Mendadak seperti teringat akan sesuatu, Stefan bergegas menghidupkan lampu dan berjalan ke arah kamar Olivia. Dia membuka pintu kamar dan menemukan kondisi kamar yang tidak berubah. Semua peralatan sehari-harinya juga masih ada di sana.Lelaki itu membuka lemari baju dan melihat ada beberapa baju yang kurang, tetapi kopernya masih ada di samping lemari. Olivia tidak membawa semua barang-barangnya pergi. Hal itu membuat Stefan merasa lega dan menghela napas kasar.Untuk pertama kalinya dia begitu takut kehilangan seseorang. Stefan duduk di tempat tidur Olivia dan menyentuh kasur perempuan itu dengan perlahan. Dia merasa dirinya seperti tengah menyentuh sosok Olivia.“Olivia,” gumam lelaki itu dengan pelan.“Aku akan membuktikannya padamu dengan sikapku langsung. Aku nggak akan pernah membohongi kamu lagi untuk selamanya. Kalau sampai aku membohongi kamu lagi dan menyakiti kamu, aku izinkan kamu untuk mengabaikanku selama satu tahun. Eum … satu tahun sepertinya terlalu lama, tiga bulan s
Olivia tertawa dan berkata, “Mana mungkin nggak buka toko.”“Setelah kami tahu kamu itu istri dari Tuan Muda Adhitama, mereka semua menebak kamu bakalan jual toko kamu ini dan hidup jadi nyonya kaya seumur hidup. Bahkan mereka juga rela membeli toko kamu dengan harga tinggi karena merasa toko kamu mendatangkan keuntungan.”Chiko tertawa lebar sambil melanjutkan ucapannya lagi, “Ini semua bukan masalah toko, tapi memang takdirmu sudah ditentukan akan menjadi istrinya Tuan Muda Adhitama.”Orang-orang merasa dengan membeli toko milik Olivia, mereka akan memiliki nasib yang sama seperti perempuan itu.“Om, aku tetap akan menjadi aku. Toko ini hasil jerih payah aku dan Junia selama bertahun-tahun. Aku nggak mungkin melepaskannya begitu aja.”“Om dengar katanya menantu dari keluarga Adhitama nggak dibolehkan untuk bekerja di luar. Memangnya Pak Stefan mengizinkan kamu untuk terus muncul di publik?”Olivia terdiam dan berkata, “Om, aku bebas.”Stefan sudah membohonginya selama empat bulan leb
“Ini baru Olivia yang aku kenal!” kata Junia.Setelah motornya selesai di parkir, Junia membantu Olivia merapikan barang di toko.“Pak Stefan masih mencarimu?” tanya Junia perhatian.Olivia mengambil kemoceng dan mulai membersihkan debu di barang-barang toko sambil menjawab, “Menurutmu dengan sifat dia, dia bisa membiarkan aku tenang selama beberapa hari?”“Nggak bisa. Asalkan dia nggak keterlaluan seperti dulu, kamu tutup sebelah mata saja. Dia hanya terlalu takut kehilangan kamu,” ujar Junia.Olivia diam dan tidak berbicara. Melihat temannya yang tidak ingin membahas masalah hati membuat Junia memutuskan untuk tidak melanjutkan topik tersebut lagi.“Akhirnya tokonya buka! Olivia, Olivia!”Dari arah luar toko terdengar suara yang paling tidak disukai oleh Olivia. Setelah itu terlihat sosok Adi yang datang membawa cucunya sambil masuk ke dalam toko dengan senyuman lebar.“Olivia.”Senyuman di wajah lelaki itu tampak cerah dan bahagia. Dia tidak menyangka keponakannya bernasib begitu ba
“Pesan makanan saja. Olivia, nanti kamu yang bayar,” ujar Adi.Olivia nyaris menyemburkan tawanya melihat tingkah orang-orang di depannya ini. Sifat mereka tidak berubah sama sekali. Kerjaannya hanya mengambil keuntungan dari diri Olivia.Dengan dingin perempuan itu berkata, “Siapa yang pesan, dia yang bayar.”Dia juga melihat oleh-oleh yang dibawa oleh Yogi dan Bobby. Kantong yang dibawa oleh mereka tidak tertutup dan di dalamnya terlihat ubi dan juga talas. Mereka membawa barang-barang itu dan sudah mau menguasai meja kasir tokonya? Hanya kakeknya yang bisa kepikiran cara seperti ini.“Olivia, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Kita lupakan saja semuanya dan jangan menyimpan dendam dalam hati. Bagaimana pun juga, Kakek ini Kakek kandung kamu. Kami juga bersedia minta maaf sama kamu. Kamu mau kami minta maaf di depan media?”“Kakek bisa minta kakakmu buat surat permintaan maaf dan mengunggahnya di internet. Setelah semua kesalahpahaman terselesaikan, kita semua tetap satu keluarga. K
Namun mereka tidak menyadari bahwa seluruh orang di Mambera tahu dengan apa yang pernah dilakukan keluarga Hermanus pada Olivia dan kakaknya. Semuanya beranggapan keluarga Hermanus tidak tahu malu.“Mimpi di siang bolong! Pintu keluar ada di sana, tolong kalian segera pergi!” kata Olivia karena emosi dengan sikap tidak tahu mereka.Bobby dan yang lainnya refleks mundur beberapa langkah. Mereka membiarkan Adi berdiri paling depan seorang diri. Olivia juga tidak akan bertindak kasar pada kakeknya meski perempuan itu marah karena kakeknya sudah tua.“Olivia!” seru Adi dengan wajah menggelap.“Boleh saja kalau kamu mau kami pergi, tapi kasih Kakek dua miliar dulu! Setelah itu Kakek langsung pulang ke kampung buat jaga Nenek. Kalau kamu nggak kasih uang, sekarang juga Kakek akan bawa mereka semua buat ganggu suami kamu di kantornya.”“Walaupun nggak dapat uang, Kakek juga akan buat keributan sampai kamu merasa malu dan jadi bahan tertawaan orang-orang. Kamu akan diremehkan di keluarganya me
“Kamu tunggu saja! Tunggu saja! Kakek akan mencari suamimu dan mengganggu dia di kantor! Kakek akan minta uang dengan dia! Kalau dia nggak mau kasih, Kakek akan ke rumah mertua kamu dan buat keributan di sana! Kakek akan buat kamu malu dan akhirnya kamu diusir dari sana!”Dia memang berencana melakukan apa yang dia katakan tadi. Sebelum datang ke toko, cucunya sudah mengingatkan kalau Olivia dan Odelina benci dengan mereka. Oleh karena itu, keduanya belum tentu bersedia memberikan uang sehingga para cucunya sudah memikirkan cara lain.Mereka menganggap Olivia akan berusaha menjaga nama baiknya karena sudah menjadi menantu di keluarga Adhitama. Asalkan mereka mengancam akan membuat keributan, perempuan itu akan bersedia memberikan uang. Kalau menolak, mereka akan langsung mendatangi kediaman atau kantor keluarga Adhitama.Olivia yang memang berasal dari keluarga yang tidak memiliki latar belakang apa pun tentu saja posisinya di keluarga Adhitama mudah digoyahkan. Kemungkinan mertuanya t
“Cucu Menantu, akhirnya kamu datang juga. Cepat urus istri kamu yang nggak menghormati orang tua sama sekali. Anak yang nggak ada orang tua ternyata memang kurang ajar! Sedangkan kamu pasti mengerti dengan etika dan sopan santun, kamu harus ceraikan dia!”“Kalau nggak cerai, kamu juga harus ajarkan dia dengan tegas! Kalau nggak mau dengar ucapan kamu, pukul saja dia! Dulu neneknya juga Kakek pukul kalau nggak mendengarkan omongan Kakek. Setelah itu dia menjadi penurut.”“Cucu Menantu, Olivia membuat pakaian Kakek basah semua. Kamu kasih Kakek sedikit uang untuk membeli beberapa baju baru,” ujar Adi.Raut wajah Stefan yang dingin membuat hati Adi sedikit ketar ketir. Akan tetapi, dia coba menebalkan wajahnya dan tetap meminta uang. Junia yang mendengar ucapan lelaki tua itu ingin sekali melempar sapu ke arah Adi. Dia tidak pernah bertemu dengan seorang kakek yang sifatnya seperti Adi.Junia curiga ayahnya Olivia bukan anak kandung dari Adi. Olivia berbalik lagi dan masuk ke dalam kamar
Dunia ini memang tidak adil dengannya. Cucunya yang lain sangat menghormatinya, hanya Olivia saja yang bersikap seperti ini. Namun justru cucu yang paling kurang ajar padanya yang menikah dengan orang kaya.Bobby dan yang lainnya juga ikut kabur setelah melihat kakeknya kabur. Mereka berlari masuk ke mobil dan langsung melaju pergi. Stefan meletakkan ember yang berisi air ke lantai dengan gerakan sedikit kasar hingga air tersebut terciprat keluar mengenai celana lelaki itu.“Kalau berani jangan kabur! Dasar tua bangka!” seru Stefan ke arah mobil tersebut.Dia berencana meminta anak buahnya mengangkut Adi dan juga keluarganya yang lain untuk pergi dari sini. Olivia dan Junia ikut berlari keluar menyusul Stefan.“Olivia, orang-orang itu nggak boleh diajak berdamai. Meski mereka minta maaf di internet, kamu tetap nggak boleh damai dengan mereka. Semuanya orang yang nggak benar!”“Aku nggak pernah bilang mau berbaikan dengan mereka dan nggak akan bisa berdamai juga dengan mereka,” ujar Oli
Calvin ingin menjemput Rosalina di bandara, tapi Rosalina tidak mengizinkannya pergi. Rosalina pulang bersama pengawalnya. Rosalina bilang dia sudah bisa melihat. Calvin tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya lagi. Biar dia bisa jadi lebih mandiri.Baiklah, Calvin hanya bisa menuruti apa kata istrinya. Kebetulan dia juga sangat sibuk. Rosalina perhatian padanya, tidak butuh Calvin jemput di bandara. Calvin pun segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang untuk menunggu Rosalina.Calvin sudah menyiapkan satu meja penuh dengan makanan favorit istrinya. Rosalina sudah makan di pesawat. Namun sesampainya di rumah, dia sudah lapar lagi. Jarak bandara dan rumahnya agak jauh.Entah kapan hujan yang menetes di luar berhenti. Akan tetapi, ada air di mana-mana. Langit masih mendung. Suhu lebih rendah dibandingkan tadi pagi.Begitu mendengar suara mobil, Calvin langsung keluar untuk menyambut Rosalina. Tepat saat Rosalina keluar dari mobil, Calvin pun segera menuruni tangga sambil tersenyum. “Sud
“Bukannya Ronny kerja dengan baik? Yohanna juga nggak pilih-pilih masakan yang dia buat.”Risa bertanya dengan heran. Tanpa menunggu jawaban Jaka, dia pun berkata lagi, “Padahal masakannya benar-benar enak. Tapi dia sendiri sudah jadi bos. Mungkin dia nggak bisa terima perubahan status secara tiba-tiba.”Bekerja sebagai koki pribadi di keluarga Pangestu sama saja dengan menjadi pelayan. Ronny memiliki kemampuan, dia juga telah menjadi bos. Dia tidak kekurangan uang. Dia menjadi koki pribadi keluarga Pangestu hanya untuk sebuah tantangan. Wajar saja kalau dia sudah tidak tahan lagi.Sayang sekali, baru dua hari sudah harus diganti lagi. Risa sudah terbiasa dengan seringnya pergantian koki di rumahnya.“Tommy sangat suka sarapan yang dibuat Ronny. Banyak jenis, bahkan bisa buat bentuk hewan kecil. Tommy dan yang lainnya sangat suka.”Jaka menunggu hingga Risa selesai bicara. Setelah itu, dia baru menjelaskan, “Bukan karena Ronny nggak kerja, Bu. Bu Yohanna mau ke luar kota, jadi Ronny ik
Rasanya Jaka yang menjadi kepala pengurus villa ini sangat mengkhawatirkan Yohanna. Yohanna mau ke luar kota, Jaka pun pesan kepada Ronny berulang kali. Satu hal diulang terus berulang kali, seolah takut Ronny akan lupa.Awalnya Jaka ingin meminta Ronny menjaga Yohanna. Mungkin karena Jaka mengingat Ronny masih muda dan belum menikah, begitu pula dengan Yohanna. Jaka pun berubah pikiran.Pria dan perempuan lajang tinggal bersama, mudah untuk terjadi masalah. Jadi Jaka tidak boleh membiarkan Ronny punya niat tidak baik. Lebih baik biarkan Ronny hanya bertanggung jawab memasak. Ada pengawal perempuan yang menjaga Yohanna.Padahal Ronny sama sekali tidak punya niat jahat. Lagi pula, dia baru saja hadir dalam kehidupan Yohanna. Meskipun sejak awal dia sudah tahu kalau Yohanna adalah calon istri yang neneknya pilihkan untuknya. Mereka baru saja saling kenal. Bagaimana mungkin ada perasaan di antara mereka?Tanpa perasaan, Ronny tidak menginginkan apa pun. Dia hanya ingin fokus memasak. Jika
Ronny dan Jaka datang dengan mobil yang sama. Dalam perjalanan pulang, Ronny bertanya pada Jaka, “Biasa kalau Bu Yohanna dinas ke luar kota, dia tinggal di hotel atau dia ada beli rumah dan tinggal sendiri?”“Bu Yohanna nggak bilang mau ke mana. Kalau tempat yang ada perusahaan cabang, biasanya ada rumah sendiri. Setiap kali ke sana, Bu Yohanna tinggal di rumahnya sendiri. Rumahnya mungkin nggak besar, tapi ada karyawan. Barang kebutuhan sehari-hari pasti sudah ada,” jawab Jaka.“Kalau dia pergi sekadar bahas kerja sama dengan orang lain, Bu Yohanna akan tinggal di hotel. Sekalipun tinggal di hotel, dia akan tinggal di kamar presidential suite. Bisa masak sendiri. Saat ikut Bu Yohanna ke luar kota, kamu hanya perlu bawa barang yang kamu butuhkan. Kalau nggak bisa masak, dia nggak akan bawa kamu ke sana.”Ronny berpikir sejenak. “Benar juga, ya. Kalau begitu aku pulang dan beres-beres dulu. Nggak perlu bawa banyak barang. Cukup bawa bumbu. Untuk bahan-bahan, beli di sana saja.”Sungguh
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem