"Saya nggak merasa Amelia keras kepala, temperamental, atau suka meledak-ledak. Kayak yang Tante bilang. Siapa pun pasti punya sedikit sifat temperamental. Bahkan orang yang dibuat dari lumpur pun juga memiliki sifat marah," kata Jonas dengan tenang."Meskipun misalnya Amelia benar-benar seperti yang Tante bilang, saya orang yang cukup sabar dan penuh pengertian. Saya bisa saja orang yang paling cocok untuk Amelia yang punya sifat seperti itu."Yuna terdiam, tidak tahu harus bagaimana menjawab argumen Jonas. Jonas memutuskan untuk bertanya dengan tegas, "Tante, selain fakta saya bukan orang Mambera, ada sesuatu lain yang buat Tante nggak puas dengan saya? Saya bisa berusaha untuk memperbaikinya."Yuna tetap bungkam. Amelia memiliki sifat keras kepala seperti dirinya, dan dalam hal ini, Yuna merasa sangat yakin dengan pendiriannya. Terlepas dari berapa banyak yang telah dilakukan Jonas dan janji yang telah diberikan oleh pemuda itu, Yuna tetap yakin untuk tidak akan mengizinkan Ameli
Ketika seseorang dihargai, kekurangan mereka bisa dianggap sebagai kelebihan, tetapi ketika seseorang dibenci, seluruh kelebihannya bisa menjadi kekurangan."Mbak Amelia, selamat malam," balas Yogi sambil tersenyum saat menyambut salam Amelia. Dia melihat ke belakang Amelia, tidak melihat Yuna. Yogi mengira Yuna akan hadir karena dialah yang mengundang.Yogi sebenarnya hanya berhenti untuk mengecek keadaan Yuna yang duduk di trotoar dan memberinya tumpangan pulang. Baginya itu adalah hal kecil yang tidak perlu dihargai sedemikian rupa oleh Yuna. Namun, Yuna sangat bersikeras dan berkata ingin berterima kasih. Yogi malah merasa tertekan.Amelia juga telah beberapa kali mencoba untuk mengundangnya makan sebagai bentuk terima kasih, tetapi dia selalu menolak. Hari ini, Yogi setuju untuk datang karena undangan terus-menerus dari Yuna dan hanya ingin memberikan Yuna perasaan bahwa Yuna telah membalas jasanya sehingga Yuna tidak akan mengganggunya lagi."Mamaku tunggu di dalam ruangan VI
Yogi melirik Amelia dan tersenyum, "Mbak Amelia pasti mahir masak sup, hanya saja, sayanya yang nggak begitu suka sup, Tante."Ketika Amelia masih mengincar Stefan, Amelia sering mengirimkan sup untuknya. Yogi ingat betul.Yuna tetap tersenyum dan berkata, "Kamu belum pernah coba sup buatan Amelia, nanti kalau kamu coba, pasti suka. Jadi, ita sudah sepakat, ya. Lain waktu kamu datang ke rumah kami, makan malam."Yogi menjawab ramah, "Kalau saya ada waktu, pasti datang."Yuna akhirnya merasa puas dengan jawaban Yogi. Yuna meminta Amelia untuk memesan makanan. Amelia memberikan menu ke Yogi, "Pak Yogi, silakan pesan."Yogi menjawab, "Ini restoran keluarga Sanjaya, ‘kan, ya? Mbak Amelia pasti tahu makanan apa yang paling enak di sini. Mbak Amelia saja yang pilih. Saya itu selain nggak suka sup, yang lainnya nggak masalah."Sebenarnya, Yogi suka makan sup, tetapi dia mengatakan sebaliknya agar tidak dipaksa oleh Yuna untuk mencoba masakan Amelia. Dia tidak ingin menimbulkan rumor atau ma
Setelah mobil Yogi tak terlihat, keduanya bersiap untuk kembali ke dalam hotel. Namun, Yuna keluar dari hotel."Tante," kata Jonas memanggil Yuna.Yuna hanya mengangguk sebagai tanggapan dan kemudian berkata kepada Amelia, "Amelia, temani Mama pergi ke pasar malam. Sudah lama Mama nggak pergi ke pasar malam."Amelia menatap Jonas, dan Jonas dengan bijak berkata, "Tante, Amelia, saya juga masih ada urusan. Saya pergi dulu, ya."Amelia berkata, "Jonas, jangan terlalu memikirkan apa yang mama bilang, ya."Jonas memberikan tatapan yang penuh keyakinan kepada Amelia. Jonas cukup bijaksana. Dia tidak akan membiarkan sikap ibu Amelia memengaruhi hatinya.Yuna berjalan menuju mobilnya. Amelia pun terpaksa mengikuti ibunya. Mereka mengendarai satu mobil, sementara mobil Amelia tetap di parkiran hotel.Setelah naik ke dalam mobil, Yuna menepuk dahi Amelia, "Amelia, sudah berapa kali Mama bilang, kamu harus jaga jarak dengan Jonas. Dia itu kayak rubah yang licik, dia bisa menjebak kamu tanpa ka
"Terus, apa kalau aku sama Jonas, kalau aku diperlakukan nggak baik di keluarga Junaidi, Mama dan kakak nggak akan bela aku?" Amelia menanggapi pertanyaan ibunya."Aku juga bukan model orang yang gampang di-bully, kok. Biasanya ‘kan aku yang memperlakukan orang lain seperti itu."Yuna, yang terdiam sejenak, berkata, "Di Mambera, kamu bisa melakukan apa saja tanpa khawatir karena ada Sanjaya Group di belakangmu dan kakakmu yang selalu siap membantu. Tapi kalau kamu sama Jonas dan hidup di kota Aldimo, gimana? Siapa yang akan manjain kamu? Siapa yang akan kamu andalkan?"Amelia berargumen dengan tegas, "Pekerjaan Jonas ‘kan di Mambera, Ma. Kami akan hidup di sini. Kalau pun kami harus kembali ke kota Aldimo, ya itu hanya untuk kunjungan keluarga saat hari raya. Apa masalahnya? Lagipula, keluarga Junaidi adalah keluarga yang terbuka. Mereka nggak akan memperlakukan menantu buruk."Yuna berkata, "Setiap menantu perempuan di keluarga Junaidi memiliki latar belakang keluarga yang kuat, Amel.
Namun, terkadang yang baik menurut orang tuanya belum tentu sesuai dengan yang diinginkan oleh Amelia. Karena ibunya tidak bicara, Amelia akhirnya keluar dari mobil.Begitu Amelia turun dari mobil, Yuna langsung memerintahkan sopir untuk mengemudi lagi. Sopir terlihat bingung, menoleh ke Yuna dan berkata, "Bu, Non Amel ....""Dia punya kaki, bisa pulang sendiri," jawab Yuna dengan nada datar. "Kalau dia tetap di mobil, kami berdua pasti akan bertengkar hebat." Dengan mengusir putrinya, Yuna berharap mereka berdua bisa menenangkan diri. Yuna sama sekali tidak khawatir Amelia tidak bisa pulang.Amelia berdiri di pinggir jalan, melihat mobil ibunya pergi. Mobil itu segera hilang dalam arus lalu lintas. "Mama beneran ninggalin aku di sini." Amelia merasa sedikit sedih. Dia tidak ingin kembali ke hotel untuk mengambil mobilnya. Amelia pun menyetop taksi. Setelah masuk, dia memberitahu sopir alamat rumah Olivia. Amelia ingin mengadu.Sementara itu, sebelum Amelia tiba, Yogi juga data
Mendengar kata-kata Yogi, Stefan berhenti tertawa dan menatap sepupunya itu dengan serius, bertanya, "Yogi, kamu nggak benar-benar tertarik sama Amelia, ‘kan?""Nggak lah. Nggak sama sekali," jawab Yogi cepat-cepat menyangkal."Aku baru sadar maksud Bu Yuna malam ini. Aku juga bahkan curiga beberapa kejadian kecil di jalan yang kebetulan kutemui itu memang rencana Bu Yuna sendiri." Yogi tidak bodoh. Setelah menyadari niat Yuna, ia mulai menduga bahwa pertemuannya dengan Yuna mungkin direncanakan.Yuna dan suaminya memiliki hubungan yang baik. Setelah pensiun, kemana pun Yuna pergi suaminya selalu mengikuti. Saat itu, Yuna berjalan-jalan tanpa ditemani suaminya. Kakinya terkilir tepat saat dia tidak membawa ponsel. Terlalu kebetulan."Kak, aku tahu Amelia pernah suka sama kamu dan bahkan terang-terangan mengejarmu. Aku nggak mungkin lah sama dia. Rasanya kurang enak." Stefan berkata, "Itu nggak penting. Dia memang pernah suka sama aku memang. Tapi kami ‘kan nggak pernah jadian. Sete
Amelia menyapa dengan ramah. Stefan tersenyum tipis tanpa bisa membantah saat mendengar dirinya dipanggil sebagai “Dik” oleh Amelia. Olivia hanya lebih muda satu tahun dari Amelia, dia adik sepupu Amelia. Biasanya, Amelia memanggil Stefan hanya dengan nama, tapi malam ini sepertinya dia ada yang tidak beres. Amelia sengaja memanggil Stefan “Dik”.“Mbak Amelia,” ujar Yogi, juga kembali bersikap biasa. Amelia dan Yogi saling bertukar pandang. Keduanya serentak berkata dalam hati, “Kok kebetulan banget, sih! Sama-sama datang ke sini!”“Jonas nggak nemani Mbak Amelia ke sini?” Yogi bertanya sambil tersenyum kepada Amelia. Amelia menjawab, “Dia ada urusan, aku suruh dia urus saja dulu. Beberapa hari lagi dia akan kembali ke kota Aldimo. Kakak iparnya mau melahirkan.”Yogi mengangguk. Olivia menyambung, “Tanggal perkiraan lahiran Mulan belum sampai, ‘kan? Kok sudah mau melahirkan?” “Itu kata Jonas, aku juga nggak tahu,” jawab Amelia. “Tapi memang Mulan mengandung kembar, kudengar bay
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti
Tahun lalu, Setya baru saja kembali dari gerbang kematian. Setelah mendengar perkataan Panca, Setya pun berusaha menenangkan dirinya. Dia menganggukkan kepala kepada teman-temannya, lalu berkata kepada yuna, “Non Yuna, aku akan berusaha tetap hidup. Sampai kalian membalaskan dendam orang tuamu, agar Bu Patricia terima hukuman atas perbuatannya. Kalau nggak, aku nggak bisa mati dengan tenang.”“Ini juga salahku. Selama bertahun-tahun, aku nggak bisa membalaskan dendam orang tuamu. Aku juga nggak bisa temukan keberadaan kamu dan adikmu.”Kalau saja Setya menemukan Yuna dan Reni lebih awal, Reni tidak akan meninggal secepat ini. Setya gagal melindungi kepala keluarga Gatara sebelumnya, juga gagal melindungi kedua putri kepala keluarga Gatara sebelumnya. Setya merasa sangat bersalah.Setya yang telah menjalani pelatihan khusus menjadi asisten terpercaya kepala keluarga Gatara. Dia telah melakukan banyak hal untuk kepala keluarga Gatara. Namun pada akhirnya, dia gagal melaksanakan dua hal t
Yuna memanggil pria itu Setya, adik Yuna juga ikut memanggilnya dengan nama itu. Setiap kali Yuna dan adiknya memanggil Setya, pria itu selalu menjawab sambil tersenyum.Dalam ingatan Yuna yang samar-samar, orang tuanya dan Setya sangat sibuk. Namun, kesehatan ibunya kurang baik, jadi ibunya sering meminta bibinya yang tidak lain adalah Patricia untuk melakukan sesuatu.Sekarang kalau dipikir-pikir, justru karena ibunya Yuna sakit. Jadi ibunya Yuna mau tidak mau sering minta Patricia mengurus perusahaan dan urusan keluarga, sehingga timbul keinginan di dalam hati Patricia untuk merebut kekuasaan.Patricia pasti merasa dia telah berbuat banyak, tapi semua orang tetap berpihak pada ibu Yuna. Oleh karena itu, Patricia ingin mengambil alih. Karena dia mengira hanya dengan menjadi kepala keluarga, semua orang akan sepenuhnya berpihak padanya.“Huh ....”Syuna memanggil Sety, Setya menghela napas sambil menahan air matanya. Keduanya sama-sama tidak memiliki kesan mendalam terhadap satu sama
Stefan tertawa pelan. “Oke, asal kamu nggak berebut dengan tantemu untuk dapat perhatian, sebenarnya kamu akan merasa sangat bahagia. Ada begitu banyak orang yang sayang sama kamu. Cepat gosok gigi dan cuci muka. Habis itu ambil tasmu dan turun untuk sarapan dulu. Nanti om sopir yang antar kamu ke sekolah. Om dan tantemu ada urusan, nggak bisa antar kamu.”Russel memanyunkan bibir lagi. Namun pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia pun pergi mencuci muka dan menggosok gigi dengan tenang. Sedangkan Stefan kembali ke kamarnya untuk membangunkan Olivia. Dia memberitahu Olivia kalau Dokter Panca membawa asisten nenek Olivia ke rumah keluarga Sanjaya.Olivia langsung bangun dan mandi secepatnya. Selesai ganti baju, dia bergegas turun bersama suaminya. Di sisi lain, Aksa juga telah membangunkan orang tuanya. Begitu mengetahui kedatangan para pria tua dan salah satu di antaranya adalah guru Kellin, Yuna langsung keluar dari kamar. Namun, suaminya segera menghentikannya.“Yuna, k
Mereka berdua sedang bertelepon, tapi Stefan malah bilang kalau dia tidak bicara dengan Aksa. Karena Aksa tahu Stefan pasti sedang mengurus Russel, Aksa pun tidak marah.“Oke, kamu bisa bicara sekarang.” Stefan akhirnya bicara dengan Aksa.Kalau bukan karena tahu Olivia masih tidur saat ini, Aksa sungguh tidak ingin menelepon Stefan. Dengar saja nada bicara Stefan, sangat menjengkelkan, bukan? Seolah-olah Aksa akan melapor ke Stefan saja.Aksa pun berkata sambil menahan amarahnya, “Dokter Panca bawa asisten nenekku datang ke sini. Selain mereka berdua, ada beberapa pak tua lainnya. Mereka mungkin para master yang menguasai dunia beberapa puluh tahun yang lalu. Kamu bilang sama Olivia. Kalau kamu bisa datang, kamu temani Olivia datang ke sini sebentar.”“Dokter Panca?” Stefan spontan mengerutkan kening. “Kamu yakin orang itu Dokter Panca?”“Aku nggak yakin. Makanya aku suruh Jonas datang. Jonas pernah bertemu dengannya. Tapi aku rasa mereka nggak akan berbohong. Nggak akan ada yang bera