Olivia mematikan panggilan video ituStefan berkata, “ … bahkan nggak memperbolehkanku melihat Russel.”Tahu begitu, dia akan terus mengajak Russel bermain. Setidaknya, dia masih bisa mendengar suara Olivia.Odelina memandangi adiknya, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Setelah menjemput adiknya untuk tinggal di rumahnya, dia tidak menanyakan apa pun pada adiknya. Adiknya akan bercerita padanya ketika siap.Melihat wajah Russel penuh dengan nasi, Odelina tertawa dan membantu membersihkan wajah putranya.Setelah makan malam, Olivia mau keluar.“Kamu mau ke mana?” tanya Odelina sambil mencuci piring.“Aku bosan. Mau keluar dan menghirup udara segar.”“Kak, aku pakai motor listrikmu, ya.”“Jangan pergi terlalu jauh. Baterainya mungkin nggak cukup. Kalau kamu pergi terlalu jauh dan baterainya habis di tengah jalan, kamu hanya bisa mendorongnya pulang. Pakai jaket lebih. Anginnya besar di luar.”“Aku tahu.”“Jangan cari Junia untuk mengajaknya minum alkohol, ya. Stefan mengkhawatirkanmu. Kaka
Olivia membawa Russel keliling kompleks dua kali, dan akhirnya membawa anak itu ke supermarket besar terdekat dan membelikannya banyak makanan ringan dan sekotak susu.Kemudian, mereka kembali ke gedung tempat Odelina menyewa rumahnya dan memarkir motor listriknya di sana.Olivia refleks melihat sekeliling, tetapi tidak melihat Stefan di sana. Dia merasa lega, tetapi perasaannya rumit.“Russel, turun dulu. Tante mau mendorong motornya ke garasi dan menguncinya.”Ada garasi umum di lantai satu, yang disediakan untuk penyewa untuk memarkir kendaraan mereka.Olivia menggendong keponakannya turun dari motor terlebih dahulu, lalu mengambil makanan ringan dan sekotak susu yang diletakkan di bawah jok motor dan meletakkannya di sebelah Russel.Russel tahu semua barang itu dibelikan bibinya untuknya, jadi dia segera berjongkok di samping kantong berisi makanan itu dan mengulurkan kedua tangan kecilnya. Satu tangan memegang kantong dan satu tangan lagi memegang satu kotak susu itu. Jelas sekali
Tatapan Stefan beralih dari sosok Olivia. Diam-diam dia ikut keluar bersama dengan Odelina. Olivia mengambil kertas dan pulpen, dia menuliskan kalimat permintaan maaf di dalam kertas dan meninggalkan nomor ponselnya serta namanya di sana agar pemilik mobil bisa menghubunginya. Olivia akan mengganti rugi uang servis mobil tersebut.Setelah selesai menuliskan semuanya, Olivia menyelipkan kertas tersebut dan berjalan keluar dari garasi mobil. Dia hanya menemukan kakaknya dan keponakannya saja, tidak ada sosok Stefan di sana.“Kak, dia sudah pergi?”“Barang yang kamu beli lumayan banyak, jadi Stefan berinisiatif untuk bantu bawa ke lantai atas.”Olivia hanya diam tanpa berkata apa pun.“Katanya mau cari angin, tapi akhirnya ke supermarket. Kalau kamu bersatu dengan Russel, seakan-akan mau memindahkan satu supermarket ke rumah,” kata Odelina sambil menggendong putranya dan berjalan naik dengan adiknya.“Waktu perasaanku nggak baik, dengan belanja bisa membuat perasaanku membaik.”Odelina te
Teringat dengan Olivia yang membawa gelas itu tadi dari dapur tanpa memecahkan gelasnya hanya agar Stefan bisa meminum air hangat untuk menghangatkan tubuhnya. Perempuan marah dan sedang enggan berbicara dengan Stefan. Meski di mulut berkata tidak ingin memaafkan lelaki itu, sikap Olivia menunjukkan sebaliknya.Pemikiran tersebut membuat Stefan merasa sedikit lega. Russel turun dari pangkuan Stefan untuk membuka bungkusan camilan. Melihat itu membuat Stefan ingin membantunya.“Terima kasih, Om.”Russel mengeluarkan bungkusan keripik kentang tersebut dan memberikannya pada Stefan sambil berkata, “Om, ini buat Om. Kata Tante Olivia ini enak sekali.”Namun Olivia jarang sekali memberikan keripik seperti ini pada Russel. Katanya anak kecil tidak boleh makan keripik terlalu banyak. Akan tetapi kenapa tantenya boleh sering makan keripik ini?Stefan menerima bungkusan tersebut. Setelah itu Russel mengeluarkan beberapa camilan lagi dari dalam kantong belanja dan meletakkannya di pangkuan Stefa
Mendadak seperti teringat akan sesuatu, Stefan bergegas menghidupkan lampu dan berjalan ke arah kamar Olivia. Dia membuka pintu kamar dan menemukan kondisi kamar yang tidak berubah. Semua peralatan sehari-harinya juga masih ada di sana.Lelaki itu membuka lemari baju dan melihat ada beberapa baju yang kurang, tetapi kopernya masih ada di samping lemari. Olivia tidak membawa semua barang-barangnya pergi. Hal itu membuat Stefan merasa lega dan menghela napas kasar.Untuk pertama kalinya dia begitu takut kehilangan seseorang. Stefan duduk di tempat tidur Olivia dan menyentuh kasur perempuan itu dengan perlahan. Dia merasa dirinya seperti tengah menyentuh sosok Olivia.“Olivia,” gumam lelaki itu dengan pelan.“Aku akan membuktikannya padamu dengan sikapku langsung. Aku nggak akan pernah membohongi kamu lagi untuk selamanya. Kalau sampai aku membohongi kamu lagi dan menyakiti kamu, aku izinkan kamu untuk mengabaikanku selama satu tahun. Eum … satu tahun sepertinya terlalu lama, tiga bulan s
Olivia tertawa dan berkata, “Mana mungkin nggak buka toko.”“Setelah kami tahu kamu itu istri dari Tuan Muda Adhitama, mereka semua menebak kamu bakalan jual toko kamu ini dan hidup jadi nyonya kaya seumur hidup. Bahkan mereka juga rela membeli toko kamu dengan harga tinggi karena merasa toko kamu mendatangkan keuntungan.”Chiko tertawa lebar sambil melanjutkan ucapannya lagi, “Ini semua bukan masalah toko, tapi memang takdirmu sudah ditentukan akan menjadi istrinya Tuan Muda Adhitama.”Orang-orang merasa dengan membeli toko milik Olivia, mereka akan memiliki nasib yang sama seperti perempuan itu.“Om, aku tetap akan menjadi aku. Toko ini hasil jerih payah aku dan Junia selama bertahun-tahun. Aku nggak mungkin melepaskannya begitu aja.”“Om dengar katanya menantu dari keluarga Adhitama nggak dibolehkan untuk bekerja di luar. Memangnya Pak Stefan mengizinkan kamu untuk terus muncul di publik?”Olivia terdiam dan berkata, “Om, aku bebas.”Stefan sudah membohonginya selama empat bulan leb
“Ini baru Olivia yang aku kenal!” kata Junia.Setelah motornya selesai di parkir, Junia membantu Olivia merapikan barang di toko.“Pak Stefan masih mencarimu?” tanya Junia perhatian.Olivia mengambil kemoceng dan mulai membersihkan debu di barang-barang toko sambil menjawab, “Menurutmu dengan sifat dia, dia bisa membiarkan aku tenang selama beberapa hari?”“Nggak bisa. Asalkan dia nggak keterlaluan seperti dulu, kamu tutup sebelah mata saja. Dia hanya terlalu takut kehilangan kamu,” ujar Junia.Olivia diam dan tidak berbicara. Melihat temannya yang tidak ingin membahas masalah hati membuat Junia memutuskan untuk tidak melanjutkan topik tersebut lagi.“Akhirnya tokonya buka! Olivia, Olivia!”Dari arah luar toko terdengar suara yang paling tidak disukai oleh Olivia. Setelah itu terlihat sosok Adi yang datang membawa cucunya sambil masuk ke dalam toko dengan senyuman lebar.“Olivia.”Senyuman di wajah lelaki itu tampak cerah dan bahagia. Dia tidak menyangka keponakannya bernasib begitu ba
“Pesan makanan saja. Olivia, nanti kamu yang bayar,” ujar Adi.Olivia nyaris menyemburkan tawanya melihat tingkah orang-orang di depannya ini. Sifat mereka tidak berubah sama sekali. Kerjaannya hanya mengambil keuntungan dari diri Olivia.Dengan dingin perempuan itu berkata, “Siapa yang pesan, dia yang bayar.”Dia juga melihat oleh-oleh yang dibawa oleh Yogi dan Bobby. Kantong yang dibawa oleh mereka tidak tertutup dan di dalamnya terlihat ubi dan juga talas. Mereka membawa barang-barang itu dan sudah mau menguasai meja kasir tokonya? Hanya kakeknya yang bisa kepikiran cara seperti ini.“Olivia, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Kita lupakan saja semuanya dan jangan menyimpan dendam dalam hati. Bagaimana pun juga, Kakek ini Kakek kandung kamu. Kami juga bersedia minta maaf sama kamu. Kamu mau kami minta maaf di depan media?”“Kakek bisa minta kakakmu buat surat permintaan maaf dan mengunggahnya di internet. Setelah semua kesalahpahaman terselesaikan, kita semua tetap satu keluarga. K