Raut wajah Stefan menjadi sangat muram. Namun, dia tidak berani maju ke depan lagi. Dia takut neneknya akan memukulinya dengan tongkat. Dia masih ingat kata-kata sindiran dari neneknya barusan.“Nenek, aku nggak pernah bilang bukannya aku nggak bisa hidup tanpa Olivia,” kata Stefan.Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan hal seperti itu. Dia tidak bisa hidup tanpa Olivia. Dia tidak menginginkan siapa pun kecuali Olivia.“Kamu benar nggak pernah bilang?”Stefan tiba-tiba terdiam. Sesaat kemudian, dia baru berkata, “Sepertinya aku bilang begitu di dalam mimpi. Tapi kenapa Nenek bisa tahu?”Stefan spontan berpikir, apa mungkin dia tidak sedang bermimpi? Dia benar-benar bertengkar terlalu hebat dengan Olivia. Dia mengucapkan kalimat seperti itu karena marah. Padahal dia masih ingin bercumbu dengan Olivia.“Nenek, habis minum tadi, a-apa yang aku lakukan pada Olivia?”Kalau Stefan memaksa Olivia untuk bercinta dengannya di bawah pengaruh alkohol .... Oh, tidak!Stefan bahkan tidak berani mem
Berarti kalau Olivia tidak bisa berbaur dalam lingkungan Stefan, maka mereka akan bercerai dan mengembalikan kebebasan masing-masing.Apakah setiap orang harus menikah dengan orang yang selevel? Stefan dan keluarganya tidak pernah mempermasalahkan latar belakang Olivia. Mengapa Olivia begitu menekan dirinya sendiri dan peduli dengan pandangan orang lain terhadapnya?Kalau Stefan bilang tidak ada kesenjangan di antara mereka, berarti tidak ada kesenjangan. Hanya Stefan yang bisa memutuskan.“Kalau kamu nggak ingat, berarti nggak terjadi apa-apa. Oh, ada satu kalimat yang terus kamu ucapkan sepanjang malam. Olivia, bukannya aku nggak bisa hidup tanpamu. Stefan, kamu sedang ungkapkan isi hatimu? Nanti kamu ngomong langsung di depan Olivia saja. Apa gunanya kamu teriak-teriak di depan kami?”Stefan menekuk wajahnya dan berkata dengan getir, “Nenek, Oliv ngomong banyak hal denganku. Dia bilang dia nggak mau jadi burung di sangkar emas. Dia bilang dia ingin jadi perempuan yang bisa berjalan
Setelah melihat orang yang datang adalah Reiki, kedua anjing itu langsung berhenti menggonggong. Mereka bahkan mengibaskan ekornya di depan Reiki.Karena beberapa waktu yang lalu Reiki sering datang ke rumah. Tentu saja dengan alasan ingin bertemu dengan Alex. Dia bahkan tidak tahu kalau ibu Junia salah paham padanya. Ibu Junia mengira Reiki tertarik pada Alex. Reiki malah menjadi akrab dengan kedua anjing itu.Alex yang keluar untuk membuka pintu. Setelah melihat Reiki, dia pun bertanya, “Bukan datang untuk cari aku, kan?”Reiki tertawa, “Aku ke sini untuk cari kakakmu, bukan cari kamu.”Alex juga tertawa, “Kemarin aku baru tahu mamaku kira kamu suka sama aku. Hahaha, konyol banget.”“Aku juga nggak menyangka Tante akan salah paham.”“Siapa suruh setiap kali datang ke sini kamu bilang kalau kamu cari aku? Kakakku masih ganti baju di lantai atas. Mulut bilangnya nggak peduli kamu datang atau nggak. Nyatanya, begitu bangun dia langsung pilih-pilih baju. Dasar perempuan, lain di mulut la
“Kalau begitu aku harus lebih gencar lagi. Aku akan berusaha untuk mendapatkan amplop merah yang Tante siapkan untukku secepat mungkin,” kata Reiki sambil tertawa ringan.“Dengar-dengar, keluargamu paling jago bergosip?” tanya ayah Junia.“Lumayan jago. Om suka bergosip?” Reiki balik bertanya.Ayah Junia menjawab dengan serius, “Om sudah tua begini, bisa bergosip apa. Tapi, kalau lagi bosan, kamu ceritakan ke Om juga nggak apa-apa.”Ibu Junia tiba-tiba berceletuk dan membongkar kedok suaminya, “Junia sangat mirip dengan papanya.”Junia suka keramaian, suka bergosip. Sifatnya itu memang diturunkan dari ayahnya. Kebetulan, Reiki juga orang yang seperti itu. Kalau tidak cocok, maka tidak akan bersama.Junia takut kalau dia tidak ada di sana, orang tuanya akan menceritakan hal-hal yang memalukan di depan Reiki. Dia sudah memilih baju sepanjang pagi tapi masih tidak tahu memakai baju apa. Namun, begitu dengar Reiki sudah datang, dia langsung selesai memilih.Setelah itu, dia bergegas mengga
Stefan tidak tahu saat dia bekerja keras, dia telah menyiksa begitu banyak orang di perusahaan. Setelah menenangkan diri selama tujuh hari, tibalah hari Senin, awal minggu yang baru. Dia pun mengajak Olivia untuk bertemu.Selama seminggu penyembuhan, luka di tangan Olivia sudah jauh membaik. Setidaknya tidak mempengaruhi dia mengemudikan mobil lagi. Stefan mengajak Olivia bertemu di kamar presidential suite di lantai teratas Mambera Hotel.Olivia membawa Russel ke sana. Russel ikut Olivia hari ini. Renovasi toko Odelina sudah hampir selesai. Beberapa hari ini dia sangat sibuk, jadi dia tidak punya waktu untuk mengurus Russel. Makanya, dia menitipkan Russel kepada Olivia.“Bu Olivia.”Dimas membawa rekan kerjanya berdiri di depan pintu masuk hotel dan menunggu Olivia datang. Begitu melihat Olivia turun dari mobil sambil menggendong Russel, Dimas segera menghampirinya dan menyapanya dengan sopan.“Pak Stefan kalian mana?”“Pak Stefan sedang menunggu Bu Olivia di lantai atas. Silakan ikut
Stefan meletakkan bukti kepemilikan sahamnya di Adhitama Group, surat pengalihan kepemilikan saham, kartu bank, semua sertifikat properti atas namanya, termasuk toko dan yang lainnya ke dalam map dokumen itu, lalu memberikannya kepada Olivia.“Sekalipun aku alihkan kepemilikan saham padamu, kamu juga nggak perlu kelola perusahaan. Aku akan terus kelola Adhitama Group. Uang yang aku hasilkan adalah milik kamu. Aku hanya kerja untuk kamu. Berapa banyak uang yang kamu inginkan, kamu mau jadi perempuan terkaya, aku bisa bekerja keras dan buat kamu menggapai keinginanmu itu.”“Selama kamu mau, kamu ikut aku selesaikan prosedurnya. Setelah itu, semua kekayaan ini akan dialihkan ke namamu. Aku nggak sisakan untuk diriku sendiri sedikit pun. Kamu kasih aku uang saku sesukamu saja setiap bulan.”“Waktu itu aku yang waspadai kamu. Aku takut kamu incar uangku. Sekarang aku yang ambil inisiatif untuk berikan semua uangku padamu untuk membuktikan kalau aku percaya sama kamu. Aku juga meminta maaf p
Stefan menebak Olivia pasti akan menolak. Sebelum Olivia menolak, dia mengancam perempuan itu lebih dulu, “Kalau kamu nggak ambil barang dalam map ini, aku akan buang semuanya dari jendela. Kamu jadi kepala di keluarga kita. Kamu saja nggak peduli dengan harta keluarga kita, untuk apa aku peduli? Aku hanya peduli sama kamu.”Olivia, “....”Setelah tidak bertemu selama seminggu, Olivia mengira Stefan sudah memahaminya ketika pria itu mengajak bertemu. Dia juga mengira Stefan telah mengubah sifatnya yang dominan. Begitu mendengar nada bicara Stefan yang mengancam, Olivia pun menghela napas dalam hati.Sulit untuk mengubah sifat seorang manusia. Sifat Stefan sudah seperti itu sejak dulu. Olivia seharusnya tidak berharap dirinya bisa mengubah pria itu. Stefan tidak akan berubah, dia juga tidak ingin berubah. Satu-satunya jalan yaitu terus membiasakan diri.Setelah menatap Stefan lama, Olivia akhirnya mengambil map itu. Kemudian, dia mengeluarkan kartu hitam dari dalam map dan menyerahkanny
“Kalau begitu, aku bawa kamu pergi lihat rumah-rumah kita mau, nggak?”Rumah yang dimaksud Stefan tentu saja rumah yang dia beli sebelum menikah. Dia biasanya membeli vila-vila besar, yang memiliki taman depan dan belakang.Hanya rumah di kawasan sekolah yang berbentuk apartemen. Pada saat membeli rumah itu, Stefan masih lajang. Namun, dia tahu keluarganya tidak mungkin membiarkannya melajang seumur hidup. Pada akhirnya, dia tetap harus menikah dan punya anak. Untuk memudahkan anaknya pergi ke sekolah, makanya dia memutuskan untuk membeli beberapa rumah di kawasan sekolah.Tidak peduli anak-anaknya akan sekolah di sekolah yang mana pun, dia punya rumah di dekat sekolah. Dengan begitu, anaknya lebih mudah pergi ke sekolah.“Kamu nggak sibuk?”“Kalau untuk temani kamu, aku pasti nggak sibuk.”“Kalau mau lihat, akhir pekan saja. Kamu nggak usah kerja, aku nggak usah buka toko. Nanti saja,” kata Olivia.Olivia tidak ingin menyita waktu kerja Stefan. Stefan hanya mencoba bertanya, tapi seka