Mereka kembali setelah berkeliling dan berbelanja selama dua jam lamanya. Stefan yang sudah terbiasa bepergian dengan mobil mewah dan rutin berolahraga merasa sedikit kelelahan menemani Olivia berkeliling selama dua jam dan juga membawa belanjaan.Lelaki itu rela mengurusi setumpuk dokumen yang tidak ada habisnya serta rapat yang tidak berujung dibandingkan dengan menemani Olivia berbelanja.Setelah mobil selesai diparkir, tiba-tiba Olivia menerima telepon dari nenek Sarah sebelum dia sempat turun dari dalam mobil.“Olivia, kalian sudah di rumah? Kami sudah sampai di bawah.”Perempuan itu tertawa kecil dan berkata, “Nenek, kami baru balik dari supermarket. Nenek tunggu kami sebentar di bawah, kami segera ke sana.”“Kamu dan Stefan ke supermarket?”Sarah yang mendengar ucapan perempuan itu tampak bahagia. Dalam hatinya memikirkan cucu lelakinya yang dingin itu ternyata rela menurunkan ego nya untuk menemani Olivia berbelanja di supermarket.Ada baiknya juga meminta lelaki itu berpura-pu
Orang-orang terdiam dan tidak berani membayangkan pemandangan seperti itu.“Kalian semua ingat kalau jangan sampai membongkar identitas asli kita! Olivia nggak tahu. Kakak, kalian berdua suami istri bilang kalau kalian nggak ada uang pensiun dan hanya sibuk menanam di rumah. Setidaknya kalian bisa hidup dari uang bercocok tanam.”“Waktu datang tadi kita sudah membicarakannya dan kalian harus ingat! Kalau sampai ketahuan, Stefan akan membuat perhitungan dengan kalian. Kalau sampai nanti terjadi, kalian jangan minta tolong sama Nenek!”Sekarang Sarah merasa apa yang direncanakan oleh Stefan ternyata cukup menyenangkan. Ia mendukung rencana cucunya itu untuk tetap berpura-pura miskin. Sebenarnya Sarah yakin kalau Oliva merupakan perempuan yang baik dan sudah pasti tidak matrealistis. Umurnya yang sudah begitu larut membuatnya merasa tidak akan salah ketika menilai seseorang.“Iya, tahu.”Semua orang menyahuti Sarah. Sebenarnya mereka tidak asing dengan sosok Olivia karena perempuan itu pe
Sandy yang memang sudah kenal tampak ngobrol dengan Olivia. Bocah itu menyaksikan pemandangan kakak iparnya yang meminta sang kakak sepupu angkuhnya itu untuk memindahkan barang. Dia yakin bahwa dirinya harus mencari muka dengan kakak iparnya tersebut.Sandy yakin suatu hari nanti kakak iparnya ini akan menjadi senjatanya untuk membela diri!Odelina dan Roni membawa putranya, Russel datang sedikit terlambat dibandingkan dengan keluarga Adhitama. Roni yang tahu kalau istrinya merusak mobil mahal dan harus ganti rugi, kemudian adik iparnya yang ternyata kenal dengan pemilik mobil dan membantu agar biaya ganti ruginya tidak mahal membuat Roni tidak berani memandang adik iparnya itu sebelah mata.Awalnya Roni tidak begitu mementingkan pertemuan kali ini, tapi setelah bertemu dengan Stefan, semua pemandangannya berubah. Dia bahkan sedikit kagum dengan sifat adik iparnya ini yang ternyata jauh lebih tegas dibandingkan dengan atasannya di kantor. Bahkan lelaki itu jauh lebih mengintimidasi di
Stefan tidak suka bersosialisasi dengan Roni karena lelaki itu merupakan tipe manusia yang paling dibenci oleh Stefan. Selain itu dia juga tidak suka dengan sikap Roni.Russel sedang haus tetapi lelaki itu tidak mengambil botol yang ada di meja hadapannya dan sudah terisi penuh dengan air. Lelaki itu justru meneriakkan nama Odelina untuk mengambilkan minuman anaknya.Pertemuan pertama mereka sudah membuat Stefan menilai kalau Roni tidak menghargai istrinya sama sekali. Roni menganggap bahwa tugas menjaga anak di rumah merupakan sebuah pekerjaan yang sangat mudah.Cara didikan keluarga Adhitama membuat Stefan tidak suka dengan lelaki yang tidak menghargai istri. Dia dan Olivia memang menikah kilat dan baru bertemu setelah mengambil surat nikah. Akan tetapi dirinya tetap sangat menghargai Olivia yang menjadi istrinya ini.Olivia tertawa mendengar jawaban Stefan dan berkata, “Ya sudah kalau nggak nyambung.”“Biarkan Ricky yang ngobrol dengan Kak Roni saja, dia pasti nggak akan merasa kita
“Pak Stefan, biar aku saja yang melakukannya.” Olivia memberi kode agar lelaki itu menyingkir dan memberikan tempat untuknya.Setelah Stefan hening sesaat, dia bergeser dan memberikan tempat beserta celemek pada Olivia. Akan tetapi lelaki itu tidak keluar dan hanya berdiri di samping sambil mengamati Olivia mencuci piring."Pertemuan selanjutnya kita makan di rumah makan aja, nggak repot.”“Iya.”Olivia tidak keberatan dengan ucapan lelaki itu. Hari ini adalah pertemuan kedua keluarga mereka masing-masing, dia sendiri harus menampilkan dirinya yang terbaik di hadapan keluarga mertuanya. Oleh karena itu Olivia memutuskan untuk memasak saja di rumah.“Nenek bilang sama kamu apa?” tanya Stefan tiba-tiba.Olivia menghentikan gerakan tangannya di atas ponsel dan menoleh ke arah lelaki itu. Stefan juga tengah menatapnya, sehingga kedua pasang mata itu saling bertemu. Lelaki itu dapat menangkap sorot geli di mata Olivia dan mendengar perempuan itu berkata,“Nenek nanya kita tidur pisah kamar
Maaf sekali, hubungan suami istri mereka belum sampai pada tahap itu. Yang penting mereka hanya teman hidup saja. Meski lelaki itu marah, dia tidak akan mengusir Oliva.Setelah Olivia selesai mencuci piring, dia membersihkan seluruh dapur dan mengepel seluruh bagian rumah. Hingga terakhir dia duduk di kursi ayunan yang baru saja dibeli olehnya. Pemandangan malam dengan angin sepoi-sepoi ditambah dengan ayunan dari kursi tersebut membuat Olivia merasa sangat nyaman.Taman balkonnya terlihat seperti sebuah taman mini yang penuh dengan tanaman-tanaman cantik. Olivia mendecak kagum pada kemampuan dirinya lagi. Terdengar suara langkah kaki yang melangkah ke arah Balkon.Sesaat kemudian sosok Stefan muncul di sana dan memandangi Olivia yang duduk di ayunan. Perempuan itu terlihat sangat nyaman sekali. Kerutan di wajah Stefan semakin mendalam. Dia mendekati Olivia dan menyerahkan dua lembar kertas.“Apa ini?” tanya Olivia penasaran.Stefan tidak berbicara dan dari sikapnya terlihat jelas untu
Olivia menerima pulpen tersebut dan bangkit berdiri untuk berjalan ke arah tiang balkon. Dia menggunakan tiang tersebut sebagai alas untuk menandatangani perjanjian tadi. Stefan mengambil bak tinta agar perempuan itu bisa meletakkan cap jarinya. Mereka masing-masing memegang satu rangkap dari surat perjanjian tersebut.Olivia melipat surat tersebut dengan sembarangan dan menyimpannya di saku. Melihat sikap santai Olivia membuat Stefan merasa sedikit kesal. Akan tetapi dia tidak tahu harus berkata apa karena perjanjian tersebut dibuat sendiri olehnya.Semua isi dalam surat tersebut rata-rata memojokkan Olivia karena terlihat menjaga diri dari perempuan itu. Olivia tidak menambahkan persyaratan apa pun dalam surat tersebut.“Hari ini kamu juga sudah lelah selama seharian, istirahatlah.”“Kamu juga.”“Aku duduk dulu di sini sebentar. Aku mau menikmati bunga-bunga ini. Selama ini aku selalu ada impian seperti ini dan memiliki sebuah balkon dengan taman bunga yang kecil. Karena sekarang sud
Mereka hanya suami istri sah secara nama saja. Meski lelaki itu mabuk, dia juga tidak ingin dijaga oleh Olivia. Siapa yang tahu kalau perempuan itu akan mengambil kesempatan dalam kesempitan ketika Stefan mabuk.Lelaki itu memang telah berusia 30 tahun, tetapi Stefan tidak pernah memberikan ciuman atau bahkan pelukan pada siapa pun. Selama ini tidak pernah sekalipun dirinya berharap pada kisah cinta.Nenek selalu memarahinya dan mengatakan dirinya sebagai orang yang tidak memiliki perasaan. Itu semua juga karena dia tidak pernah mengharapkan apa pun dari yang namanya cinta. Karena itu juga, agar sang nenek tidak berceloteh lagi, Stefan menikahi Olivia.Setelah dia meraba seluruh saku di tubuhnya, Stefan tetap tidak menemukan kuncinya. “Kamu panggilkan Olivia bangun saja.”Stefan lupa membawa kunci rumah saat pergi tadi. Dengan sigap anak buahnya langsung mengetuk pintu. Olivia memang telah tidur, tapi dia belum terlelap sepenuhnya. Mendengar suara ketukan pintu membuatnya langsung ters
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa