Russel memanggil lagi, "Tante Rosa!" Kali ini suaranya sangat keras. Rosalina terperanjat. Dia sedikit panik, sambil meraih tangan Russel. Setelah menyentuhnya, Rosalina tersenyum lembut, "Russel datang, ya. Kamu datang sama Mama?"Odelina juga sesekali datang ke Spring Blossom untuk membeli beberapa pot bunga untuk dirawat. Mungkin karena tidak punya waktu untuk merawat, bunga-bunga Odelina selalu mati. Setiap kali bunganya mati, dia akan membeli beberapa pot lagi dan sekaligus meminta saran Rosa tentang cara merawat bunga."Aku sama Tante," jawab Russel. "Tante Rosa, setelah aku sama Tante masuk, kok Tante Rosa nggak sadar, sih? Aku panggil tadi, tapi Tante Rosa nggak jawab."Rosalina meminta maaf, "Maaf, Russel. Tante Rosa lagi mikirin sesuatu tadi. Tante lagi tenggelam dalam pikiran sampai nggak dengar langkah kaki kalian."Rosalina menoleh ke Olivia, "Olivia, kamu datang. Kok tumben ada waktu hari ini?""Aku mau menghadiri jamuan makan malam amal sama Stefan malam ini. Aku tu
Olivia kemudian menuangkan tiga cangkir air, memberikan satu kepada keponakannya. Dia membawa dua cangkir air hangat itu dan duduk kembali di depan Rosa, meletakkan salah satu cangkir di tangan Rosa. Kedua wanita itu minum setengah cangkir air hangat mereka."Rosa, tanya saja, kamu mau tanya apa sama aku?" tanya Olivia."Calvin kayak menghilang beberapa hari ini. Dia … lagi pergi buat urusan bisnis, kah?" Tanya Rosa. Olivia sedikit terkejut.Calvin pergi ke kota Aldimo untuk meminta Dokter Dharma membantu mengobati mata Rosa. Dia tidak memberi tahu Rosa. Sebelum Dokter Dharma setuju untuk mengobati mata Rosa, Calvin tidak akan memberi tahu agar Rosa tidak kecewa. Orang keluarga Siahaan juga mencoba mencari Dokter Dharma untuk membantu Rosa. Akan tetapi, karena tidak memiliki jaringan sebanyak Calvin, mereka tidak tahu bahwa Dokter Dharma telah kembali ke kota Aldimo. Dokter Dharma adalah harapan terakhir Rosa. Meski dia tidak mengatakannya, Calvin tahu Rosa sangat berharap.Jika Ca
Sesaat, Olivia tak bisa menanggapi. Dulu Olivia merasa tak cocok dengan Stefan karena masalah latar belakang keluarga. Sedangkan Rosalina, adalah masalah kesehatan. Setelah diam beberapa saat, Olivia menghibur, “Rosa, mata kamu pasti sembuh, kok. Calvin pasti akan bantu kamu cari dokter terhebat yang bisa nyembuhin mata kamu.”Sekarang Calvin sedang pergi ke kota Aldimo. Entah bagaimana keadaannya sekarang. Rosalina segera mengenyahkan kegelisahannya. dia tersenyum kepada Olivia, "Olivia, nggak usah bahas ini lagi, deh. Bagus kalau Calvin ada di luar kota lebih lama. Anggap saja kami pisah sejenak, kasih waktu untuk saling merenung. Siapa tahu dia akan menyerah." Meskipun Rosa menyukai Calvin, tapi Rosa tetap memiliki keraguan untuk menerimanya. Rosalina selalu merasa sebagai orang buta, dirinya tidak layak untuk Calvin. Seorang pemuda hebat dari keluarga Adhitama. Menurutnya, Calvin seharusnya menikahi wanita yang lebih baik.Olivia berkata, "Kecuali jika Calvin nggak benar-bena
Daniel membawa Russel ke dalam rumah sambil menutup pintu di belakangnya. Dia tersenyum menjawab pertanyaan si kecil, "Om Daniel ini bos, jadi kalau nggak mau kerja ya nggak usah kerja, nggak ada yang bisa ngatur Om Daniel. Om Daniel juga nggak perlu khawatir gajinya dikurangi." Russel dengan polosnya bertanya lagi, "Tapi ‘kan Om Stefan juga bos, kenapa dia harus kerja tiap hari?" Daniel menjawab, "Perusahaan pamanmu itu lebih besar sedikit dari punya Om Daniel, jadi urusannya juga lebih banyak. Makanya dia harus kerja tiap hari." Russel tampak puas dengan jawabannya.Setelah menurunkan Russel, Daniel memanggil Odelina sambil membawa seikat bunga. Dia menatap Odelina dengan penuh kasih saat menyerahkan bunga itu. Odelina, dengan nada pasrah, berkata, "Pak Daniel, saya nggak suka bunga. Tolong lain kali jangan bawa lagi, ya?" Odelina sudah berkali-kali menolak, tapi Daniel tetap saja mengirim bunga. Karena Odelina tidak mau menerima bunga, Daniel mengambil vas dan meletakkan bung
Odelina dan Yanti memang sempat berbicara, tapi Odelina tidak memberitahu Daniel sedikit pun. Daniel tetap mengetahui semuanya dari ibunya. Dia marah ketika mengetahui ibunya meminta Odelina untuk menghentikan sewa dan pindah dari Mambera, bahkan ingin Odelina membawa Russel pergi. Daniel sangat marah dan bertengkar hebat dengan ibunya.Yanti marah, begitu juga Daniel. Singkatnya, ibu dan anak ini sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengalah. Odelina hanya melirik Daniel dan kembali sibuk dengan pekerjaannya sendiri, lalu berkata, "Ini bukan masalah saya. Saya nggak mau berkorban begitu banyak." Daniel tersenyum, Odelina yang seperti inilah yang Daniel sukaii.Russel, yang membawa ponsel ke dalam kamarnya, menelpon Olivia. Dia tahu nomor pertama di buku telepon ibunya adalah nomor Tante Oliv-nya. Olivia segera menjawab telepon. "Kak, ada apa?" Olivia mengira itu kakaknya yang menelpon. "Tante Oliv, ini aku, Russel." Mendengar suara kekanak-kanakan Russel, Olivia terse
"Baik, baik banget," ucap Russel dengan tulus. Anak-anak memiliki hati yang murni. Meskipun usia mereka masih belia, mereka bisa merasakan siapa yang benar-benar tulus kepada dirinya. Terkadang, hanya karena keterbatasan usia, mereka kesulitan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.Daniel dari awal memang menyukai Russel. Dari dulu dia selalu ingin menggendong Russel. Ketika itu, Russel yang masih kecil. Dia takut pada bekas luka di wajah Daniel dan selalu menolak untuk digendong. Namun, setelah mereka menjadi lebih dekat, Daniel akhirnya bisa menggendong Russel dengan leluasa. Karena kecintaannya pada Russel, Daniel mulai memperhatikan ibunya. Secara bertahap, Daniel pun jatuh cinta pada Odelina, ibu dari Russel."Om Daniel baik banget sama Russel. Suka banget sama Russel. Mana mungkin dia mau merebut Mama dari Russel?" ujar Olivia. "Jadi, percaya saja sama Om Daniel. Dia hanya mau sama mama kamu untuk menyayangi Russel. Bukan buat merebut mamamu." Russel merasa lega menden
Russel melihat Daniel sebagai pelindungnya, dan tindakannya yang penuh kepercayaan ini membuat Daniel tertawa lebar, suatu pemandangan yang membuat Odelina tak tahu harus berkata apa."Om Daniel, Mama melotot sama aku," adu Russel sambil melirik ke Odelina.Daniel masih tertawa. Dia menggendong Russel dan bertanya padanya, "Coba cari tahu kenapa Mama melotot. Om Daniel yang besar ini ada di sini, tapi Mamamu malah marahnya sama kamu yang kecil, kenapa, ya?"Odelina mendekat.Russel dengan polos menjawab, "Setelah aku telepon Tante Oliv, aku main ponsel, terus Mama ambil ponsel Russel.""Itu bukan ponselmu, itu ponsel Mama," sahut Odelina.Russel tidak berani membantah karena memang ponsel itu milik ibunya. "Aku bilang, ‘Kok Mama boleh main ponsel, kenapa Russel nggak boleh?’ Terus Mama marah," ujar Russel dengan suara yang semakin pelan, menunjukkan ia juga menyadari bahwa bermain ponsel itu sebenarnya tidak baik.Daniel dengan lembut berkata, "Russel masih kecil, kalau terlalu sering
Yanti menanyakan kepada Daniel dengan nada tegas dan khawatir, "Kamu pergi ke mana? Mama ada di kantormu, di ruang kerjamu, dan kamu nggak ada di sini selama jam kerja. Jangan bilang kamu keluar untuk urusan bisnis, ya! Sekretarismu saja masih di sini." Yanti curiga, "Kamu pasti lagi ke Odelina,’kan? Sudah berapa kali Mama bilang, Odelina nggak cocok buat kamu. Dia sudah bercerai dan punya anak laki-laki usia tiga tahun. Kamu mau bantu membesarkan anak orang lain, tapi Mama nggak mau jadi nenek dari anak yang bukan darah dagingku! Kamu yang nantinya harus membesarkan anaknya, bahkan sampai membelikan rumah dan mobil. Sementara ayah kandungnya nggak perlu modal apa-apa. Di Mambera ada banyak banget perempuan muda dan cantik, kenapa nggak pilih salah satu dari mereka saja sih daripada Odelina?" Yanti benar-benar kesal dengan sikap anaknya.Daniel, dengan nada serius, menjawab, "Hidupku, aku yang atur, Mama nggak perlu khawatir. Aku bukan saudara-saudaraku." Setelah berkata demikian, Da
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan