Pria itu merasa, Olivia sebaiknya tidak mengeluarkan uang sepeser pun juga.Mengeluarkan uang hanya akan dicap sebagai anak yang tidak berbakti, tidak mengeluarkan uang juga dicap sebagai anak yang tidak berbakti, lebih baik tidak mengeluarkan uang sepeser pun.Waktu itu, kedua kakak beradik ini masih di bawah umur, semua kerabat mereka juga begitu kejam dan menelantarkan mereka berdua begitu saja. Tidak saja menguasai uang kompensasi atas kematian kedua orang tua mereka, juga menguasai rumah peninggalan Ayahnya. Kalau bukan karena Bibinya yang lebih bijaksana, entah bagaimana nasib kedua kakak beradik ini.Olivia merasa bahwa ucapan Stefan ada benarnya. Perempuan itu berpikir sejenak, lalu berkata, “Pak Stefan, yang kamu katakan itu benar. Aku akan mengikuti kamu, sepeser pun nggak akan aku berikan, terserah mereka mau berkata apa.”Keluarga Hermanus saja tidak takut dibicarakan oleh orang lain ketika melakukan hal itu 15 tahun yang lalu.Apalagi yang ditakuti oleh Olivia?Siapa yang
Setelah Stefan tiba di perusahaan, sebelum melangkahkan kakinya masuk ke kantor, dia langsung memerintahkan sekretarisnya, “Bantu aku panggil Asisten Direktur untuk datang mencariku.”Sekretaris itu langsung mengambil teleponnya dan menekan sebuah nomor. “Pak Reiki, Pak Stefan ingin mencari Bapak, beliau meminta Bapak agar segera naik menemuinya.”Reiki tidak menanyakan apa pun. Pria itu hanya menjawab ‘emm’ lalu menutup sambungan telepon tersebut.Beberapa menit kemudian, Reiki mengetuk pintu kantor Presiden Direktur dan berjalan masuk ke dalamnya.Saat itu, Stefan sedang sibuk menandatangani dokumen. Begitu melihat Reiki masuk, pria itu langsung meletakkan pulpennya dan membuat gerakkan memanggil.“Ada masalah apa?”Stefan dan Reiki Ardana adalah teman sekelas. Stefan tahu dengan jelas kemampuan pria itu. Bahkan sebelum lulus, Stefan sudah lebih dulu menarik Reiki ke dalam perusahaannya. Setelah bergabung ke dalam Adhitama Group, Reiki langsung membuat prestasi dengan kepandaiannya,
“Reiki!”Wajah Stefan terlihat kesal.Dia melakukan hal ini, murni hanya untuk melindungi wajahnya sendiri.Olivia adalah istrinya, kalau ada orang yang berani menghina istrinya, itu sama saja telah menghina dirinya. Stefan tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi.“Oke, oke, aku nggak akan menggodamu lagi. Kamu melakukan ini semua karena hanya sebatas harga diri dan juga muka kamu. Oke, aku akan membantu kamu menyelidikinya. Istri kamu Namanya Olivia Hermanus, kan?” ”Sebenarnya kamu bisa meminta Daniel untuk menyelidiki hal ini. Aku adalah Asisten Direktur, tugas utamaku bertanggung jawab terhadap masalah-masalah di perusahaan. Pekerjaan biasa saja sudah cukup membuat aku sibuk hingga nggak sempat minum, masalah sekecil ini juga meminta aku mengerjakannya.”Stefan langsung bangkit berdiri dan mengambilkan segelas air untuknya. “Kalau begitu kamu minum dulu, jangan nanti bilang kamu terlalu sibuk hingga nggak sempat untuk meminum segelas air.”“Aku sudah duduk begitu lama, baru t
“Bukannya kamu bilang kamu hanya bayar DP?” tanya Olivia pelan.“Mobil yang kamu pilih nggak mahal, jadi kalau bisa bayar penuh ya bayar penuh saja.”Olivia mendengus dan berkata dengan suara rendah, “Aku akan mentransfer setengah dari uangnya padamu nanti.”Stefan meliriknya, “Nggak perlu.”Olivia mengejapkan matanya.Nggak perlu. Itu berarti pria ini memberinya mobil?Meski mobil yang dipilihnya tidak mahal, tapi harganya lebih dari 200 juta. Meskipun mereka suami istri, mereka belum lama menikah dan tidak saling mengenal dengan baik. Yang paling penting adalah, mereka telah menandatangani perjanjian, bahwa mereka akan bercerai dalam waktu setengah tahun.Stefan tiba-tiba memberinya sebuah mobil senilai lebih dari 200 juta. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Hal ini membuat jantung Olivia berdebar kencang. Dia menarik pria itu keluar dari dealer mobil dan bertanya, “Pak Stefan, apa kamu bisa memberi tahu aku alasan mengapa kamu tiba-tiba memberiku sebuah mobil? Kalau kamu nggak menj
Setelah memasukkan barang-barang ke dalam mobil, Stefan melihat istrinya diam saja sambil menatap layar ponsel. Dia pun bertanya dengan santai, “Kok nggak diangkat?”“Mungkin saudara-saudaraku itu.”“Angkat saja, lalu kamu akan tahu siapa yang menelepon. Nggak perlu takut sama mereka, ada aku!”Stefan ada di sini. Bahkan jika langit runtuh sekalipun, dia bisa melindungi Olivia.Kata-kata “Ada aku” itu langsung menghangatkan hati Olivia. Meskipun pria ini juga banyak kekurangan, tapi dia sendiri juga sama, tidak sempurna. Mereka menikah terlalu cepat tanpa saling mengenal satu sama lain. Pria ini sudah sangat baik bisa bersikap seperti ini.Dia menambahkan beberapa poin untuk Stefan di dalam hatinya, kemudian menjawab panggilan dari nomor asing itu.“Olivia, ini Kakek.”Suara yang agak asing itu masih terdengar tegas. Meskipun Olivia sudah lama tidak menghubungi orang-orang di kampung halamannya, dia bisa langsung mengenali itu adalah suara kakeknya.Olivia hanya bergumam untuk menjawab
“Odelina, Roni harus kerja setiap hari, kerjaannya sibuk dan melelahkan sekali. Roni sibuk mencari uang untuk menghidupi kamu dan Russel. Kamu sebagai istrinya sudah seharusnya menjaga dia dengan baik. Mana mungkin kamu membiarkan Roni mengerjakan pekerjaan rumah?”“Roni bilang dia bagi dua denganmu hanya agar kamu terlalu boros. Di antara suami istri kalau perhitungan seperti ini, mau gimana menjalani kehidupan? Cepat bersihkan meja makan, jangan buat Roni marah. Dia sudah capek sekali kerja di luar, jadi kamu harus mengerti keadaan dia.”Kakaknya menyetujui ucapan sang ibu dengan berkata, “Iya, kamu nggak kerja dan hanya jaga Russel saja di rumah. Semua kebutuhan pakai uang Roni, kamu masih nggak malu biarkan dia kerja di rumah?”Odelina keluar dari dapur dan menggendong anaknya. Dengan ekspresi datar dia berkata, “Aku nggak ada pekerjaan, nggak ada pendapatan, jadi ibu rumah tangga sepenuhnya dan jaga anak. Yang aku andalkan adalah Roni, tapi dia malah memintaku membagi semua biaya
Roni luar biasa marah hingga rasanya ingin bertindak kasar. Mendadak Odelina berbalik dan mendapati kepalan tangan lelaki itu yang sudah terangkat ke atas. Sorot mata perempuan itu berubah dingin dan berkata,“Kalau kamu berani memukulku, sebaiknya pukul aku sampai mati! Kalau nggak, jangan harap kamu bisa tidur lagi selamanya!”Dulu dirinya bisa berusaha bersabar meski Roni sering memaki dan memukulnya. Demi keluarganya dan juga anaknya, ditambah perasaan cintanya pada sang suami. Akan tetapi ketika Roni memintanya untuk membagi biaya menjadi dua, hati Odelina mendadak menjadi mati rasa.Dulu dirinya dan Roni bekerja di perusahaan yang sama dan sangat tahu gaji lelaki itu sebagai seorang manajer. Gajinya dua puluhan juta dalam satu bulan. Akan tetapi lelaki itu hanya memberikan enam juta setiap bulan padanya untuk uang belanja dan tidak mau memberikan lebih.Roni yang memiliki uang sebanyak itu masih mau memintanya untuk membagi dua? Bagaimana mungkin hatinya tidak sakit? Karena hatin
Di tangannya juga menggenggam setumpuk kertas. Orang yang tidak tahu akan berpikiran lelaki itu tengah membawa dokumen.“Nih, dokumen yang kamu minta.”Reiki meletakkan kertas-kertas tadi di atas meja kerja Stefan dan setelah itu dia mendudukkan dirinya. Reiki meletakkan sarapan di atas meja dan bertanya, “Mau makan sedikit, nggak? Ini makanan dari Mambera Hotel, sudah pasti enak!”Mambera Hotel merupakan salah satu usaha milik Adhitama Group. Biasanya Stefan makan dari hotel tersebut. Setelah memiliki istri, lelaki itu sudah jarang sekali makan di sana. Ternyata dia cukup merindukan masa-masa itu.“Nggak perlu.”Stefan mengambil dokumen tersebut dan membukanya sekilas sambil bertanya, “Semuanya ada di sini?”“Iya, sudah semuanya dan sudah rapi.”“Sedikit ini saja?”“Selain waktu masa mudanya cukup berjaya di luar sana, masa tuanya dihabiskan untuk bercocok tanam di desa. Memangnya ada apa lagi?”Stefan tidak bersuara. Dari ucapan Reiki tadi, keluarga Olivia sepertinya hanya berjaya di
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa