Stefan dengan hati-hati mendorong Daniel ke tempat yang lebih teduh, mengingatkannya, "Daniel, kamu nggak bisa sendirian di sini. Matahari semakin terik, kamu bisa kepanasan."Daniel mengangkat tangan, mengusap keringat di wajahnya, dan berkata, "Pas aku datang ke sini, tempat ini masih teduh." Memang, seiring berjalannya waktu, matahari bergerak ke tengah langit. Tempat itu terpapar sinar matahari langsung."Di belakang kursi rodaku ada air dan tisu," ujar Daniel.Mendengar hal itu, Stefan segera mengambil tas yang tergantung di belakang kursi roda Daniel, mengeluarkan sebotol air dan memberikannya kepada Daniel, serta mengambil beberapa lembar tisu untuk Daniel gunakan mengelap keringatnya. "Kalau kamu ingin latihan jalan, pilih waktu yang pas. Pagi atau sore, pas matahari nggak terlalu panas dan suasananya lebih sejuk," saran Stefan.Halaman belakang rumah keluarga Lumanto dipenuhi dengan pepohonan yang rindang, cukup sejuk."Dan lagi, kamu nggak boleh sendirian. Kalau sampai terj
Daniel bertanya, “Nenek Sarah?"Dengan keposesifan Stefan yang begitu kuat, siapa pun yang berani “mencuri” istrinya pasti sudah dia hajar habis-habisan. Tentu, selain Nenek Sarah. Jika tidak, mana mungkin Stefan ada waktu menjenguk Daniel? Stefan tersenyum pahit, "Selain nenek, siapa lagi yang berani berbuat seperti itu sama aku?"Orang tua Stefan pun tidak akan berani berbuat seperti itu.Daniel tertawa keras, "Pasti kamu habis berbuat salah. Makanya nenekmu bertindak seperti itu. Nenek selalu tahu gimana cara menemukan titik lemah kita."Bagi Daniel, titik lemahnya adalah Odelina.Nenek Sarah bahkan pernah berkata kepada Daniel bahwa jika Daniel benar-benar ingin melepaskan Odelina, maka Nenek Sarah akan segera mencarikan pasangan baru untuk Odelina. Laki-laki yang terbaik untuk Odelina. Nenek Sarah akan membuat Daniel iri dan menyesal. Setelah Nenek Sarah mengatakan hal itu, Daniel tak berani berkata apa-apa lagi. Karena Daniel sangat tahu bahwa dirinya tidak pernah benar-benar
Daniel berkata, "Nanti aku ke sana pas restorannya buka.”Meskipun tak bisa berjalan, hal itu tetap tak menghentikan Daniel untuk mengirimkan karangan bunga untuk Odelina."Kak Odel pasti akan traktir kamu makan," ujar Stefan.Daniel hanya bisa menghela nafas berat, "Tapi, kakakmu nggak punya perasaan lebih sama aku. Dia cuma menganggapku sebagai teman. Dia merawatku di rumah sakit karena merasa berhutang budi. Mamaku bahkan ngasih dia dua puluh juta per hari sebagai imbalan.""Iya memang, Tante ngasih Kak Odel dua puluh juta sehari. Tapi, kakak nggak mengambilnya sama sekali. Dia cuma bilang begitu di depanmu, agar punya alasan untuk menolakmu," jawab Stefan.Daniel tak terkejut mendengarnya, "Dia nggak mau berhutang budi sama aku. Odelina menganggap ini sebagai kesempatan untuk balas budi. Kalau dia menerima uang itu, dia akan merasa selalu berhutang budi sama aku. Aku juga sudah menduga dia nggak akan mengambil uang itu. Dia cuma pengin aku menganggap dia melalukan itu semua demi ua
Calvin bertanya spontan, "Kak Oliv pergi ke mana?"Rosalina langsung menyambung, "Kayaknya dia lagi dinas. Aku dengar dari Olivia dia harus pergi ke luar kota beberapa hari ini." Seandainya penglihatan Rosalina tidak bermasalah, mungkin dia juga akan sering pergi dinas ke luar kota. Kini, semuanya ditangani oleh Doni, jadi dia tidak perlu repot-repot dinas juga. Rosalina sebenarnya sangat ingin pergi ke kantor perusahaan. Akan tetapi, mengingat kondisinya yang tidak bisa melihat, perjalanan jauh menjadi sangat merepotkan kecuali jika menggunakan pesawat pribadi. Keluarga Rosalina tidak memiliki pesawat pribadi. Meskipun keluarga Calvin punya, Rosalina tidak ingin menggunakannya.Stefan memilih untuk tidak menjelaskan lebih jauh. Biarkan saja mereka beranggapan istrinya memang sedang perjalanan bisnis. Tanpa kehadiran Olivia, hari-hari Stefan terasa begitu berat, waktu berjalan begitu lambat. Sehari bisa terasa amat sangat panjang.“Satu hari tak bertemu, serasa setahun." Stefan
Rosa menimpali, "Aku bisa memahami perasaan Pak Daniel. Tiba-tiba mengalami kecelakaan mobil, kedua kakinya terluka sampai nggak bisa berdiri. Wajar dia butuh waktu untuk menerima keadaannya. Dia masih termasuk yang beruntung, banyak orang yang situasinya lebih buruk dari dia, nggak bisa menerima kenyataan bahwa mereka menjadi cacat.""Waktu itu aku juga sama. Aku seperti berjalan keluar dari pintu kematian. Pas bangun, semua terasa gelap. Aku dengar suara tanteku. Aku tanya apa sudah malam, kenapa nggak menyalakan lampu."Mengingat masa-masa ketika dia baru kehilangan penglihatannya, Rosalina tampak tenang, seolah-olah dia sedang menceritakan kisah orang lain."Tanteku bilang masih siang, matahari sedang terik, nggak perlu menyalakan lampu. Nggak lama kemudian, tanteku sadar. Dia terkejut. Tante tanya berulang kali apa aku benar-benar nggak bisa melihat. Aku bilang aku nggak bisa lihat, semuanya gelap. Tanteku segera memanggil dokter ... Aku jadi buta. Tante memelukku sambil menangis.
Rosalina menarik kembali tangan yang sempat menutupi mulutnya. Dia segera bangkit seolah tidak terjadi apa-apa. Belum saja Rosalina sempat melangkah melewati kasir, pegawai toko yang tadi dia bicarakan masuk.Calvin dengan wajah tegang berjalan menjauh, melanjutkan kegiatannya menyiram bunga.Pegawai toko itu menyerahkan uang hasil penjualan bunga kepada Rosalina, lalu menoleh memandang Calvin yang baru saja lewat di sisinya. Setelah Calvin keluar dari toko dan menyiram bunga di luar, dia bertanya dengan suara rendah, “Bu, saya nggak melakukan kesalahan, ‘kan?”Rosalina menerima uang yang diberikan oleh pegawai toko tersebut, meraba-raba lembaran uang itu untuk memastikan tidak ada kesalahan, sambil mendengarkan pertanyaan dari pegawai itu, dia berkata, “Nggak, kok. Kalian nggak ada yang salah.”“Hah, lega. Saya kira saya salah apa. Barusan pas lewat di samping Pak Calvin, dia natap saya tajam sekali, Bu.”Pegawai itu merasa lega setelah memastikan dirinya tidak melakukan kesalahan.R
Spring Blossom berada di bagian pusat kota, tidak jauh dari Hotel Mambera. Rosalina dan Calvin pun segera sampai di Hotel Mambera.Jordan baru saja keluar dari hotel dengan tas di punggungnya. Tampaknya dia berencana pergi ke suatu tempat.Calvin segera turun dari mobil dan berkata kepada Rosalina, “Jordan mau pergi, aku tahan dia dulu. Kamu turun pelan-pelan dari mobil, hati-hati, ya.”“Oke, kamu cepat kejar dia. Aku bisa turun sendiri.”Rosalina sudah terbiasa naik mobil bersama Calvin dan sudah mengenal cara turun dari mobil Calvin tanpa tersandung.Calvin berjalan cepat menuju Jordan, yang sepertinya telah memesan taksi online terlebih dahulu. Jordan berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir di depan hotel, membuka pintu mobil dan hendak masuk.“Jordan.”Jordan menoleh melihat Calvin yang berjalan mendekat, kemudian pandangannya beralih ke belakang Calvin. Jordan melihat kakaknya dengan tongkat, berjalan ke arah mereka.Kebetulan ada seseorang yang sedang keluar dari hotel dengan
Jordan juga mengerti, tindakan keluarga Ciugito dan keluarga Gunawan seperti yang berupaya menarik ayahnya keluar dari masalah ini adalah demi kepentingan mereka sendiri.Karena, setelah Rosalina mengambil alih dan memimpin Siahaan Group, keluarga Ciugito dan keluarga Gunawan tidak bisa lagi mendapatkan keuntungan.Sekarang rumah besar keluarga Siahaan juga dikendalikan oleh Rosalina. Kedua bibinya ingin kembali mencari keuntungan, tapi itu tidak mudah lagi.“Kakakmu sangat mandiri, dia nggak suka bergantung sama aku. Dia takut akan membebaniku. Di bawah pengawasanku, aku bisa pastikan dia aman. Apa pun yang ingin dia lakukan, aku selalu biarkan dia melakukannya sendiri.”Calvin berkata dengan suara lembut, “Aku yang menghubungi Dokter Dharma untuk memeriksa mata kakakmu, tapi kita juga harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya. Kalau sampai Dokter Dharma bilang nggak ada harapan untuk pemulihan, maka itu berarti kakakmu, seumur hidupnya mungkin harus dihabiskan dalam kegelapan.”“Ro