“Ma, aku agak ragu.”Setelah mendengar jawaban Rika, Cathy segera berkata, “Jangan ragu-ragu lagi. Pada dasarnya kamu memang seorang perempuan. Sudah seharusnya pakai baju perempuan. Kamu sudah pakai baju laki-laki selama 20 tahun lebih. Seharusnya dari awal kamu ganti pakai baju perempuan. Kamu bayangkan betapa senangnya Ricky saat dia temani kamu ke pesta dan lihat kamu pakai baju perempuan.”“Nanti semua orang akan tahu kalau kamu sebenarnya seorang perempuan. Mereka nggak akan bilang kalau kalian pasangan gay lagi. Setiap kali orang-orang datang dan minta aku pisahkan kalian berdua, aku sangat kesal. Mereka bilang kamu anak baik, tapi malah dirusak Ricky. Mereka juga bilang kamu dari dulu terlihat normal. Pasti karena Ricky sering ganggu kamu, makanya kamu terpaksa jadi gay.”“Mama benar-benar ingin bantah semua omongan mereka. Kalian berdua pasangan normal, bukan pasangan gay. Tapi selama ini kamu nggak mau kembali jadi perempuan. Mama nggak bisa ngomong apa-apa, hanya bisa bersab
“Oke, kamu kerja dulu. Sekarang juga Mama telepon papamu. Kami akan pergi beli gaun dan sepatu hak tinggi.”Cathy mengakhiri panggilan dengan gembira. Dia menjauhkan ponselnya dari telinganya, lalu berteriak keras, “Rhom, Rhoma. Rhoma.”Rhoma yang sedang berada di luar menjawab, “Ada apa?”Pria itu segera berlari masuk dari luar. “Ada apa? Kamu teriak begitu keras, buat orang jadi panik.”“Ayo, cepat ganti baju. Temani aku pergi beli baju. Aku mau pilihkan sendiri baju untuk Rika. Dia mau pakai baju perempuan. Akhirnya aku bisa beli gaun-gaun yang cantik lalu dandani anak kita jadi cantik.”Rhoma spontan tersenyum lebar ketika mendengar hal itu. “Rika sendiri yang bilang? Itu benar-benar kabar bagus. Tinggal suruh orang bawa sketsa desainnya ke sini, kamu tinggal pilih. Nggak usah pergi sendiri ke toko. Rika mau pakai baju perempuan. Kita harus belikan yang terbaik. Pakai pesan saja.”“Kalau pesan sudah nggak keburu lagi. Dia mau pakai buat besok malam. Katanya dia mau ke pesta besok m
Sore harinya, mobil yang sering digunakan Ricky melaju ke Aurora Group dan sampai di sana tepat waktu. Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk gedung kantor.Ricky turun dari mobil dengan buket bunga di pelukannya. Dia selalu terlihnat begitu tampan dalam balutan jasnya.“Pak Ricky.”Ricky masuk sambil membawa buket bunga. Semua orang yang melihatnya akan menyapa sambil tersenyum. Begitu Ricky sudah melewati mereka, senyum para karyawan itu langsung memudar.Ricky tahu betul. Banyak orang di Aurora Group membencinya. Jika bukan karena statusnya, orang-orang itu bahkan tidak akan repot-repot memberinya senyuman palsu. Apa daya, mungkin dia tidak bekerja cukup keras dalam mengejar istrinya. Sampai sekarang, Rika tidak berniat kembali ke identitasnya sebagai seorang perempuan.Ricky hanya bisa terus membiarkan dirinya dicap sebagai seorang gay dan dibenci para perempuan di Kota Cianter.Ricky segera menata perasaannya. Sejak dia mulai mengejar Rika, dia sudah siap mental. Tidak peduli a
Ricky melengkungkan bibirnya. “Nggak. Setiap kali aku kasih kamu bunga, kamu selalu bilang aku buang-buang uang. Kamu suruh aku jangan kasih kamu bunga. Aku sudah kasih kamu bunga selama setengah tahun lebih. Sikapmu nggak pernah berubah. Kali ini sikapmu tiba-tiba berubah. Aku kaget. Tapi aku sangat senang. Akhirnya kamu suka bunga yang aku kasih.”Rika menatap Ricky dengan lekat sejenak tanpa berkata apa-apa. Kemudian, dia berdiri dan keluar dari meja kerjanya. Dia memasukkan bunga ke dalam vas, lalu mundur beberapa langkah dan memeriksanya sebentar. Setelah itu, dia berkata, “Vas ini cukup besar, pas untuk satu buket bunga.”“Semua yang aku berikan padamu pasti pas.”Rika bergumam pelan. Dia berbalik dan kembali ke meja kerjanya, lalu mulai merapikan meja kerjanya. Saat datang kerja, meja dalam kondisi rapi. Saat pulang kerja, mejanya juga harus dalam kondisi rapi.“Ayo pergi makan. Jangan biarkan Kak Odelina dan Pak Daniel menunggu terlalu lama.”Ricky berjalan berdampingan dengan
“Ma,” panggil Rika sambil menerima telepon ibunya.“Rika, kamu sudah pulang kerja?”“Iya, baru siap-siap pulang, kenapa?”“Selain gaun malam, masih harus belikanmu baju santai di rumah?” tanya ibunya.Tanpa berpikir panjang, Rika langsung menolaknya dan menjawab, “Nggak perlu.”Dia hanya akan menggunakan gaun malam sebentar untuk datang ke acara. Tujuannya untuk memberi tahu semua orang jika dia sebenarnya seorang perempuan dan normal jika bisa menyukai Ricky. Dan lelaki itu juga lelaki normal dan bukan pecinta sesama jenis.Semua orang merasa Ricky yang merusak Rika sehingga mereka selalu memandang lelaki itu dengan sorot aneh, tetapi tidak menatapnya dengan cara yang sama.“Kenapa nggak perlu? Bukankah kamu mau mengembalikan identitas menjadi perempuan?” tanya ibunya dengan bingung. Kemudian dengan cepat melanjutkan, “Kamu berencana besok pakai pakaian wanita, lalu setelah itu pakai pakaian lelaki lagi?”“Nggak berubah di waktu biasanya.”Dia tidak perlu lagi mengenakan otot dada
Ricky membulatkan mulutnya dan tidak bertanya lagi. Mereka turun ke lantai satu. Lelaki itu ingin mengecup perempuan itu di dalam lift tetapi tidak ada kesempatan. Dia tidak berani bertindak semena-mena di Aurora Group karena Rika perlu menjaga wibawanya. Bagaimana pun, dia adalah CEO Grup Aurora.Ricky mengendarai mobil dan membawa Rika meninggalkan kantor. Sopirnya Rika dan para pengawalnya mengikuti dia. Karena setelah selesai makan, perempuan itu harus bertemu Pak Anton untuk membicarakan bisnis.Ketika Ricky dan mereka tiba di Blanche Hotel, Odelina dan Daniel masih belum kembali. Mereka kembali sekitar setengah jam kemudian. Perasaan Odelina tampak tidak begitu baik. Dia mendorong Daniel masuk ke hotel dengan lelaki itu yang kerap menoleh untuk berbincang dengannya, tetapi Odelina terlihat enggan memberikan respons.Daniel tahu alasan dari perasaan perempuan itu yang berubah buruk. Terlalu banyak bahasa menenangkan, juga belum tentu bisa membuatnya merasa lebih baik. Oleh karena
Semua orang tertawa. Ricky sudah mengaturkan bahwa makanan mereka akan tersaji begitu Daniel dan Odelina datang. Makan malam mereka berlangsung dengan menyenangkan.Setelah selesai makan, Rika berpamitan pulang karena perlu kembali ke Amber Palace Hotel untuk membicarakan perihal kerja sama. Untungnya hotel itu dengan Blanche Hotel sangat dekat, hanya bersebrangan saja. Meski dekat, Ricky tetap bersikeras ingin mengantarkan Rika ke sana.Odelina mendorong Daniel keluar dari hotel dan berjalan di sekitar hotel. Mereka mengelilingi kota malam Cianter dan menikmati pemandangan malam.“Perasaanmu sedikit membaik?” tanya Daniel.Setelah hening sejenak, Odelina berkata, “Sudah tenang. Kelak, hal-hal yang aku hadapi akan jauh lebih keras dari yang terjadi sekarang. Kalau aku nggak bisa menghadapinya, aku juga nggak perlu ke Cianter lagi dan lebih baik kembali ke Mambera untuk mengurus restoranku saja.”Dengan begitu, maka dia akan mengecewakan tantenya yang sudah memercayakan harapan pada dir
Odelina berkata, “Aku ada apa yang Olivia nggak ada?”“Kamu harus tetap terapi selama aku nggak ada di Mambera. Kamu juga harus jaga dirimu sendiri dan kalau ada waktu pergi lihat Russel. Anak itu seharusnya juga akan mencarimu. Sekarang dia jauh lebih baik padamu dibandingkan papa kandungnya.”Dengan bangga Daniel berkata, “Aku baik sama dia dengan tulus, sedangkan papa kandungnya itu hanya bisa menjelekkan aku. Russel begitu pintar, hatinya jernih dan tahu siapa yang baik dan buru. Semakin papanya menjelekkan aku, dia akan semakin nggak suka dekat sama papanya.”Daniel menoleh menatap Odelina dan melihat ekspresi perempuan itu yang tenang. Suasana hati perempuan itu tidak berubah ketika menyebutkan nama Roni.“Apa yang kamu lihat? Kamu pikir aku peduli sama lelaki itu? Sekarang, dia hanya sebagai papanya Russel. Kamu pikir aku masih cinta dia? Kamu pikir kalau mengungkit dia, aku akan merasa sedih? Sudah begitu lama berlalu, bagaimana mungkin aku masih mencintainya? Bagaimana mungkin
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti