Calvin pasti akan menghabisi orang yang sudah berani menyentuh Rosalina dari bagian leher. Dia akan membuat orang itu merasakan betapa sakitnya ketika dipukul di bagian belakang leher seperti Rosalina. Rosalina mengulurkan tangannya berusaha untuk meraih Calvin. Calvin bergegas meraih tangan Rosalina lalu menariknya mendekat. Rosalina akhirnya mencium aroma familier dari tubuh Calvin yang membuat sarafnya terasa lebih rileks. Lalu Rosalina melepaskan tangannya dari genggaman Calvin. “Rosalina, kamu kenapa?” tanya Calvin bingung. “Kita kembali ke mobil dulu. Apa kita hampir sampai? Kita bicarakan masalah ini di rumah saja,” jawab Rosalina.“Kita hampir sampai, kok. Oke, kita bicarakan masalah ini di rumah saja. Lalu apa lehermu masih terasa sakit?” tanya Calvin lagi dengan wajah khawatir. “Masih terasa nyeri,” jawab Rosalina. “Nanti aku akan kasih minyak untuk meredakan rasa sakitnya sesampai kita di rumah,” balas Calvin penuh perhatian.Rosalina bergegas masuk kembali ke dalam mo
Karena Rosalina tidak bisa melihat, dia hanya bisa mengenali orang dari bau, suara, dan suara langkah kaki mereka. Namun, ciri-ciri ini mudah untuk ditiru, dan sedikit saja Rosalina lengah, dia bisa tertipu. Benar saja, kali ini Rosalina hampir saja tertipu. Dia mengikuti seseorang masuk ke dalam mobil. Rosalina kemudian mencium bau tembakau di dalam mobil, dan saat itu barulah dia sadar bahwa orang yang berbicara dengannya bukanlah Calvin. Calvin jarang sekali merokok, mobilnya tidak berbau tembakau."Dia menyamar sebagai kamu. Suaranya, langkah kakinya, bahkan baunya, semuanya mirip denganmu. Kurasa dia pasti sering mengamati kita dari jauh, kemudian sengaja meniru kamu. Kamu ‘kan kadang-kadang memakai parfum pria, cukup dengan mengetahui merek parfum yang kamu pakai saja, masalah aromamu pun mudah mereka atasi," kata Rosalina."Pasti ini ulah kedua bibimu itu. Mereka sering berkeliaran di dekat tokomu.” Calvin menanggapi. Setelah itu, Calvin berjalan mendekati Rosalina dari belaka
"Tuhan tahu, betapa aku sangat ketakutan saat itu. Waktu dapat telepon dari Kak Oliv dan dengar dia bilang kamu diserang, jiwaku hampir terbang." Calvin merangkul leher Rosalina dengan kedua tangannya, menundukkan kepalanya ke leher Rosalina, dan tidak bisa menahan diri untuk menciumi Rosalina. Calvin sesekali mencium pipi Rosalina. Setelah melakukan itu, Calvin langsung menahan kepala Rosalina dan mengecup bibirnya. Setelah ciuman itu. Calvin duduk di kursi. Rosalina dipeluknya di pangkuan. Calvin merangkul pinggang Rosalina dengan erat, dan Rosalina merasakan tekanan di lengan Calvin. Rosalina menarik tangannya perlahan dan berkata dengan suara lembut, "Jangan kekencengan. Pinggangku rasanya mau patah." Calvin segera merenggangkan pelukannya. "Aku takut." Suaranya rendah dan serak. "Takut sesuatu terjadi sama kamu. Syukurlah, untung Kak Oliv ke perusahaan dan kebetulan melihatnya. Kalaku saja Kak Oliv nggak bisa bela diri, kamu mungkin sudah dibawa pergi sama mereka." Calvin mer
“Kring, kring.” Ponsel Rosalina berdering. Dia segera mendorong pria yang sedang mengambil kesempatan menciumnya itu. Calvin memegangi wajah Rosalina, tidak membiarkan Rosalina mengangkat telepon, lalu berkata, “Nggak peduli, ah.”Sembari berkata demikian, Calvin memaksa Rosalina “bercumbu” dengannya baru kemudian melepaskan Rosalina dengan berat hati. Pengurus rumah berdiri di depan kamar Rosalina. Mereka tahu kamar Rosalina sangat kedap suara. Itulah mengapa mereka tidak mengetuk kamar itu, dan memilih untuk langsung menelepon Rosalina. Rosalina tidak menjawab telepon. Pengurus rumah mematikan teleponnya, kemudian mencoba menelepon Rosalina sekali lagi. Kali ini, Rosalina mengangkat telepon mereka. “Non, Non Olivia datang,” ujar pengurus rumah dalam telepon. Kemudian, pengurus rumah mematikan telepon dan menempelkan telinganya di pintu kamar Rosalina. Akan tetapi, dia tetap tidak bisa mendengar suara apa pun. Pengurus rumah pun turun ke lantai bawah dengan putus asa. Rosalina
Calvin dan Rosalina berjalan turun tangga bersama, menuju ruangan tempat keluarga mereka berkumpul. Sesampainya di sana, mereka segera menyapa kakak dan ipar Calvin dengan hangat. Rosalina, dengan sopan, juga memanggil mereka 'kakak' dan 'ipar', menunjukkan rasa hormatnya. Kemudian, mereka duduk berhadapan dengan kakak dan iparnya, siap untuk mengobrol.Olivia, ipar Calvin, menunjukkan kepeduliannya dengan segera menanyakan keadaan Rosalina. Dengan suara yang penuh perhatian, dia bertanya, "Rosa, kamu baik-baik saja, ‘kan?" “Nggak apa-apa, kok, Kak. Cuma bagian leher saja yang sedikit sakit. Terima kasih sudah menolongku, ya, Kak Oliv.” Rosalina merespons dengan rasa syukur.Olivia, dengan nada suara yang lembut namun serius, mengingatkan Rosalina, “Kita ‘kan keluarga. Nggak usah sungkan. Kamu kayaknya perlu didampingi pengawal pribadi deh demi keamanan kamu. Dengan begitu, kami ‘kan juga jadi lebih tenang. Hari ini untung saja aku lewat, kalau nggak, duh, entah apa yang akan terjadi
Stefan berkata, “Selain aku, kamu, dan Sandy, yang lainnya lagi di luar kota.”Sandy masih sekolah. Biasanya dia tinggal di asrama. Sandy pulang sebulan sekali. Calvin tertawa, “Aku lupa.”Para sepupu mereka, entah karena alasan pekerjaan harus berpergian atau sibuk mengejar pasangan, semuanya berada di luar kota. Hanya Calvin dan Stefan yang tetap di Mambera, karena urusan besar dalam hidup mereka sudah mereka dapatkan. "Nenek juga tidak ada di rumah," ujar Stefan lagi.Calvin dengan nada penuh rindu berkata, "Kalau nenek ada di rumah, kepalaku selalu terasa tegang. Takut melakukan sesuatu yang nggak disukai nenek terus jadi sasaran omelannya. Tapi kalau nenek pergi dan nggak ada di rumah, aku justru merindukannya."Stefan tidak menjawab, tapi sepenuhnya setuju. Di antara mereka berdua, nenek paling banyak menghabiskan pikiran untuk urusan hidup Stefan. Saat dia dan Olivia memiliki perselisihan dan tidak berbicara satu sama lain, nenek sangat khawatir sampai-sampai tinggal bersama
Dewi tentu saja sangat membantah jika ada yang mengatakan bahwa anaknya lah yang bermasalah. Dengan postur tubuh anak sulungnya yang kuat dan tegap itu, bagaimana mungkin dia bisa memiliki masalah?Handi mengambil resep obat dari tangan istrinya dan melihatnya sebentar. Dia tidak mengerti tentang farmasi dan tidak tahu manfaat dari nama-nama obat tradisional yang tertera di resep tersebut.Handi berkata, "Ini hanya sebuah resep, belum dikonsultasikan ke dokter. Bagaimana kita bisa tahu apa ini cocok atau nggak? Setiap orang punya kondisi yang berbeda-beda.""Lagi pula," tambahnya, "kita sudah bilang ‘kan kalau kita nggak akan memaksa mereka untuk cepat-cepat punya anak. Kalau kamu kasih resep ini sama Olivia, dia akan berpikir bahwa kita memaksa mereka, dan itu hanya akan menambah beban pikirannya. Dia sudah cukup tertekan. Dan, kalau kamu kasih resep ini ke anak kita, Stefan pasti akan merobeknya di depan matamu."“Master yang Mama undang dulu itu ‘kan juga sudah bilang kalau mereka b
“Saranku, sih, kamu nggak usah ngomongin masalah ini ke Oliv. Takut malah jadi perang keluarga. Mama nggak di rumah. Aku nggak bisa loh ya ngatur anakmu itu. Kalau kamu merasa bisa menasehati Stefan, kamu saja yang ngomong masalah ini.“‘Kan sudah dibilang nggak usah buru-buru. Mereka baru menikah setahun. Bukan delan sepuluh tahun. Ngapain buru-buru?” ujar Handi.Dewi diam sejenak kemudian berkata, “Sebenarnya, jauh di lubuk hatiku, aku berharap Olivia cepat hamil, cepat kasih cucu ke kita. Nanti setelah melahirkan ‘kan dia juga nggak perlu ngurusin anaknya sendiri. Dia bisa fokus lagi ke usahanya.“Semakin lama mereka nggak punya anak, semakin hal ini akan menjadi duri buatku. Sayangnya, aku juga nggak bisa terang-terangan ngejar mereka berdua buat cepat punya anak.” Dewi menghela napas. Dewi sebenarnya berharap Olivia menjadi seperti menantu-menantu keluarga lainnya yang hanya fokus pada urusan rumah tangga. Jika pun dia ingin melakukan sesuatu yang lain, paling banter hanya mengur