Akhirnya, Stefan pulang pada tengah malam. Dia sempat minum anggur, tapi tidak sampai mabuk. Ronny bergegas bangkit lalu berjalan keluar setelah mendengar suara mobil yang masuk ke area rumah. Mobil Stefan berhenti tepat di depan pintu masuk. Pengawal bergegas turun dan melihat sosok Ronny lalu menyapanya. Kemudian dia bergegas membantu Stefan keluar dari mobil, tapi Stefan menolaknya. “Saya tidak mabuk,” ujar Stefan dengan suara dalam.“Kak Stefan,” panggil Ronny lalu maju beberapa langkah dan mengulurkan tangannya untuk membantu Stefan, tapi Stefan justru mendorongnya.“Ronny, kenapa kamu di sini?” tanya Stefan terkejut ketika melihat adiknya. “Aku cuma minum segelas anggur, jadi aku nggak mabuk. Kamu nggak perlu membantuku.”“Ada hal yang mau aku bicarakan dengan Kakak, makanya aku di sini menunggu Kakak pulang.”Ronny tetap membantu Stefan lalu dia mencium aroma alkohol dan berkata, “Kakak minum banyak, ya? Bau alkohol di tubuh Kakak sangat menyengat.”“Obrolannya berjalan denga
Tak perlu ditanya pun sudah ketahuan Ronny yang menunggu Stefan pulang sambil menikmati camilan dan teh. Ronny segera menuangkan segelas air hangat untuk Stefan, kemudian berdiri di sampingnya dengan wajah tersenyum seakan sedang menunggu perintah dari kakaknya.“Duduk,” kata Stefan.“Oke, makasih, Kak.”“Langsung saja, masalah apa lagi yang kali ini kamu bikin sampai bikin Papa Mama ribut.”“Kak, aku bukannya bikin masalah. Aku cuma mau pergi ke Aldimo.”“Mau ngapain kamu ke sana? Sebentar lagi sudah tahun baru kenapa pergi jauh-jauh. Kamu nggak mau tahun baruan di rumah? Kalau sampai Nenek tahu, habis kamu nanti.”Di perayaan tahun baru, orang tua pasti senang melihat anak dan cucunya di rumah dan berkumpul bersama. Tentu akan lebih baik lagi juga ada cucu menantu yang ikut serta. Rika sudah dipastikan akan pulang untuk melewati tahun baru bersama dengan Ricky, tapi untuk sekarang masih belum ada kabar apakah mereka akan bertunangan atau tidak. Namun seharusnya, tak lama lagi mereka
“Tapi aku bakal tetap menjalankan tugas apa pun yang Nenek kasih,” kata Ronny. “Aku nggak mau kayak Kak Ricky yang sampai sekarang masih belum punya cewek.”Ronny merasa enak juga menjadi adik, setidaknya dia bisa belajar dari kesalahan yang kakaknya perbuat.“Cewek yang Nenek pilih biasanya bagus, cocok sama sifat kamu juga,” ucap Stefan. “Jadi kapan kamu berangkat?”“Mungkin Senin depan. Dua hari ini aku mau urus kerjaan dulu. Untuk yang nggak sempat, aku minta tolong Kak Stefan, ya.”“Kok buru-buru amat?”“Keluarga Pangestu itu termasuk keluarga terpandang di Aldimo. Bisa kerja sama mereka pasti dapat gaji yang lumayan. Yohanna makannya lumayan rewel, jadi banyak orang yang mengambil tantangan itu. Di sana juga ada rumor yang bilang, kalau bisa bertahan jadi koki di keluarga selama tiga bulan saja, begitu keluar cari kerja di tempat lain pasti dicari-cari. Dan kalau bisa bertahan sampai lebih dari setengah tahun, hotel-hotel besar pasti mau menerima. Kalau bisa bertahan sampai berta
Ibu mereka datang pertama, yang kemudian diikuti oleh ayah mereka, setelah itu Ronny yang merasa telah membuat keributan ini juga mengikuti mereka. Tanpa perlu bertanya, Stefan sudah bisa menebak bagaimana akhirnya.“Awalnya Mama nggak setuju. Mama bilang aku sudah punya karierku sendiri dan berjalan dengan cukup baik. Tahun ini aku juga mulai bantu-bantu bisnis keluarga. Kalau memang suka masak, Mama bilang bisa masak di hotel atau di rumah sendiri saja. Nggak perlu sampai kerja jadi koki di luar. Papa justru mendukung. Papa bilang aku boleh melakukan apa yang aku suka, habis itu mereka jadi ribut. Mama kalah debat dan mengurung diri di kamar. Sudah Papa ketuk pintu berkali-kali juga nggak dibukain. Papa niatnya cuma mau bikin Mama tenang, habis itu pergi. Tapi begitu Papa pergi, Mama diam-diam keluar dan datang ke sini. Aku sama Papa mengira Mama masih di kamar. Biasanya Papa Mama baik-baik saja, tapi mereka jadi ribut gara-gara keputusan yang aku ambil.”Ronny merasa dirinya adalah
“Kak, sekarang sudah malam. Kakak pasti cape, istirahat saja lebih awal. Aku mau pulang.”“Sudah malam begini mending menginap saja sekalian. Di sini juga masih ada kamar kosong,” kata Stefan. Namun Ronny menolaknya dengan berkata, “Jarak aku pulang juga nggak terlalu jauh. Di sini kamar sih ada, tapi baju ganti nggak ada. Lagi pula aku susah tidur di tempat yang nggak terbiasa.”Ketika tidur di tempat yang bukan kamarnya sendiri, Ronny butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Orang yang punya kebiasaan seperti itu biasanya tidak akan bisa tidur di tempat asing. Berpikir toh tempat adiknya juga tidak jauh, Stefan merasa tidak ada perlunya dia memaksa Ronny untuk menginap. Dia hanya berpesan supaya berhati-hati di jalan dan mengabarinya kalau sudah sampai rumah.Setelah Ronny pulang, Stefan meminum lagi airnya setengah gelas, kemudian mencium tubuhnya yang masih mengeluarkan bau alkohol. Takut bau itu mengganggu Olivia, Stefan memutuskan untuk melewati malam di ruang ker
“Nggak bau, kok. Kalau aku sudah tidur, bunyi geledek saja aku nggak kebangun. Jadi nggak perlu nyusahin diri sendiri dengan tidur di ruang kerja.”“Tadi aku sudah mandi sudah minum air hangat dua gelas, sudah makan permen karet untuk ngusir baunya, tapi Ronny bilang baunya masih menyengat.”Namun apa yang Ronny bilang itu benar. Cuma membuka mulut saja, bau alkohol dari mulut Stefan bisa dia cium dengan sangat jelas. Lagi pula Stefan sendiri yang takut bau alkoholnya mengganggu.“Jadi tadi sudah ketemu sama Ronny?”“Iya, dia bilang mau pergi ke Aldimo untuk jadi koki di rumah keluarga Pangestu. Olivia, Nenek jodohin Ronny sama Yohanna, anak sulungnya mereka.”“Aku tahu. Waktu Mama bilang ke aku soal ini, aku langsung menebak pasti Nenek yang pilihin orangnya.”“Istriku memang pintar.”“Sejak kapan aku bodoh.”“Benar juga, istriku dari dulu memang pintar.”Kalau Olivia bodoh, Stefan tidak akan pernah tertarik padanya.“Tapi Nenek pilih orang yang tinggalnya jauh banget. Kayaknya Nenek
“Good night,” ucap Olivia dan menutup pintu kamarnya, meninggalkan Stefan di luar.Walaupun ini adalah idenya Stefan sendiri yang tidur di ruang kerja, tetap saja melihat sang istri menutup pintu kamar membuatnya merasa seperti diusir dari rumahnya sendiri.Keesokan harinya ketika Stefan membuka mata, Olivia sudah bangun lebih awal dan menyiapkan segelas air madu untuknya.“Good morning, Sayang.”Olivia sudah menyiapkan sarapan untuk Russel. Dia membawa tas Russel dan menggandengnya keluar dari ruang makan, di situlah dia melihat Stefan baru saja turun. Dengan suaranya yang manis dia berkata, “Sayang, ini aku bikinin kamu air madu, jangan lupa diminum, ya.”Kemarin malam Stefan bilang dia meminum alkohol yang cukup keras. Meskipun Stefan tidak mabuk, Olivia khawatir dia akan sakit kepala begitu terbangun. Betapa beruntungnya Stefan dapat menikahi seorang perempuan yang begitu perhatian kepadanya.“Oke, nanti au minum. Oliv, kok kamu pagi-pagi banget sudah bangun?”“Iya, soalnya Russel
Mobil yang biasanya Olivia naiki sudah menunggu di depan rumah. Si pengawal membukakan pintu untuk Russel dan membantunya naik, serta memasangkan sabuk pengaman untuknya. Setelah Olivia juga masuk, dia mengganti sepatu hak tingginya dengan sepatu datar biasa.“Russel, sudah pakai sabuk pengaman?”“Om yang tadi sudah masangin aku sabuk pengaman. Ayo, Tante, kita berangkat.”Sekitar dua puluh menit kemudian, dua mobil, satu yang dinaiki oleh Olivia dan Russel, satu lagi yang dikemudikan oleh pengawal yang lain, tiba juga di parkiran mobil yang terletak di area depan sekolah. Russel melepas sabuk pengamannya sendiri dan mengambil tasnya. Olivia membukakan pintu untuk Russel, dan ketika Russel turun, dia berpesan kepada Olivia, “Tante, nanti siang waktu Om Daniel jemput aku, jangan lupa ingatkan Om Daniel untuk bawa koperku, ya.”“Kamu nggak mau pulang ke rumah dulu untuk beres-beres?” tanya Olivia. “Gimana kalau kamu pulang makan dulu, baru berangkat?”Russel berpikir untuk sejenak, “Om D
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem
Melihat sang kakak tersenyum seperti itu, Dira pun tahu kalau Yohanna salah paham padanya lagi. Dira bahkan sudah malas mau menjelaskan. Dira sudah bilang kalau dia hanya menyukai makanan yang dibuat Ronny, baik itu makanan berat maupun makanan ringan seperti dessert. Semuanya sangat sesuai dengan selera Dira.Tidak hanya Dira yang merasa enak. Yohanna juga tidak pernah mengomentari makanan buatan Ronny. Pokoknya selama dua hari sejak Ronny yang memasak, Yohanna tidak menemukan kekurangan apa pun pada masakan Ronny.“Masakan yang dibuat Ronny nggak berubah, tapi rasa masakannya begitu sempurna, buat orang nggak bisa cari kekurangannya. Dia seumuran aku, tapi dia punya pencapaian luar biasa dalam memasak. Harus kuakui, dia memang berbakat. Selain itu, dia juga sangat niat mempelajari resep.”Yohanna yang jarang memberikan pujian kini memuji Ronny dan mengakui keterampilan memasak pria itu.“Pak Jaka bilang koper yang dibawa Ronny hanya isi sedikit pakaian. Sisanya buku resep berbagai ma
Benar saja, bakat dan hobi itu sangat penting. Ronny terjun ke industri kuliner, penjualannya pasti sangat bagus. Untungnya, bisnis Ronny berada di Kota Mambera, sangat jauh dari mereka sehingga tidak memengaruhi bisnis keluarga mereka.Jika tidak, dengan pesaing kuat seperti Ronny, keluarga Pangestu yang juga berkecimpung di industri kuliner pasti akan gagal. “Mau turunkan badan susah, kalau mau gemuk sangat gampang.”Yohanna melihat jam. Memang sudah waktunya pulang kerja. Dia pun mematikan komputer dan berkata kepada Dira, “Semakin lama kamu semakin jadi seperti tukang makan.”“Yang penting bisa makan makanan terenak di dunia setiap hari. Mau sebut aku tukang makan juga nggak apa-apa. Setiap orang perlu makan. Manusia mana yang nggak makan? Orang yang nggak makan dan nggak minum baru bukan tukang makan.”Dira bicara sambil melihat jam. “Pak Jaka dan Ronny sebentar lagi sampai.”Yohanna tidak pulang saat makan siang, karena waktu terlalu mepet. Kadang-kadang dia pergi hotel keluarga
“Kamu nggak beritahu aku kalau kamu pulang lebih awal. Kalau aku nggak datang ke sin, aku bahkan nggak tahu kamu sudah pergi,” ujar Olivia.Katarina tertawa pelan. “Aku yang salah. Aku pikir kamu pasti sangat sibuk. Hari ini suhu Kota Mambera turun drastis. Ditambah hujan pula. Aku nggak mau buat kamu bolak-balik ke sana-sini.”Katarina melihat perut Olivia. Olivia memakai mantel tebal, tidak terlihat perutnya yang sudah membuncit.“Apalagi kamu lagi hamil.”“Tunggu aku sudah melahirkan, aku akan pergi ke Kota Harsa cari kamu.”“Oke, nanti aku akan traktir kamu semua makanan khas Kota Harsa. Nggak kalah dari makanan khas Kota Mambera, loh.”“Janji, ya. Kamu lagi buru-buru? Aku bawa sedikit barang untuk kamu. Sebenarnya bukan dari aku. Samuel yang minta aku antar ke sini. Dia siapkan banyak barang khas Kota Mambera untuk kamu. Katanya sebagai permintaan maaf padamu,” kata Olivia.Katarina terdiam sejenak. “Barangnya banyak?”“Lumayan banyak. Kamu mungkin nggak sanggup bawa sendiri. Kala
Olivia makan seadanya. Setelah itu dia pergi dengan mobil menuju ke perusahaan. Sampai di perusahaan dan masuk ke kantornya, Olivia pun melihat banyak hadiah.“Pak Samuel bilang dia belikan semuanya untuk Bu Katarina dan minta Bu Olivia bantu serahkan ke Bu Katarina. Anggap saja ini permintaan maaf darinya kepada Bu Katarina,” kata Devina.Devina sangat penasaran, ingin tahu gosip tentang Samuel. Namun, kalau Olivia tidak beritahu, dia juga tidak akan bertanya.“Kenapa dia nggak kasih sendiri?”Olivia melihat sekilas tumpukan hadiah di depannya. Banyak di antaranya merupakan produk khas Kota mambera. Semua barang yang ingin Olivia belikan untuk Katarina sudah dibelikan Samuel. Dengan begitu, Olivia pun tidak perlu repot-repot lagi.“Pak Samuel nggak bilang.”“Oke, aku mengerti. Kamu lanjut kerja saja.”Olivia berjalan ke mejanya, lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menelepon Samuel. Samuel mengangkat telepon dengan cepat. Di telepon, pria itu kembali meminta tolong pada kakak ip