Ternyata selama ini dia sering menggunakan Olivia sebagai alasan. Pantas saja belakangan ini saat Stefan pulang, baunya selalu tercium masih segar. Memang, Olivia sendiri sebenarnya tidak ingin Stefan minum terlalu banyak. Apalagi Stefan sempat memiliki masalah pencernaan dan Olivia memerlukan waktu untuk merawatnya.Namun, siapa sangka Stefan malah menciptakan imej seolah-olah dia "dikontrol" oleh istrinya.Mendengar celaan dari Reiki, Stefan merangkul Olivia dan berkata, “Junia, kamu jangan kesenengan dulu. Reiki juga sering jadiin kamu sebagai tameng."Junia tertawa dan berkata, "Aku nggak apa-apa, sih. Selama dia sehat. Kalian berdua memang sama, meski kami nggak pernah benar-benar membatasi kalian. Nggak paham kenapa kalian selalu ingin menempeli label 'dikendalikan oleh istri' pada diri kalian."Olivia menambahkan, “Nggak takut malu apa?”Stefan menatapnya, “Nggak akan ada yang berani menertawakanku. Mereka hanya akan memuji betapa aku sayang sama istri."Ketika berhadapan denga
Stefan bersulang dengan Reiki, namun tak meneguk anggurnya. "Tahu ‘kan istrinya lagi hamil? Di acara kayak gini, kamu juga nggak bakal bawa istrimu yang lagi hamil, ‘kan?"Reiki batuk pelan, "Lupa aku. Orang yang nggak penting buat aku sih, aku biasa aja. Kalau Junia yang hamil, nggak bakal kubiarkan dia jalan sendiri. Aku yang gendong."Dengan senyum jenaka, Stefan menjawab, "Hamil itu bukan sakit, Bro. Mereka juga perlu gerak."Reiki menyeringai, "Kamu sekarang banyak bicara, lihat saja nanti kalau Oliv hamil, masih berani ngomong besar atau nggak. Kalau kamu masih berani, kutraktir makan, deh.""Eh, nggak perlu. Kalau punya waktu, aku lebih suka masak buat Olivia. Skill masakku sekarang sudah naik kelas, tau!"Sambil berbisik-bisik, mereka berdua berjalan ke arah kerumunan."Pak Stefan, Pak Reiki."Banyak yang mengangkat gelas, memberi hormat ke arah mereka.Reiki tersenyum lebar dan mengangguk. Sedangkan Stefan, dengan muka serius, hanya mengangguk sekedarnya. Mata Stefan terus men
Seandainya bukan karena Reiki, Yuna pasti sudah berusaha menjodohkan Junia dengan anak bungsunya.Reiki berkata, "Untung ada si Stefan yang sudah membantu hubungkan kami."Stefan menjawab, "Jadi fee mak comblang kapan dibayar, nih?"Setelah berhasil keluar dari gerombolan ibu-ibu, Amelia langsung lega. Ia mengeluh pada Olivia dan Junia, mengapa mereka lama sekali datang menyelematkannya.Olivia cengar-cengir, "Lebay kamu. Sampai pakai kata 'selamatkan' segala."Junia tersenyum manis, "Menurutku, para ibu-ibu tadi ramah-ramah, kok. Mereka melihat kamu dengan penuh kasih sayang."Amelia menggeleng, "Mereka melihatku kayak calon menantu, bukan teman ngobrol."Keduanya tertawa mendengarnya."Oliv, lihat, deh," Amelia mendekatkan diri, memberi isyarat dengan dagunya ke arah tertentu."Apaan, sih?" Olivia dan Junia mengikuti arah yang ditunjukkan Amelia.Olivia dan Junia sama-sama menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Amelia.Junia melihat Daniel bersama seorang wanita yang tidak dikenalnya.
"Non Olivia."Olivia baru saja melangkah beberapa langkah ketika jalanannya terhalang oleh Sinta dan Rosalina. Rosalina terlihat seperti ditarik paksa oleh Sinta.Ketika Olivia melihat Rosalina hampir tersandung, tanpa berpikir panjang, ia segera menolongnya. "Hati-hati, Rosalina."Setelah memastikan Rosalina baik-baik saja, Olivia menatap Sinta. Dengan senyuman yang terasa dipaksakan, Sinta berkata, "Terima kasih, Non Olivia, sudah menolong Rosalina. Kalian tahu dia nggak bisa lihat, jadinya gampang tersandung."Amelia dengan cepat menyahut, "Kalau memang dia nggak bisa melihat, kenapa kamu malah nyeret dia?"Senyuman di wajah Sinta seketika memudar. "Kayaknya besok mataharinya akan terbit dari barat, ya?" Amelia berkata dengan nada penuh sindiran. "Baru pertama kali ini, ya, Bu Sinta bawa Rosalina ke pesta? Luar biasa. Mungkin besok mataharinya memang akan terbit dari barat."Sinta, meski tersinggung, berusaha tetap tersenyum. "Dulu, aku pikir Rosalina akan kesulitan di acara seper
Olivia bertanya pada Rosalina pelan, "Mau dijodohin sama anak orang kaya, ya?"Rosalina mendecak, lalu berbisik, "Dia nggak bakal nikahkan aku sama anak orang kaya, sih. Aku kayak barang buat dia, yang penting dia untung."Olivia mendengus kesal.Rosalina malah tersenyum tipis, "Tenang saja, Liv. Aku bisa jaga diri, kok," sambil menunjukkan pisau kecil yang selalu ia sembunyikan dan bawa kemana pun.Sebelum Olivia merespon, Rosalina memberi kode dengan menepuk tangan Olivia. Olivia jadi bungkam.Sinta, yang melihat mereka dari kejauhan, mengajak Olivia ke sebuah sudut yang lebih tenang. "Liv, mau makan apa? Biar Tante ambilin.""Nggak perlu, Bu Sinta. Mau ngobrolin apa, ya?"Dengan nada setengah gugup, Sinta menjawab, "Kamu dan Rosalina kayaknya cepet deket, ya. Tahu nggak, Giselle itu adik kandung Lina. Jadi, gimana kalau kita selesaikan masalahnya secara baik-baik saja? Tante bisa pastikan Giselle sudah insaf. Dia masih kecil, kadang nggak mikir panjang sebelum melakukan sesuatu."Gi
Olivia dengan serius berkata, "Bu Sinta, bukan aku yang ingin anakmu dipenjara, tapi perbuatan anakmu yang menentukan hukumannya. Aku cuma nggak mau terluka lagi. Anakmu, kamu kenal dia, memangnya kamu yakin dia sadar sama kesalahannya dan berjanji nggak akan menyuruh orang menyerangku lagi? Walaupun kamu percaya, aku yang nggak percaya." Sinta dengan mata tajam menatap Olivia. Suaminya selalu bilang harus memperbaiki hubungan dengan Olivia, meminta maaf untuk anaknya.Tapi memangnya Sinta tak mau berbaikan dengan Olivia? Bukankah Sinta sudah mencoba meminta maaf, memberikan ganti rugi, dan meminta pengertian?Dia bahkan menyuruh Rosalina menemui Olivia.Tapi Olivia keras kepala, tetap ingin menggugat Giselle.Di dalam hati Sinta marah sekali. Jika Olivia tidak memberi mereka jalan keluar, maka Sinta tidak akan membiarkan Olivia tenang.Sinta bangkit berdiri, dengan wajah dingin berkata, "Non Olivia, maaf mengganggu."Kemudian, dia mencoba menarik tangan Rosalina, tidak membiarkan Ros
Olivia sebelumnya hanya pernah membaca atau melihat adegan seseorang yang diberi racun di novel atau televisi. Tak pernah ia bayangkan hal semacam itu terjadi di kehidupan nyata. Apalagi yang melakukannya adalah adik kandung sendiri terhadap kakaknya, yang mana tujuannya adalah untuk berusaha menghancurkan masa depan sang kakak.Rosalina terdiam sejenak sebelum berkata, "Bukan kali pertama dia ngasih aku racun."Olivia hanya bisa terdiam. "Mereka selalu memperlakukanmu dengan buruk. Kurasa kamu bisa pindah dan tinggal di tempat lain saja," saran Olivia. Menurut Olivia, tinggal bersama mereka terlalu berisiko.Rosalina kembali terdiam sejenak, kemudian berkata, "Itu rumah yang ditinggalkan ayah untukku, kenapa aku yang harus pindah? Mereka yang seharusnya pergi! Dulu, mereka membullyku karena aku masih anak-anak. Sekarang mereka bully aku karena aku buta."Olivia terkejut mendengarnya, informasi ini sangat berarti. Olivia dan Stefan pernah berbicang tentang ini. Mungkin saja ayah kandu
Calvin dengan santainya berkata, "Soalnya dia nanti juga bakal jadi istriku. Aku coba panggil begitu dulu, biar nggak canggung nanti. Takutnya kayak kakakku yang awal-awal bingung gimana manggil istrinya."Olivia cengar-cengir, "Jadi kakakmu jadi contoh yang nggak mau diikuti ya?"Calvin membalas, "Dari pengalaman kakak, kita bisa belajar menghindari masalah dalam hubungan."Olivia cuma mengangkat alisnya, diam.Olivia sendiri lupa kapan pertama kali Stefan memanggilnya 'istri'. Mungkin saat itu dia tidak begitu merespon. Kalau dia merespon, pasti dia ingat.Beruntung Stefan tidak tahu apa yang Olivia pikirkan. Jika tidak, dia pasti akan kesal dan semalam suntuk tidak tidur.Olivia kemudian pergi mencari rekan kerja bisnisnya.Amelia sedang asyik mengobrol dengan sahabatnya, Rebecca, dan sepupu Rebecca.Ketika melihat Olivia datang, Amelia langsung mengait tangan Olivia, "Rebecca, ini nih sepupuku, Olivia. Yang berhasil bikin Stefan jatuh cinta."Meski Amelia sendiri tidak bisa membuat
“Nenek yang pilih dia sebagai calon istriku. Lagi pula aku nggak seperti Kak Samuel, ada perempuan lain yang dia sukai. Yohanna pasti akan jadi istriku. Tentu saja aku akan lindungi dia. Nenek pilihkan istri yang pandai makan untukku karena aku suka masak. Istriku suka makan, jadi sangat cocok, kan? Kalau nggak ada yang bisa bantu cari kekurangan dari masakanku, gimana aku bisa maju?” kata Ronny.Stefan tertawa pelan. “Masuk akal juga. Nenek mungkin juga berpikir seperti itu. Makanya dia carikan perempuan yang sangat pilih-pilih makanan untukmu. Dia dinas ke luar kota tapi bawa kamu. Itu artinya dia cukup percaya padamu. Jaga dia baik-baik. Biar dia lihat kebaikanmu. Nanti kamu bisa dekati dia dengan lebih mulus.”“Aku hanya urus makanannya tiga kali sehari. Yang lain nggak perlu aku urus. Nggak perlu buru-buru. Baru kenal beberapa hari. Aku bahkan belum merasakan apa-apa.”Ronny tidak jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Yohanna. Dia hanya tahu kalau neneknya telah memilih Yohann
Ronny kembali ke kamar yang dia tempati, dua pengawal pria sedang satu mandi, satu lagi sedang menonton TV. Ronny hanya menyapa mereka, kemudian masuk ke kamarnya sendiri. Setibanya di Doha, dia tidak perlu lagi berada di sisi Yohanna, jadi kamarnya sudah selesai dibereskan. Lelaki itu hanya perlu menunggu untuk mandi. Melihat waktu sudah tengah malam, Ronny mengirim pesan di grup keluarga, "Saudara-saudara, ada yang belum tidur? Temani aku mengobrol sebentar." Tidak lama kemudian, kakaknya, Stefan, merespon di grup, "Kalau mau ngobrol, personal saja, jangan di grup, nanti mengganggu istirahat para orang tua dan kakak iparmu." Olivia biasanya tidur sekitar jam 10 malam. Ronny pun mengirim pesan pribadi kepada kakaknya. Dia mengirim pesan suara, karena tahu kakaknya tidak suka mengetik, dia merasa mengetik terlalu lama. "Kakak, masih belum tidur? Masih ada pertemuan sampai semalam ini?" Ronny bertanya dengan perhatian. "Kamu juga belum tidur? Menunggu untuk masak buat majikanm
Meskipun hanya makanan ringan yang sederhana, tampilannya saja sudah cukup menggugah selera. Yohanna belum makan malam, hanya memakan beberapa camilan sebagai pengganjal perut, jadi saat ini dia sudah merasa lapar."Apakah kamu sudah makan?" Yohanna bertanya kepada Ronny sambil makan.Meskipun Ronny adalah kokinya, karena dia tahu lelaki itu ada usaha sendiri juga, sehingga Yohanna sedikit menghargai Ronny. Dia merasa lelaki itu sudah cukup sukses dalam kariernya, dan masih terus belajar. Demi masakan, dia bahkan rela menurunkan jabatannya sebagai bos dan datang jauh-jauh untuk menjadi kokinya. Selain itu, dia juga bisa cepat beradaptasi dengan peran koki, dan selalu sopan terhadap dirinya. Yohanna bisa mengatakan bahwa Ronny pasti akan lebih sukses di masa depan. Potensi pria ini tidak terduga. Itulah sebabnya dia sering menggoda adiknya, bahwa jika adiknya benar-benar menyukai Ronny, dia akan senang untuk menjodohkan mereka. Ronny benar-benar sangat luar biasa dan tampan. Bersam
Orang-orang Rosalina belum tentu orang suruhannya keluarga Adhitama, tetapi jika mereka benar-benar menyentuh anak buah Rosalina, maka dugaan perempuan itu akan terbukti. Karena saat ini, Giselle tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi orang-orang yang diatur oleh Rosalina.Giselle berkata, "Baiklah, kalau begitu setelah kalian mengalihkan perhatian mereka, datanglah menjemputku."Dengan sangat terpaksa, perempuan itu berpura-pura lupa membawa dompet, lalu berbalik masuk ke dalam. Dia menunggu pemberitahuan dari pengawal bahwa dia bisa pergi, baru kemudian dia akan pergi.Dua mobil melaju memasuki tempat parkir Hotel Doha di malam hari. Tidak lama kemudian, sekelompok orang naik lift langsung ke lantai atas. Sampai di lantai atas, pintu lift terbuka, Yohanna keluar dari lift dikelilingi oleh para pengawal. Dua pengawal wanita mengikuti di belakangnya.Saat hampir sampai di depan pintu kamar, dua pengawal pria berhenti, sementara dua pengawal wanita menemani Yohanna hingga ke depan pi
Menurut Jordan, orang tua mereka sebenarnya paling menyayangi Giselle. Namun, mereka memindahkan semua harta keluarga atas namanya setelah dia menceritakan kebiasaan boros perempuan itu dan bagaimana kedua bibi mereka mengincar Giselle untuk dimanfaatkan. Orang tua mereka hanya ingin melindungi harta keluarga agar tidak habis sia-sia. “Kak Giselle sekarang hanya masih mau berhubungan denganmu sebagai adik. Kalau kamu terus menyebut-nyebut mereka di depanku, terus-menerus menguliahi aku, atau selalu bertengkar denganku, aku mungkin bahkan nggak akan mau berhubungan lagi denganmu. Aku sudah berada di posisi terburuk saat ini,” kata Giselle. Dia sekarang sudah menjalin hubungan dengan Lota dan punya banyak uang untuk dihabiskan. Selama dia melakukan pekerjaannya dengan baik untuk lelaki tua itu, meski suatu saat nanti Lota tidak lagi mendukungnya, dia sudah menyimpan cukup banyak uang. Keluarga seperti ini, kalau pun tidak ada hubungan lagi, dia tidak peduli. Jordan merasa Kakak
"Aku sudah kirim uang ke kamu, Kakak harus gunakan uang itu untuk beli makanan bergizi dan memulihkan tubuh," ujar Jordan, yang masih merasa kasihan pada Kakak Keduanya. Namun, dia tidak bisa memberikan terlalu banyak uang. Kakaknya ini terlalu boros, dan kurang bijak serta mudah dipengaruhi oleh kedua bibinya. Dia hanya bisa mengontrol pengeluaran kakaknya dengan tidak memberikan uang terlalu banyak, meskipun kakaknya memarahinya, dia tetap tidak akan memberikan lebih. Orang tua mereka juga sudah berpesan agar tidak memberikan terlalu banyak uang pada Kakak Kedua. Mereka lebih memahami sifat Kakak Kedua dibandingkan dirinya. "Aku tahu, aku ini juga sayang pada tubuhku sendiri," jawab Giselle dengan nada tidak sabar. "Kalau begitu, traktir aku makan enak." "Kakak mau makan di mana?" tanya Jordan. "Kamu ini adik ipar dari keluarga Adhitama. Ajak aku makan di Mambera Hotel, apa mereka akan membebaskan biaya untukmu?" Jordan menjawab, "Aku nggaj nay minta sama Kak Calvin. Ka
Mengatakan bahwa dia bukan orang baik, apakah mereka adalah orang baik? Kalau Rosalina orang baik, dia seharusnya berbesar hati, tidak mempermasalahkan masa lalu, dan memberikan semua warisan orang tua kepada dia. Barulah itu disebut orang baik. "Kak Giselle, aku nggak bermaksud seperti itu, aku nggak pernah berpikir begitu. Dalam hatiku, Kakak dan Kak Rosalina sama-sama saudaraku. Aku hanya merasa Kak Giselle sekarang harus belajar mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri, memahami situasi dan bertindak sesuai kondisi." "Kita nggak bisa terus hidup di bawah perlindungan orang tua. Sekarang Papa dan Mama nggak bisa membantu kita lagi, kita harus bergantung pada diri sendiri." "Kak Rosalina juga nggak seburuk yang Kakak pikirkan. Kalau dia benar-benar kejam, Kakak nggak akan bisa duduk di sini memakinya." "Kak Rosalina juga nggak merebut harta kita. Dia hanya mengambil kembali warisan yang ditinggalkan oleh Paman untuknya. Menurut hukum, harta yang atas nama Ibu juga harus dib
Giselle menepuk-nepuk wajahnya dan berkata, "Aku bahkan nggak pakai riasan, oh, sekarang aku bahkan nggak punya uang untuk beli kosmetik." Dia masih dalam masa pemulihan setelah melahirkan dan meskipun pengasuh bulanan membuatkan makanan bergizi setiap hari, tubuhnya belum sepenuhnya pulih dalam waktu beberapa hari ini. Jordan memandangi kakaknya beberapa saat, lalu berkata, "Kak Giselle masih muda, baru berusia dua puluhan. Meski tanpa kosmetik, Kakak sudah cantik alami." Adiknya ini sepertinya memang tipikal laki-laki polos. Sebagus apa pun dia masih muda, dia tetap butuh kosmetik dan produk perawatan kulit. Dulu, saat orang tua mereka masih ada, semua produk perawatan kulit yang dia gunakan adalah merek paling mahal. Jika sehari saja tidak memakainya, dia merasa tidak nyaman. "Kak Giselle, sudah makan belum?" tanya Jordan. "Belum. Aku mana punya uang untuk makan? Lebih baik aku mati kelaparan saja, aku sudah nggak lagi dimanjakan oleh Papa dan Mama, dan adikku juga lebih m
Ketika liburan musim panas tahun depan tiba, Jordan berencana mengikuti ujian SIM. Saat ini, setiap kali dia keluar rumah, dia hanya bisa naik taksi atau meminta sopir keluarga untuk mengantarnya. Rosalina mengatur agar sopir keluarga mengantar adiknya menemui Giselle. Setelah sopir membawa Jordan pergi, Rosalina juga diam-diam mengirim orang untuk mengikuti adiknya. Tujuannya adalah untuk mencari tahu di mana sebenarnya Giselle tinggal sekarang.Dia tidak percaya begitu saja saat Giselle mengatakan bahwa dia tidak memiliki tempat tinggal tetap. Jika keadaannya benar-benar separah itu, Giselle pasti sudah datang untuk membuat keributan. Bahkan jika Giselle tidak berada di Mambera, dengan temperamennya, dia pasti sudah datang ke Vila Permai untuk membuat masalah. Tidak mungkin dia diam saja seperti sekarang. Sekitar setengah jam kemudian, Jordan sudah tiba di kafe tempat Jordan dan Giselle berjanjian. Saat turun dari mobil, Jordan berkata kepada sopir, "Nanti aku akan pulang send