"Bu Yanti, ada hal lain yang ingin dibicarakan? Kalau nggak, saya pamit pergi dulu, Russel masih di mal, saya harus jemput Russel pulang." Odelina merasa sedikit tidak nyaman. Dia memang tidak pernah memiliki perasaan khusus terhadap Daniel, tapi permintaan Yanti benar-benar membuatnya tak nyaman.Odelina hanya menyewa toko milik Daniel, dan Daniel adalah teman baik adik iparnya. Ditambah dengan bantuan yang sudah diberikan Daniel kepadanya, membuat Odelina harus bersikap lebih hangat kepada Daniel. Namun, Odelina benar-benar tidak memiliki perasaan lebih dari itu. Entah mengapa malah dia yang harus menghadapi tekanan tidak langsung dari Yanti. Odelina merasa tidak bersalah, mengapa dia yang harus meninggalkan Mambera?"Ya sudah, silakan. Hati-hati di jalan, jalanan lagi padat," kata Yanti, berupaya untuk tetap bersikap lembut. Odelina mengambil kunci skuter listriknya, mengucapkan selamat tinggal pada Yanti, lalu berdiri dan pergi. Setelah Odelina pergi, Darius datang. Melihat i
Yanti berkata, "Entah gimana sih selera dia itu. Anakku hebat gitu dia nggak suka. Memangnya mau menikah dengan siapa lagi?" "Memangnya perempuan yang bercerai harus menikah lagi? Menurutku Odelina benar-benar kecewa, dia nggak akan mudah untuk menerima perasaan baru. Jika pun Daniel nggak menyerah, mungkin butuh bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Odelina. Mungkin nanti bukan kamu yang menghalangi mereka, tapi malah kamu yang memohon Odelina untuk bersama anakmu." Yanti tampak kesal. "Aku nggak akan pernah memohon sama Odelina untuk jadi sama Daniel, kecuali jika hujan merah turun dari langit." Darius dalam hatinya berpikir, “Bicara terlalu pasti nanti malah kena batunya. Siapa tahu nanti Yanti malah yang harus menciptakan "hujan merah" untuk memohon pada Odelina agar menikah dengan anaknya.”Di mal, Daniel menjaga Russel dengan pikiran yang terganggu. Dia ingin menemui ibunya dan Odelina, ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Apa Odelina jadi akan semakin tidak menerima perasaann
“Mama lagi ada urusan, sebentar lagi balik, kok.”Daniel berbohong. “Kita tunggu Mama di luar, yuk.”Russel setuju.Daniel menggendong Russel turun ke lantai satu, kemudian bertanya lagi, “Russel mau makan apa? Om Daniel beliin.”“Makasih, Om Daniel. Tapi aku punya banyak banget cemilan di rumah. Nggak perlu beli lagi.”Sekarang Russel kebanyakan bermalam di rumah tantenya. Pagi harim, baru kemudian Russel diantar ke sekolah oleh Dimas. Hanya saat keesokan harinya tidak perlu ke sekolah, barulah Russel tinggal bersama ibunya. Tante dan omnya sangat menyayangi Russel. Mereka membelikan Russel banyak sekali cemilan. “Yang ada di rumah tante, ya itu buat di rumah tante, Yang sekarang, Om Daniel yang beliin Russel. Russel kasih Om kesempatan buat show off, dong.”Russel memandangi Daniel. Dia tidak begitu mengerti dengan kalimat Daniel itu. Daniel tidak menjelaskan lebih lanjut. Dia malah bertanya, “Russel, kamu pernah nggak kepikiran jadiin Om Daniel sebagai papa kamu?”“Aku punya Pap
Daniel tak tahu harus berkata apa.Anak kecil ini, sungguh keras kepala."Russel."Odelina juga melihat kedua orang itu. Dia berjalan mendekat.Daniel, yang khawatir, mengingatkan Russel sekali lagi, dengan tegas meminta Russel untuk tidak mengatakan apa-apa. Namun, seolah tidak mendengar peringatannya, Russel melepaskan diri dari pelukan Daniel, dan berlari kecil menuju ibunya."Mama."Ketika Russel mendekat, Odelina menggenggam tangan kecilnya dan tersenyum bertanya, "Russel nggak mau main lagi?""Nggak mau, aku mau pulang.""Oke deh, kita pulang."Odelina melihat Daniel mendekat dan dengan sopan mengucapkan terima kasih, "Pak Daniel, terima kasih sudah bantu saya jagain Russel, ya.""Nggak perlu berterima kasih. Aku senang kok bantu jaga Russel."Daniel mengelus kepala Russel dan berkata, "Russel anak manis, gampang jagainnya."Odelina tersenyum, lalu berkata kepada Daniel, "Pak Daniel, Russel ingin pulang, jadi kami sekarang mau pulang dulu."Daniel segera berkata, "Aku antar kal
Daniel merasa canggung akibat ocehan Russel, begitu pula Odelina.Odelina menoleh ke arah Daniel. Daniel tersenyum canggung pada Odelina.Odelina kehabisan kata-kata, dia diam. Dia sedang memikirkan bagaimana sebaiknya menjawab pertanyaan Russel."Mama." Suara Russel terdengar lagi."Mama nggak setuju?""Russel."Odelina berbicara dengan lembut, "Russel sudah punya Papa. Om Daniel adalah Om Daniel, jadi akan selalu seperti itu.""Odelina," Daniel memanggilnya."Pak Daniel, Russel masih kecil. Dia masih belum ngerti, jangan bicarakan hal seperti ini sama dia. Kehidupan saya, juga bukan sesuatu yang bisa Russel putuskan."Odelina mengucapkan kalimatnya dengan sangat serius."Odelina, aku salah. Aku nggak seharusnya ngomong kayak gitu ke Russel sekarang. Tapi, Odelina, perasaanku sama kamu tulus, begitu juga dengan Russel, aku akan menyayanginya seperti anak kandungku sendiri,” ucap Daniel tulus. "Pak Daniel, saya sudah bilang, sekarang saya nggak mau mempertimbangkan soal cinta."Odeli
Russel sangat keras kepala.Sama seperti ketika saat Roni mengatakan hal buruk tentang Daniel di hadapannya. Russel bersikeras bahwa Om Daniel bukan orang jahat. Meskipun yang mengatakan itu adalah ayahnya, Russel tetap tidak mengubah pandangannya tentang Om Daniel.Orang baik adalah orang baik, orang jahat adalah orang jahat. Russel tidak bisa mengatakan orang jahat itu baik, dan tidak bisa mengatakan orang baik itu jahat."Mama bukan lagi nggak senang, kok, Sayang. Mama cuma lagi kepikiran sesuatu," kata Odelina sambil tersenyum. "Lihat, Mama senyum ‘kan sekarang."Russel pintar dan sensitif. Saat melihat ibunya tersenyum, dia pun percaya pada kata-kata ibunya. "Mama, apa benar Om Daniel ingin menikahi Mama? Jadiin Mama istri?"Setelah tenang, Russel bertanya kepada Odelina tentang topik ini lagi.Odelina terdiam lagi.Daniel ternyata benar-benar telah berbicara tentang segala hal itu dengan Russel.Russel masih sangat kecil, dia mengerti apa?Meskipun Russel bisa menerima Daniel se
Saat keluar dan melihat pipi Olivia dicium Russel, dia cemburu!Stefan menggendong Russel masuk ke dalam rumah sambil berbicara dengannya. “Om Stefan mau ngomong apa sama Russel?”Russel penasaran. Kemudian, Om Stefan berbicara panjang lebar kepadanya. Russel diam. Banyak hal yang tidak Russel pahami dari ucapan Stefan. Russel hanya mengerti satu hal. Om Stefan-nya bilang bahwa Russel adalah laki-laki. Dia tidak boleh sembarangan mencium pipi tantenya. Tapi, itu Tante Oliv-nya. Tante Oliv saja bisa mencium pipi kecilnya.Akhirnya, di pikiran Russel hanya ada satu kesimpulan: dunia orang dewasa itu sangat rumit dan sulit dipahami.Kata-kata Stefan kepada Russel membuat Olivia tidak bisa berkata-kata. Olicia hanya bisa berkata pada suaminya, "Sayang, kamu bawa Russel ke atas, ya. Mandi.""Sip. Oke."Stefan membawa Russel ke lantai atas, sambil berkata kepadanya, "Malam ini Om yang akan mandiin Russel.""Aku mau mandi mau bawa mainan.""Boleh, bawa pistol airmu.""Oke." Mereka berjal
"Oliv, memang kita ini sekandung, ya. Haha. Aku juga menentang Yanti dengan cara yang sama, loh. Kakak bilang, kenapa aku yang harus pergi? Kenapa aku yang harus berkorban?""Menurutku menghindar justru nggak akan menyelesaikan masalah, Kak. Kakak, jangan pindah dari sana. Toko Kakak sudah lama ada di sana. Susah payah Kakak mencari pelanggan tetap. Kalau Kakak pindah, berarti Kakak harus mulai dari awal lagi.""Selama Kakak jaga hati, nggak tergoda sama Daniel, apa pun yang dia lakukan nggak akan ada gunanya. Kalau Kakak ikuti permintaan Yanti dan membawa Russel pergi dari Mambera, mungkin Pak Daniel malah nggak akan bisa melupakanmu seumur hidupnya. Dia mungkin juga akan mencari kalian berdua selamanya.""Kalau dia mengejar kamu terus nggak dapat respons, ditambah dengan ibunya yang terus menghalangi, kurasa dengan berjalannya waktu, dia akan menyerah dan membiarkanmu hidup tenang."Odelina juga berpikir demikian.Kepergiannya tidak akan menyelesaikan masalah.Pendapat adiknya sama d
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan