebelum lulus sekolah. Itu tekadnya lantaran dirinya merasa kecewa perasaannya tak bernilai apapun di mata Rara.Hal itu tidak luput dari pengamatan para sahabatnya juga sahabat Rara. Tapi untuk menegur secara langsung mereka merasa sungkan sehingga menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya lantaran saat ini mereka di gempur habis-habisan waktunya untuk berbagai ujian praktek juga tes ujian masuk kuliah masing-masing."Ra, loe ngapa tadi bisa telat?" tanya Hilda ketika sudah masuk jam istirahat dan mereka kebetulan berempat berada di kantin."Si pinky masih ngadat," jawab Rara sambil tetap menuangkan sambal ke mangkuk bakso nya lalu mengadukannya walau baksonya telah ia habiskan barusan."Emang kemana kan
Setelah Dina berlalu pergi dari kantin, Rosa tidak dapat menahan rasa penasarannya akan kebenaran kabar yang tadi sekilas ia dengar berdasarkan bisikan gaib Dina ke telinga Rara."Ra, itu tadi gosip kan apa yang dibilang sama si Dina?" Rosa bertanya ragu-ragu."Oh, tadi emang loe dengar juga?" Rara tidak langsung menjawab karena takut akan menimbulkan salah faham. Repot menjelaskan suatu kabar yang belum jelas kebenarannya."Dina tadi bisikin apa, Ra?" tanya Siska penasaran."Gue kok gak yakin kalau si Dina bakal ngomong hal benar sama loe, Ra." Hilda memicingkan matanya, meragukan kejujuran ucapan Dina."Gue butuh tabayyun nih," Rara tak ingin salah mengambil sikap."Apa tuh? tabayyun?" Siska merasa asing dengan istilah itu."Mangkanya ngaji, Sis. Loe mah tau nya dunia perLambe an aje sih," sindir Hilda."Eh iya, kapan ya gue terakhir ngaji?" Siska bertanya kepada dirinya sendiri."Mampus loe besok agama praktek sholat sama ngaji." Hilda
Pandangan semua mata tertuju kepada Rosa dan Dodit yang menjadi artis dadakan. Setelah ini pasti mereka akan banyak mendapat todongan kompresi dress menuntut kejelasan ucapan Rosa. "Jangan dong, kita baru dua jam tiga puluh enam menit lima detik baru jadian," protes Dodit yang tak terima masa pacarannya amat singkat sehingga mungkin bisa masuk rekor muri. Pengakuan Dodit yang di luar dugaan itu seketika membuat mereka berdecak keheranan. Bagaimana rasanya baru pacaran 2 jam setengah lalu di minta putus? "Hah? Sejak kapan kalian jadian?" Siska tiba-tiba berdiri di antara Dodit dan Rosa. "Baru tadi pagi," sahut Dodit lemas tanpa gairah. Pupus sudah harapannya setelah penantian sekian tahun. "Sis, loe tadi gak nyimak dia bilang baru jadian dua jam setengah lalu berarti baru banget." Hilda menginginkan. "Oh iya, terus gimana bisa? Selama ini kan yang naksir Rosa itu Samudra, tapi kenapa malah jadian sama elo?!" cecar Siska masih tetap ingi
Pulang sekolah hari ini mereka berempat main ke rumah Rosa. Mumpung hari ini pulang lebih cepat karena tadi di sekolah mereka hanya mengikuti ujian praktek olahraga saja."Sa, itu bukannya Sam?" Hilda memekik tak percaya ketika sedang mengendarai motor nya bersama Rosa lalu melihat Samudra berlawanan arah di gang menuju rumah Rosa."Loe salah orang kali." Rosa menyangkal."Masa sih?" Hilda melanjutkan perjalanan nya ke rumah Rosa."Assalamualaikum," ucap Rosa mengucapkan salam begitu tiba di rumahnya."Walaikum salam, Rosa. Eh, ada temannya Rosa." Mira, ibunda Rosa menyambut kedatangan Rosa dan para sahabatnya."Ayah belum pulang, Bun?" Rosa celingukan mengedarkan pandangannya ke arah kamar orangtuanya."Belum, Sa. Ayah bilang cuacanya lagi gak bagus buat penerbangan jadi mungkin besok baru Ayah bisa pulang." Mira menepuk lembut bahu Rosa."Bu, tadi masa teman Rosa bilang lihat Samudra." Rosa bertanya ketika mereka sudah masuk
Rara baru saja masuk ke dalam rumahnya ketika melihat kedua orangtuanya sibuk, tampak berpenampilan rapih dan bersiap-siap untuk menghadiri suatu acara."Ra, ini bentar lagi Enyak ame babeh mau ikut besanan anaknya Pak erwe di Bojong kenyot. Loe entar balik langsung ke rumah Jodi aje ye sekalian loe urusin die katenye lagi sakit." Halimah menuturkan pengakuan Rodiah sebelumnya di telepon."Maksudnya pegimane, Nyak?" otak Rara mendadak melemah dan tak bisa mencerna ucapan Halimah."Rodiah tadi telepon katenye gak jadi ikut ngebesan tapi Enyak bilang biar elo aje nyang urusin laki loe nyang sakit." Halimah menuturkan pembicaraannya dengan Rodiah."Kenape kudu aye? Pan kite..." Rara berusaha menolak keinginan Halimah."Inget, dosa tau kagak ngurusin laki lagi sakit." Halimah menasehati Rara."Tap..." Rara kembali ingin menolak tapi tidak diberi kesempatan bicara oleh Halimah."Loe mau die di rawat cewek laen? Nangis darah ntar nyang ada
"Duh, Ra, lama amat sih..." Rodiah yang sedari tadi menunggu langsung menghampiri Rara begitu mendengar bunyi suara klakson yang sengaja dibunyikan oleh Sabeni di depan rumahnya."Assalamualaikum..." Rara mengucapkan salam lalu mencium punggung tangan Rodiah."Walaikum salam..." Rodiah memeluk hangat menantunya."Ra, Enyak kagak bisa lama-lama nih. Jodi tadi udah Enyak kasih parasetamol jadi die molor di kamar. Loe mandi terus makan ye udah ade tuh di meja makan." Rodiah memberitahu Rara.Rara terpaksa mengulas senyum untuk Rodiah. Ia masih berat dan risih kalau harus berduaan dengan Jodi."Ra, nitip laki loe, ye?" Rojak yang datang dari arah luar menyapa sekaligus berpamitan kepada Rara."Oh iya Ra, ini daster bakal loe salin ye. Daster baru nih belum sempat Enyak pake." Rodiah menyodorkan daster motif bunga kepada Rara."Eh iya, Nyak. Makasih." Rara menerima dengan kikuk daster dari Rodiah."Kunci aje pintunye... Enyak sama B