Beberapa bulan mendekati pelaksanaan ujian nasional, di sekolah diadakan jam 0 yang artinya ada pelajaran tambahan untuk mata pelajaran yang masuk dalam mata pelajaran Ujian Nasional sebelum bel pertanda masuk sekolah berbunyi tepat jam setengah 8 pagi.
Setengah jam sebelum jam 0 berlaku di kantin para siswa begitu lahap menyantap sarapan. Mereka sadar kalau saat tidak dipaksakan untuk sarapan maka akan mengurangi daya konsentrasi belajar nantinya. Di larang oleng sebelum lulus ujian nasional, pikir mereka, para pemburu sarapan.
Rara dan ketiga sahabatnya, Rosa, Hilda dan Siska tampak asyik menyantap sarapan mereka masing-masing. Ketenangan mereka pun terusik dengan kedatangan Dina, Sindi, Wina dan Wini
"Wah, kasian banget nih pada kelaperan." Wina berkata sambil menatap sinis ke arah Rara.
"Maklum jadi pelakor emang kudu kuat tenaganya biar kebal rumpian tetangga..." Dina berteriak menyindir Rara yang ternyata tak menanggapi sindirannya.
Dina menj
Memasuki ruangan kelas, Rara, Rosa, Siska dan Hilda terkejut melihat kehadiran Yola yang sedang mengobrol bersama teman sekelas mereka.Penyakit yang diderita oleh Yola memang membuat dirinya lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahnya yang sudah dilengkapi oleh peralatan medis serta dokter dan perawat pribadi.Selama ini dalam sebulan bisa di hitung jari Yola bisa belajar berada di dalam kelas. Untunglah selain Rara yang membantu menyiapkan catatan khusus untuk dia pelajari di rumah, kedua orangtuanya telah menyewa jasa guru privat agar tidak tertinggal mata pelajaran di kelas."Yolaaaa... welcome back, cyin!" pekik Rara heboh."Miss you, Ra," ucap Yola sambil berpelukan bersama Rara."Ekhem, jadi cuman Rara doang nih yang loe kangenin? Kita bertiga kagak?" sindir Siska sengaja ingin menggoda Yola.Kedekatan Rara dan Yola memang sudah diketahui oleh mereka karena selalu sekolah di tempat yang sama. Sikap keduanya yang cenderung tenang ji
Rara sengaja mempercepat dirinya untuk mengerjakan soal Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Ibu Tari. Ia berencana untuk berkonsultasi dengan Lala mengenai keinginan nya melanjutkan kuliah."Ra loe udah selesai? kok langsung dikumpulin sih? Gue kan mau nyontek..." Siska mengerucutkan bibirnya."Sorry... gue buru-buru nih mau konsul sama Bu Lala." Rara tidak ingin lama berbasa-basi sehingga mengutarakan tempat tujuannya, ruang BK.Setelah mengumpulkan tugas nya Rara lalu meminta izin kepada Tari agar bisa keluar kelas lebih cepat. Mendengar alasan Rara akhirnya Tari memberikan izin."Assalamualaikum..." Rara mengucapkan salam.Lala yang sedang menyelesaikan laporan perkembangan siswa pun mengalihkan perhatiannya ke arah Rara. Ia sudah terbiasa mendapati siswa yang ingin konsultasi atau sekadar curhat dengannya di ruangan ini."Walaikum salam... Eh, Rara... Silahkan masuk, Nak." Lala berdiri lalu mempersilahkan Rara masuk
Wina terlihat panik ketika berlari menghampiri Dina ke dalam kelas. Nafasnya masih memburu seolah baru saja lari dari kenyataan telah mencuri berlian di pohon toge."Win, loe kenapa sih?" Dina keheranan melihatnya."Din, ini gawat asli," ucap Wina setelah berhasil mengatur nafasnya perlahan."Loe nyolong sandal di musholla terus ketahuan?" Sindi menebak asal."Songong." Wina menoyor kepala Sindi."Sono deh loe pada kalau mau berantem." Dina yang sedang badmood mengusir nyamuk yang menggangu khayalan nya."Din, loe gak bakalan tenang kalau gue kasih tau..." Wina memang pintar memainkan kata-katanya untuk mempermainkan rasa penasaran yang lain."Kalau apaan?" Dina mulai tertarik menyimak informasi dari Mak lambe."Yaelaah.... Sin, kasih tahu aja cepet kalau tadi Rara dari ruang BK." Wini tak sabar dengan ucapan Sindi yang tidak to the point."Rara dari ruang BK? Ngapain?" Dina terkejut."Ngapain lagi palingan ngadui
Suasana cafe bernuansa Instagram able itu tidak terlalu ramai seperti biasanya karena telah melewati waktu makan siang sejak tadi. Selain itu hari ini masih weekday sehingga pengunjung nya bisa di hitung jari tangan.Pada deretan tempat duduk sofa berwarna pastel terlihat 3 orang gadis yang sibuk luar biasa dengan kegiatannya masing-masing. Mereka duduk berdekatan tetapi pikiran berada di dunia yang berbeda. Kok ngomong 'dunia berbeda' jadi horor ya.Satu orang sedang sibuk mengetik dan mengerutkan dahinya menatap deretan angka yang membuatnya pening, sedangkan kedua gadis lainnya asyik bermain gadget di tangan nya sambil sesekali cekikikan mengomentari apa saja yang ia lihat."Gue masih shock si Jodi ngomong ke kita semua ngakuin Rara itu bini nya." Wini sedang men scroll igeh yang menampilkan medsos miliknya."Ho'oh saking asyiknya mereka temenan dari kecil eh baru pacaran sekarang." Sindi menimpali ucapan Wini mengenai hubungan Jodi dan Rara."I
Semerbak aroma khas kopi hitam menguar dari mug berwarna coklat kesayangan Rojak. Sensasi rasa menikmatinya ketika dalam kondisi panas mampu menghangatkan bagi yang meminumnya."Bang, biasa aja ngapa minum kopi ampe merem melek gitu," ledek Rodiah yang geli melihat wajah suaminya."Ini namanya gue menikmati kopi tanda cinta dari elo," elak Rojak sambil memainkan alisnya, menggoda Rodiah."Yaelaah, aye udah tua gini masih aje di gombalin," Rodiah pura-pura jengah padahal dalam hati kegirangan mendapatkan rayuan gombal suaminya."Gombal itu bukan cuma milik nyang muda." Rojak ngeyel tak ingin sikapnya di anggap salah."Malu ah kalau kedengaran anak kite." Rodiah menahan senyum manis madu nya."Kagak ngapa justru die jadi belajar gimane cara ngerayu bini nye. Hehehe." Rojak terkekeh."Wah iye bener tuh aye lihat sekarang anak ame mantu kite nempel mulu." Rodiah setuju dengan penuturan suaminya."Hahaha... Itu bocah sekarang udah k
Semenjak Jodi mengetahui rencana Rara yang ingin melanjutkan kuliahnya ke Jogja, mendadak Jodi berubah. Dia lebih memilih diam dan menghindari Rara. Kalau Rara saja bisa berfikir untuk menjauh darinya maka ia pun akan melakukan hal yang sama bahkan sebelum lulus sekolah. Itu tekadnya lantaran dirinya merasa kecewa perasaannya tak bernilai apapun di mata Rara.Hal itu tidak luput dari pengamatan para sahabatnya juga sahabat Rara. Tapi untuk menegur secara langsung mereka merasa sungkan sehingga menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya lantaran saat ini mereka di gempur habis-habisan waktunya untuk berbagai ujian praktek juga tes ujian masuk kuliah masing-masing."Ra, loe ngapa tadi bisa telat?" tanya Hilda ketika sudah masuk jam istirahat dan mereka kebetulan berempat berada di kantin."Si pinky masih ngadat," jawab Rara sambil tetap menuangkan sambal ke mangkuk bakso nya lalu mengadukannya walau baksonya telah ia habiskan barusan."Emang kemana kan
Setelah Dina berlalu pergi dari kantin, Rosa tidak dapat menahan rasa penasarannya akan kebenaran kabar yang tadi sekilas ia dengar berdasarkan bisikan gaib Dina ke telinga Rara."Ra, itu tadi gosip kan apa yang dibilang sama si Dina?" Rosa bertanya ragu-ragu."Oh, tadi emang loe dengar juga?" Rara tidak langsung menjawab karena takut akan menimbulkan salah faham. Repot menjelaskan suatu kabar yang belum jelas kebenarannya."Dina tadi bisikin apa, Ra?" tanya Siska penasaran."Gue kok gak yakin kalau si Dina bakal ngomong hal benar sama loe, Ra." Hilda memicingkan matanya, meragukan kejujuran ucapan Dina."Gue butuh tabayyun nih," Rara tak ingin salah mengambil sikap."Apa tuh? tabayyun?" Siska merasa asing dengan istilah itu."Mangkanya ngaji, Sis. Loe mah tau nya dunia perLambe an aje sih," sindir Hilda."Eh iya, kapan ya gue terakhir ngaji?" Siska bertanya kepada dirinya sendiri."Mampus loe besok agama praktek sholat sama ngaji." Hilda
Pandangan semua mata tertuju kepada Rosa dan Dodit yang menjadi artis dadakan. Setelah ini pasti mereka akan banyak mendapat todongan kompresi dress menuntut kejelasan ucapan Rosa. "Jangan dong, kita baru dua jam tiga puluh enam menit lima detik baru jadian," protes Dodit yang tak terima masa pacarannya amat singkat sehingga mungkin bisa masuk rekor muri. Pengakuan Dodit yang di luar dugaan itu seketika membuat mereka berdecak keheranan. Bagaimana rasanya baru pacaran 2 jam setengah lalu di minta putus? "Hah? Sejak kapan kalian jadian?" Siska tiba-tiba berdiri di antara Dodit dan Rosa. "Baru tadi pagi," sahut Dodit lemas tanpa gairah. Pupus sudah harapannya setelah penantian sekian tahun. "Sis, loe tadi gak nyimak dia bilang baru jadian dua jam setengah lalu berarti baru banget." Hilda menginginkan. "Oh iya, terus gimana bisa? Selama ini kan yang naksir Rosa itu Samudra, tapi kenapa malah jadian sama elo?!" cecar Siska masih tetap ingi
Beberapa hari kemudianHari ini suasana di kediaman Dodit dan Dina tampak semarak dengan kehadiran para personil para mantan jomblo beserta keluarga kecil masing-masing. Ya, mereka datang ingin melihat sosok penghuni baru nan menggemaskan itu.Bayi mungil bernama Zayn Fayyad Alvarendra Hadiningrat yang artinya adalah laki-laki yang memiliki keindahan, baik, dermawan, murah hati, cerdas dan beruntung yang merupakan keturunan Hadiningrat. Sebuah nama yang mewakili doa dan harapan kedua orang tua dan semua sanak saudaranya.Meski di awal para sahabat dari bayi menggemaskan itu awalnya tidak diperkenankan untuk datang menjenguk ke rumah sakit, tapi masih bisa datang ke rumah untuk merasakan kebahagiaan yang sama."Gimana rasanya jadi orang tua baru?" tanya Rosa yang memang belum dikaruniai buah hati."Nikmat banget. Loe lihat sendiri nih mata panda gue. Sehari tidur bisa di hitung cuman berapa jam," curhat Dina."Baru satu aja loe udah ngeluh, pegimana gue yang otewe mau tiga ini?" sambar
Setahun kemudian Hari itu, Eyang Soeroso menemui putra sambungnya, Bambang di kantor polisi. Wajah anak sambungnya itu terlihat kusut dan lusuh. Hilang sudah jejak kesombongan dari wajah pria itu tergerus keadaan di dalam jeruji besi.Cukup rumit dampak dari penangkapan Bambang karena setelahnya sang Ibu, Ambar dan cucunya Panji malah ingin melepaskan diri dari status mereka sebagai bagian dari keluarga Hadiningrat. Hal ini sangat mengejutkan Eyang Soeroso hingga akhirnya terpaksa menyetujui keinginan istri dan cucu sambungnya tersebut.Bambang memang belum di pindah ke rumah tahanan karena berkas kasus pria itu baru naik ke kejaksaan dan sedang di proses.Mereka duduk di ruangan khusus, Eyang Soeroso melihat Bambang yang mengenakan pakaian tahanan sebenarnya sangat sedih. Ya, biar bagaimanapun mereka telah puluhan tahun menjadi satu keluarga.Terkadang Eyang Soeroso merasa tak habis pikir mengapa putra sambungnya ini tidak pernah bersyukur dengan semua fasilitas dan kemewahan yang i
Berita mengenai cucu menantunya yang mengalami keguguran membuat murka seorang pria paruh baya yang masih berkuasa penuh dalam keluarga Hadiningrat, Eyang Soeroso."Saya tidak mau tahu temukan motor yang telah menabrak cucu menantu saya! Dan bawa orangnya kesini!"Eyang Soeroso berdiri membelakangi tiga laki-laki bertubuh gempal dengan baju seragam serba hitam. Saat ini mereka sedang berada di ruang kerjanya.Kedua laki-laki bertubuh gempal berseragam itu terlihat menunduk patuh. "Baik, Tuan. Akan saya laksanakan."Eyang Soeroso melirik sekilas, "Saya tidak main-main, kalau kalian tidak bisa mendapatkannya, maka kepala kalian adalah bayarannya!"Pria paruh baya yang masih tampak berwibawa itu memutar dirinya ke arah kedua laki-laki berseragam itu. Dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Menatap lekat dan tegas kepada keduanya, menghadirkan rasa segan dan takut secara bersamaan."Ba-baik, Pak."Merasa puas dengan ekspresi yang ditampilkan kedua manusia itu. Eyang Soeros
"DOKTER!!?" teriakan pilu Dodit di sebuah pintu masuk rumah sakit terdengar jelas oleh petugas medis yang mendapat shift malam itu.Terlihat Dodit wara-wiri dengan baju yang penuh darah. Saat menggendong wanita yang sangat dicintainya itu. Beruntung rumah sakit 24 jam ini memang di dukung penuh oleh Soeroso grup. Sehingga teriakan Dodit langsung mendapat tanggapan positif dan tindakan cepat untuk segera membawa Dina ke ruang IGD."Dodit! Ada apa ini, nak?" Hanafi dan istrinya datang, bersama Pandu, Panji dan Yola. Mereka terlihat panik.Dodit hanya terdiam, dan menunduk dalam. Membuat mereka paham kalau saat ini Dodit masih terpukul atas kecelakaan yang baru saja menimpa sang istri."Ada apa, nak? Kenapa jadi seperti ini?"Dodit masih terdiam. Kedua tangannya terlihat gemetar. Kedua matanya menatap kosong pada lantai yang ia pijak, lalu detik kemudian ia memeluk sang ibu dengan isakan pilu.Keadaan rumah sakit yang sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Membuat rasa
"Padit! Aku mau wedang ronde!" Dina sengaja menggunakan panggilan Padit yang menurut pasutri ini artinya Papa Dodit lantaran menginginkan sesuatu.Rengekan Dina terdengar cukup nyaring sehingga Dodit yang tengah tertidur mengerjapkan kedua matanya. Menatap ke arah jarum jam dinding yang berdetak menunjukkan pukul satu dini hari."Ini jam satu malam, kamu mau wedang ronde?"Sungguh tak habis pikir pada wanita terkasihnya itu. Kenapa ia harus dibangunkan, tepat saat ia mau bermimpi indah?"Madin, sekarang udah malam banget, sayang ... " Dodit pun kali ini sengaja menggunakan panggilan Madin yang artinya Mama Dina.Dina pun menggembungkan kedua pipinya yang semakin chubby semenjak dirinya hamil. "Aku gak peduli pokoknya aku mau wedang ronde!"Lihat bagaimana keras kepalanya wanita yang dicintainya itu. Membuat Dodit pusing sekali. Kenapa minta hal yang aneh-aneh di tengah malam seperti ini."Aku enggak tau cara bikinnya sayang. Lagian, kalau malam gelap begini gak ada yang jualan."Menco
Ambar yang lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan ambisi menguasai harta dan tahta keluarga Hadiningrat merasa sangat kesal sekaligus kecewa lantaran gagal membujuk cucu kandungnya, Panji agar tidak memilih melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan memutuskan untuk tidak menuruti semua keinginan pemuda itu melepaskan status sosial sebagai seorang penerus klan Hadiningrat.Puluhan tahun Ambar menggantungkan harapan bahwa kelak anak keturunannya akan hidup secara terhormat dan makmur dalam keluarga Hadiningrat. Sayangnya hanya Panji saja yang mau menjadi penerus ambisinya dalam melakukan semua hal, termasuk menyingkirkan anak keturunan Tantri yang merupakan nenek kandung Dodit.Selama ini dia memang sudah tidak bisa menaruh harapan pada Pandu, sang cucu pertama yang dari awal tidak pernah mau menjadi cucu yang penurut baginya. Lihat saja, ketimbang menjadi pengusaha kini Pandu malah berprofesi sebagai dosen. Ya, walaupun hal tersebut bukan hal yang buruk, tapi jelas naluri wanita
"Kalau kamu tidak mampu bersaing secara terbuka, coba sekarang bermain cantik. Dekati wanita itu dan jadilah sahabatnya agar kamu lebih tahu banyak semua kekurangannya untuk menjadi senjata kamu mengembalikan hati suaminya menjadi milikmu!" seru Ambar memberikan petuah sesat kepada cucunya, Yola.Sejak itulah Yola mendekati Dina. Yola memulai dengan permintaan maaf. Awalnya Yola mengira Dina si cewek bar-bar itu akan menolak mentah-mentah dirinya, namun siapa sangka justru sosok itu membuka tangannya lebar-lebar dan resmi menjadikannya adik sepupunya terdekat.Setiap hari mereka berbagi cerita dan saling berkunjung atau hang out bersama. Seperti kegiatan yang kali ini mereka lakukan di sebuah pusat perbelanjaan."Bumil, astaga tenaganya kuat sekali tak kenal lelah menjelajah hampir setiap sudut mall ini," sindir Yola yang cenderung malas sebenarnya mengikuti semua keinginan Dina sehingga sengaja mengajaknya untuk makan siang di sebuah restoran western."Ya loe tau sendirilah gimana be
Dodit dan Andri sudah kembali pada rutinitas mereka, bekerja. Rupanya koneksi persahabatan antara sesama sahabat mantan jomblo masih berlanjut hingga kini mereka menjalin kerjasama dengan perusahaan milik keluarga Riko.Untuk itulah hari ini rencananya mereka sebagai perwakilan kedua perusahaan akan melakukan pertemuan bisnis sekaligus merajut silaturahmi yang sempat merenggang karena jarak dan kesibukan masing-masing.Sebelum memulai pembicaraan serius, mereka berkumpul di cafetaria perusahaan."Kayaknya hari ini udah gak ada yang kekurangan pupuk sama air lagi deh," ujar Dina menyindir sikap ceria Riko."Ho'oh lihat tuh mukanya si duda kayak lampu baru di ganti," sahut Dodit menyambung sindiran sang istri."Silau, Men. Hahaha...." Andri latah menimpali ledekan duet maut pasutri sahabatnya itu."Yes ... Kita gak bakalan dapat curhatan sendu nan manjah lagi nih," ucap Dina sambil tersenyum sumringah."Apaan sih kalian," sahut Riko bak kura-kura dalam perahu.Sudah bukan rahasia umum l
Kebahagiaan yang terpancar dari wajah Andri dan Siska berbanding terbalik dengan sang kakak, Sandra, tetapi dia juga tidak mau di cap sebagai penghambat pernikahan keduanya. Tatapannya menatap lirih Jaka, perjaka yang tak memiliki urat malu sedikitpun mengutarakan perasaannya.Huh, bagaimana bocah tengil ini bisa punya pikiran mau serius komitmen sama gue? oke, untuk saat ini aja deh gue iya in aja lantaran gue gak bisa biarin Siska terhalang dapat jodoh karena gue. Batin Sandra dengan berpura-pura tersenyum ramah kepada para tamunya.Acara itu sekaligus juga menjadi ajang reuni para mantan jomblo dan keluarganya. Hilda yang sedang menghitung hari hendak melahirkan menjadi sosok yang begitu antusias bercerita."Bro, sorry ya kayaknya anak gue kecapean nih jadi gue balik duluan ya?" Pamit Jodi saat melihat Dira tertidur pulas di pangkuannya.Sementara Rara sejak tadi memang sedang asyik gosip sana sini sambil mengusap punggung Rani yang sejak tadi tertidur dalam gendongannya."Oh, ya