Ketika seseorang dihargai, kekurangan mereka bisa dianggap sebagai kelebihan, tetapi ketika seseorang dibenci, seluruh kelebihannya bisa menjadi kekurangan."Mbak Amelia, selamat malam," balas Yogi sambil tersenyum saat menyambut salam Amelia. Dia melihat ke belakang Amelia, tidak melihat Yuna. Yogi mengira Yuna akan hadir karena dialah yang mengundang.Yogi sebenarnya hanya berhenti untuk mengecek keadaan Yuna yang duduk di trotoar dan memberinya tumpangan pulang. Baginya itu adalah hal kecil yang tidak perlu dihargai sedemikian rupa oleh Yuna. Namun, Yuna sangat bersikeras dan berkata ingin berterima kasih. Yogi malah merasa tertekan.Amelia juga telah beberapa kali mencoba untuk mengundangnya makan sebagai bentuk terima kasih, tetapi dia selalu menolak. Hari ini, Yogi setuju untuk datang karena undangan terus-menerus dari Yuna dan hanya ingin memberikan Yuna perasaan bahwa Yuna telah membalas jasanya sehingga Yuna tidak akan mengganggunya lagi."Mamaku tunggu di dalam ruangan VI
Yogi melirik Amelia dan tersenyum, "Mbak Amelia pasti mahir masak sup, hanya saja, sayanya yang nggak begitu suka sup, Tante."Ketika Amelia masih mengincar Stefan, Amelia sering mengirimkan sup untuknya. Yogi ingat betul.Yuna tetap tersenyum dan berkata, "Kamu belum pernah coba sup buatan Amelia, nanti kalau kamu coba, pasti suka. Jadi, ita sudah sepakat, ya. Lain waktu kamu datang ke rumah kami, makan malam."Yogi menjawab ramah, "Kalau saya ada waktu, pasti datang."Yuna akhirnya merasa puas dengan jawaban Yogi. Yuna meminta Amelia untuk memesan makanan. Amelia memberikan menu ke Yogi, "Pak Yogi, silakan pesan."Yogi menjawab, "Ini restoran keluarga Sanjaya, ‘kan, ya? Mbak Amelia pasti tahu makanan apa yang paling enak di sini. Mbak Amelia saja yang pilih. Saya itu selain nggak suka sup, yang lainnya nggak masalah."Sebenarnya, Yogi suka makan sup, tetapi dia mengatakan sebaliknya agar tidak dipaksa oleh Yuna untuk mencoba masakan Amelia. Dia tidak ingin menimbulkan rumor atau ma
Setelah mobil Yogi tak terlihat, keduanya bersiap untuk kembali ke dalam hotel. Namun, Yuna keluar dari hotel."Tante," kata Jonas memanggil Yuna.Yuna hanya mengangguk sebagai tanggapan dan kemudian berkata kepada Amelia, "Amelia, temani Mama pergi ke pasar malam. Sudah lama Mama nggak pergi ke pasar malam."Amelia menatap Jonas, dan Jonas dengan bijak berkata, "Tante, Amelia, saya juga masih ada urusan. Saya pergi dulu, ya."Amelia berkata, "Jonas, jangan terlalu memikirkan apa yang mama bilang, ya."Jonas memberikan tatapan yang penuh keyakinan kepada Amelia. Jonas cukup bijaksana. Dia tidak akan membiarkan sikap ibu Amelia memengaruhi hatinya.Yuna berjalan menuju mobilnya. Amelia pun terpaksa mengikuti ibunya. Mereka mengendarai satu mobil, sementara mobil Amelia tetap di parkiran hotel.Setelah naik ke dalam mobil, Yuna menepuk dahi Amelia, "Amelia, sudah berapa kali Mama bilang, kamu harus jaga jarak dengan Jonas. Dia itu kayak rubah yang licik, dia bisa menjebak kamu tanpa ka
"Terus, apa kalau aku sama Jonas, kalau aku diperlakukan nggak baik di keluarga Junaidi, Mama dan kakak nggak akan bela aku?" Amelia menanggapi pertanyaan ibunya."Aku juga bukan model orang yang gampang di-bully, kok. Biasanya ‘kan aku yang memperlakukan orang lain seperti itu."Yuna, yang terdiam sejenak, berkata, "Di Mambera, kamu bisa melakukan apa saja tanpa khawatir karena ada Sanjaya Group di belakangmu dan kakakmu yang selalu siap membantu. Tapi kalau kamu sama Jonas dan hidup di kota Aldimo, gimana? Siapa yang akan manjain kamu? Siapa yang akan kamu andalkan?"Amelia berargumen dengan tegas, "Pekerjaan Jonas ‘kan di Mambera, Ma. Kami akan hidup di sini. Kalau pun kami harus kembali ke kota Aldimo, ya itu hanya untuk kunjungan keluarga saat hari raya. Apa masalahnya? Lagipula, keluarga Junaidi adalah keluarga yang terbuka. Mereka nggak akan memperlakukan menantu buruk."Yuna berkata, "Setiap menantu perempuan di keluarga Junaidi memiliki latar belakang keluarga yang kuat, Amel.
Namun, terkadang yang baik menurut orang tuanya belum tentu sesuai dengan yang diinginkan oleh Amelia. Karena ibunya tidak bicara, Amelia akhirnya keluar dari mobil.Begitu Amelia turun dari mobil, Yuna langsung memerintahkan sopir untuk mengemudi lagi. Sopir terlihat bingung, menoleh ke Yuna dan berkata, "Bu, Non Amel ....""Dia punya kaki, bisa pulang sendiri," jawab Yuna dengan nada datar. "Kalau dia tetap di mobil, kami berdua pasti akan bertengkar hebat." Dengan mengusir putrinya, Yuna berharap mereka berdua bisa menenangkan diri. Yuna sama sekali tidak khawatir Amelia tidak bisa pulang.Amelia berdiri di pinggir jalan, melihat mobil ibunya pergi. Mobil itu segera hilang dalam arus lalu lintas. "Mama beneran ninggalin aku di sini." Amelia merasa sedikit sedih. Dia tidak ingin kembali ke hotel untuk mengambil mobilnya. Amelia pun menyetop taksi. Setelah masuk, dia memberitahu sopir alamat rumah Olivia. Amelia ingin mengadu.Sementara itu, sebelum Amelia tiba, Yogi juga data
Mendengar kata-kata Yogi, Stefan berhenti tertawa dan menatap sepupunya itu dengan serius, bertanya, "Yogi, kamu nggak benar-benar tertarik sama Amelia, ‘kan?""Nggak lah. Nggak sama sekali," jawab Yogi cepat-cepat menyangkal."Aku baru sadar maksud Bu Yuna malam ini. Aku juga bahkan curiga beberapa kejadian kecil di jalan yang kebetulan kutemui itu memang rencana Bu Yuna sendiri." Yogi tidak bodoh. Setelah menyadari niat Yuna, ia mulai menduga bahwa pertemuannya dengan Yuna mungkin direncanakan.Yuna dan suaminya memiliki hubungan yang baik. Setelah pensiun, kemana pun Yuna pergi suaminya selalu mengikuti. Saat itu, Yuna berjalan-jalan tanpa ditemani suaminya. Kakinya terkilir tepat saat dia tidak membawa ponsel. Terlalu kebetulan."Kak, aku tahu Amelia pernah suka sama kamu dan bahkan terang-terangan mengejarmu. Aku nggak mungkin lah sama dia. Rasanya kurang enak." Stefan berkata, "Itu nggak penting. Dia memang pernah suka sama aku memang. Tapi kami ‘kan nggak pernah jadian. Sete
Amelia menyapa dengan ramah. Stefan tersenyum tipis tanpa bisa membantah saat mendengar dirinya dipanggil sebagai “Dik” oleh Amelia. Olivia hanya lebih muda satu tahun dari Amelia, dia adik sepupu Amelia. Biasanya, Amelia memanggil Stefan hanya dengan nama, tapi malam ini sepertinya dia ada yang tidak beres. Amelia sengaja memanggil Stefan “Dik”.“Mbak Amelia,” ujar Yogi, juga kembali bersikap biasa. Amelia dan Yogi saling bertukar pandang. Keduanya serentak berkata dalam hati, “Kok kebetulan banget, sih! Sama-sama datang ke sini!”“Jonas nggak nemani Mbak Amelia ke sini?” Yogi bertanya sambil tersenyum kepada Amelia. Amelia menjawab, “Dia ada urusan, aku suruh dia urus saja dulu. Beberapa hari lagi dia akan kembali ke kota Aldimo. Kakak iparnya mau melahirkan.”Yogi mengangguk. Olivia menyambung, “Tanggal perkiraan lahiran Mulan belum sampai, ‘kan? Kok sudah mau melahirkan?” “Itu kata Jonas, aku juga nggak tahu,” jawab Amelia. “Tapi memang Mulan mengandung kembar, kudengar bay
Yogi melihat Amelia berbeda dari gosip yang beredar. Dia tidak ingin berlama-lama, segera pamit, “Kakak, kakak ipar, aku pulang dulu, ya.” “Nggak mau duduk dulu lagi? Makan malam dulu sebelum pulang lah,” tawar Olivia. Yogi tersenyum, “Aku jarang makan malam. Makan sekali saja butuh waktu lama biar badannya tetap bagus. Hehe. Kak Oliv, aku ‘kan masing lajang, penampilan masih sangat penting.” Olivia juga tersenyum, “Kamu sama saja seperti kakakmu. Dia juga bilang pengin jaga badan, nggak mau makan malam.” Olivia tidak memaksa Yogi. Dia membiarkan Stefan mengantar sepupunya keluar.“Oliv, pinjamin aku mobil, dong. Aku nggak nginap di sini, deh” kata Amelia yang awalnya ingin menginap, tapi sekarang berubah pikiran dan memutuskan meminjam mobil untuk kembali ke rumahnya. “Menginap di sini saja dulu semalam,” tawar Olivia. “Nggak, ah. Kalau aku menginap, wajah Stefan akan lebih hitam dari pantat panci pasti,” jawab Amelia bercanda. Suami sepupunya itu adalah pria yang sangat posesi
Patricia tidak ingin melanjutkan pembicaraannya dengan Ivan. Dia pun berkata, “Kalau nggak ada urusan lain, aku tutup dulu teleponnya.”“Ma, aku akan bantu Felicia. Nggak ada apa-apa, Ma. Mama lanjut kerja saja.”Patricia menutup telepon. Ivan spontan menghela napas lega setelah ibunya menutup telepon. Kemudian, dia mengangkat tangannya untuk menyeka keringat dingin di dahinya. Setelah bertindak impulsif dengan menuding ibunya, Ivan langsung berkeringat dingin. Di cuaca yang begitu dingin, dia masih bisa berkeringat. Itu membuktikan kalau dia sangat ketakutan.Felicia mengambil tisu dan memberikannya kepada Ivan. Ivan meletakkan ponsel dan mengambil tisu dari adiknya, lalu menyeka keringat di wajahnya sambil berkata, “Aku ketakutan setengah mati tadi. Aku bahkan nggak tahu kenapa aku berani ngomong seperti itu.”“Salah makan obat kali, makanya jadi berani.”Ivan memelototi Felicia dan menyalahkannya. “Gara-gara kamu. Kamu telepon sama Mama, kenapa pula kasih ponselmu ke aku. Sekarang a
“Ma.” Ivan terkekeh dan berkata, “Papa nggak mungkin marah Mama. Dia memang sudah berbuat salah, tapi Mama selalu ada di hatinya. Papa tinggal sama aku. Setiap hari dia selalu ngomong soal Mama. Dia bilang kalau Mama lagi kesal, siapa yang temani Mama cari angin segar? Setiap hari Papa baca novel dari ponselnya. Baca novel roman lagi. Dia sampai bilang mau minta maaf pada Mama seperti tokoh dalam novel.”Cakra sudah mengebiri dirinya sendiri. Tidak peduli secantik dan semuda apa perempuan di luar sana, Cakra juga tidak bisa menyentuh mereka lagi. Patricia telah menghancurkan satu-satunya kebanggaan Cakra.Namun, Cakra tidak mau bercerai. Sekalipun dia sangat membenci istrinya, dia juga tidak mau bercerai. Karena dia tahu, setelah cerai, dia tidak akan mendapatkan apa pun. Kemungkinan besar, dia harus pergi dengan tangan kosong.Di Kota Cianter, Cakra tidak akan pernah bisa mengalahkan Patricia. Kecuali dia bisa hidup lebih lama dari Patricia. Dengan begitu, setelah Patricia meninggal,
Ivan tidak memiliki perasaan apa pun terhadap istrinya lagi sekarang. Padahal dulu hubungan mereka sangat baik. Mereka punya putra dan putri. Ivan pun sangat sayang anak-anaknya. Dia paling sayang putrinya.Pada saat Ivan tahu kalau Fani bukan adik kandungnya, lalu adik kandungnya Felicia, terlihat seperti orang yang lemah dan tidak bisa apa-apa, Ivan merasa sangat senang. Dia berharap ibunya bisa mewariskan posisi sebagai kepala keluarga kepada putrinya.Meskipun sekarang putri Ivan tampak tidak memiliki kemampuan apa pun, itu karena putrinya masih kecil. Selama ibunya bersedia melatih cucunya sebagai penerus, Ivan yakin putrinya tidak terlalu buruk. Oleh karena itu, dia sangat menyayangi putrinya.Setelah mendengar pertanyaan Felicia, Ivan membuka mulutnya, ingin memberikan penjelasan. Namun, dia mendapati kalau dia sama sekali tidak bisa membantah. Dia hanya bisa diam.Felicia selesai membaca dokumen di tangannya dan merasa tidak ada masalah. Dia pun menelepon ibunya dan berkata kal
Felicia bertemu dengan Ivan yang baru keluar dari lift di pintu lift. Kedua saudara itu berhenti sejenak. Ivan keluar lebih dulu dari lift, sementara Felicia tidak terburu-buru masuk. "Felicia, kamu mau pergi?" Ivan memegang sebuah map dokumen, mungkin ada dokumen yang perlu ditandatangani Felicia. Karena ibu mereka sedang tidak berada di perusahaan, semua cap penting diserahkan kepada Felicia.Banyak dokumen penting harus ditandatangani dan dicap olehnya agar berlaku. Biasanya, urusan tanda tangan dokumen seperti itu selalu diserahkan kepada sekretaris, dan jarang Ivan datang langsung. Felicia dengan tenang menjawab, "Ya, ada sedikit urusan yang harus aku urus, Kak. Ada apa?" Dia melirik map dokumen di tangan Ivan. Namun, lelaki itu tidak langsung menyerahkan map itu, melainkan berkata, "Ada dokumen yang butuh tanda tangan dan cap darimu." "Bisa ditunda sebentar? Kamu mau pergi urus apa? Apakah penting sekali?" Nada Ivan terdengar ramah, tetapi ada sedikit nada menyelidik. Ke ma
Mereka sangat menyayangi Fani, dan itu tulus. Setelah pewaris yang sebenarnya kembali, mereka tetap tidak bisa menerimanya, selalu merasa Felicia adalah penyusup yang merebut semua yang seharusnya milik Fani. Di hati mereka, ada rasa benci terhadap Felicia. Karena sejak kecil dia hidup di lingkungan yang keras tanpa kasih sayang, Felicia tidak pernah berharap bahwa orang tua kandung atau saudara laki-lakinya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia sendiri juga tidak memiliki banyak rasa terhadap mereka. Hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, memang perlu dipupuk. Karena dia tidak tumbuh besar di sisi orang tua kandung atau saudara laki-lakinya, tidak ada hubungan emosional yang terbentuk. Meskipun sudah kembali ke sisi orang tua kandung selama dua tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Fani yang tumbuh besar bersama keluarga Gatara sejak kecil. Sekarang, setelah Fani tiada, ayah dan tiga saudara laki-lakinya hanya
“Felicia, sekarang kamu ada waktu?” tanya Odelina.Felicia menjawab, “Selama kamu membutuhkan bantuan, aku selalu punya waktu.” “Kalau begitu, mari kita tentukan tempat untuk bertemu.” “Kamu yang pilih tempatnya.” Felicia mengangguk, lalu bertanya lagi, “Ada apa?” “Aku baru saja keluar dari Blanche Hotel, dan hampir saja tertabrak dua mobil di depan hotel. Pengemudinya bilang mereka gugup karena melihat banyak orang, lalu salah injak gas. Tapi ada kejanggalan, dan aku rasa ini bukan kecelakaan.” Felicia segera paham. Dia berkata, “Kamu curiga ini ulah mamaku yang menyuruh orang untuk menabrakmu? Mamaku sedang bepergian jauh, seharusnya bukan dia, 'kan?” Meski tahu ibunya bukan orang baik, Felicia tetap berharap ibunya tidak melakukan hal seperti itu. Odelina berkata, “Aku rasa ini bukan mamamu. Mamamu itu licik, kalau dia memang ingin aku mati, dia nggak akan menggunakan trik sepele seperti ini yang mudah ketahuan.” Sebelumnya, Waktu Ricky, dan Rika pergi ke pesta keluarga Gata
“Itu yang buat orang curiga.” Dimas berkata, “Mereka kemungkinan besar memang menargetkanmu.” “Aku sedang berpikir, apakah ini perbuatan tanteku atau putranya?” Odelina menganalisis, “Aku rasa bibi nenekku nggak akan buat kesalahan sepele seperti ini. Kalau dia yang mengatur, mereka pasti akan mempercepat mobil saat benar-benar mendekatiku, sehingga aku hampir nggak punya kesempatan untuk menghindar.”“Felicia juga nggak mungkin. Kami cukup dekat.” Meski dalam bisnis mereka adalah saingan, terkadang Odelina merebut pelanggan Felicia, kadang sebaliknya. Di luar itu, mereka bisa berbincang dengan dengan baik. Jika Felicia bukan pewaris utama keluarga Gatara, mungkin mereka bisa menjadi teman baik. Odelina sangat menyukai sifat perempuan itu."Ketiga putra keluarga Gatara mungkin memang ingin membunuhku, terutama Ivan. Aku pernah kirim foto dia dan Fani ke istrinya. Dia pasti bisa menebak itu aku.” “Sekarang Fani sudah meninggal. Mungkin dia ingin membalas dendam untuk Fani.“Bibi ne
“Maaf, saya melihat ada banyak orang berdiri di depan hotel, saya langsung panik dan, meskipun berniat menginjak rem, saya malah menginjak gas.” Setelah memarkir mobilnya, pengemudi mobil kedua turun dari mobil sambil terus-menerus meminta maaf. Dia adalah seorang gadis muda, dan tampaknya dia benar-benar panik.Tatapannya melewati kerumunan orang dan jatuh pada Odelina, yang sedang dibantu berdiri. Dengan nada penuh perhatian dan penyesalan, dia bertanya,"Kamu nggak apa-apa? Maaf, benar-benar maaf, aku baru dapat SIM setengah bulan yang lalu, ini pertama kali aku mengemudi keluar rumah. Kalau lihat banyak orang, aku masih nggak bisa menahan diri untuk merasa gugup." Pengemudi mobil pertama sudah membawa mobilnya masuk ke tempat parkir bawah tanah dan menghilang. Odelina melihat gadis muda itu yang terlihat sangat gugup. Wajar gugup kalau dia baru mendapatkan SIM-nya. Karena Odelina tidak mengalami apa-apa, dia berkata,"Aku nggak apa-apa, tapi kamu harus lebih hati-hati. Sebaiknya
Mobil berhenti di depan Blanche Hotel.Dia mengambil dua tisu untuk mengusap hidungnya yang baru saja bersin, lalu membuang tisu itu ke tempat sampah di pintu hotel. Setelah itu, dia turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam hotel bersama sekretaris dan beberapa anggota tim manajer untuk bertemu dengan klien."Bu Odelina."Para staf Blanche Hotel menyapa Odelina dengan hormat saat melihatnya.Meskipun perempuan itu belum sepenuhnya masuk dalam dunia bisnis di Cianter, tetapi karena dia adalah kakak dari Olivia maka para staf hotel memperlakukannya dengan sangat hormat. Bahkan Ricky yang ada di sini juga bersikap hormat pada perempuan itu.Odelina membalas dengan senyuman tanpa menghentikan langkah kakina. Perempuan itu langsung menuju ruang rapat bersama timnya. Dia sudah mengatur pertemuan dengan klien, tetapi klien belum tiba.Klien tersebut sudah menelepon sebelumnya dan mengatakan bahwa mereka akan tiba dalam beberapa belas menit. Karena Odelina yang ingin bekerja sama dengan or