Di rumah Raynar. Pria itu membawa nampan dengan mangkuk berisi bubur di atasnya untuk Arunika. “Makanlah,” ucap Raynar saat duduk di tepian ranjang lalu menyodorkan nampan yang dibawanya pada Arunika.Arunika segera mengulurkan kedua tangan untuk mengambil mangkuk itu, tetapi dia segera menarik kembali kedua tangannya saat baru saja menyentuh permukaan mangkuk.“Panas,” lirih Arunika.Raynar memandang ke bubur yang masih mengepulkan uap panas, lalu mengalihkan pandangan pada Arunika.“Lihat uapnya, kenapa ceroboh sekali?” Raynar menggeleng kepala pelan.“Ish … ya mana aku tahu, aku ‘kan keburu lapar,” rengek Arunika lalu meniup telapak tangannya yang masih panas.Raynar menghela napas pelan. Dia mengambil sendok, lalu menyendok bubur dan mulai meniup pelan uap panas bubur itu agar bisa segera dimakan.Arunika mengulum bibir seraya menatap Raynar yang sedang fokus meniup buburnya. Bahkan hanya meniup bubur, kenapa suaminya itu terlihat sangat memesona, bibirnya, matanya, Arunika mengg
Keesokan harinya. Arunika masih di atas ranjang sambil menatap Raynar yang baru saja keluar dari kamar ganti dan sudah memakai pakaian kerja rapi.Arunika turun dari ranjang, lalu berjalan menghampiri Raynar sedang memakai jas.“Kemarilah,” kata Arunika meminta Raynar agak mendekat.Raynar mendekat, lalu berdiri di depan Arunika tanpa bertanya.Ternyata Arunika langsung meraih dasi Raynar, kemudian membantu merapikan ikatan dasi suaminya itu seperti biasa.Raynar mengangkat tangan lalu menyentuh kening Arunika untuk mengecek suhu tubuh sang istri.Arunika terkejut. Dia berhenti merapikan dasi dan sedikit mendongak untuk menatap Raynar.“Ada apa?” tanya Arunika keheranan.“Dokter mengatakan kalau kamu harus segera dibawa ke rumah sakit jika demam. Aku hanya memastikan,” jawab Raynar sambil menurunkan tangan dari kening Arunika.“Aku baik-baik saja,” balas Arunika lalu kembali fokus ke dasi Raynar.Raynar memerhatikan Arunika yang sedang serius merapikan dasinya.“Tetaplah di rumah dan
Raynar langsung turun dari mobil yang baru saja berhenti di depan lobby perusahaan milik Hendry, langkahnya begitu lebar dan cepat saat masuk ke perusahaan itu.Erik yang panik kewalahan mengikuti langkah Raynar. Dia tak pernah melihat Raynar murka seperti sekarang ini. Bahkan dia tak berani mencegah kemungkinan apa yang akan Raynar lakukan.Raynar naik menggunakan lift menuju lantai ruangan Stella berada. Kedua tangannya terkepal erat, bahkan urat-urat di tangannya sampai terlihat jelas di permukaan kulit, menandakan betapa dia berusaha menahan amarahnya yang meluap.Saat sampai di lantai itu, sekretaris Stella hendak menahan Raynar masuk, tetapi Erik lebih dulu menghalangi agar tidak menghadang langkah Raynar.Raynar masuk ruangan Stella dengan amarah yang meluap. Sorot matanya begitu tajam dan mengerikan.“Beraninya kamu!” bentak Raynar saat melihat Stella ada di belakang meja.Stella sangat terkejut melihat kedatangan Raynar di sana. Dia langsung berdiri dengan ekspresi panik. Dia
Akhirnya Raynar pulang bersama Hendry dan Stella. Sesampainya di rumah, Nenek Galuh kebingungan karena mereka bertiga pulang bersama dan Stella menangis sambil terus memegangi lengan Hendry.“Ada apa ini?” tanya Nenek Galuh sambil menatap Raynar dan yang lain secara bergantian.“Dia mau menjebloskan Stella ke penjara.” Hendry melirik tajam pada Raynar yang berdiri tak jauh dari sampingnya.“Bukankah yang salah memang sudah seharusnya dihukum,” balas Raynar dengan sangat tenang.Stella menangis sambil menggeleng kepala dengan kuat.“Tidak, aku tidak bermaksud begitu.” Stella mencoba membela diri.Raynar menoleh pada Stella, tatapan ma
Bola mata Hendry membulat lebar. Dia langsung mencengkram kedua sisi jas bagian depan Raynar. Tatapannya penuh amarah dan berapi-api.“Beraninya kamu mau membuang putriku!” geram Hendry.Raynar tersenyum miring. Dia begitu tenang meski Hendry murka. Raynar mengeluarkan ponsel dari saku celana, tatapannya terus tertuju pada Hendry.“Satu panggilan dariku, maka berkas-berkas bukti Stella bersalah akan masuk ke kantor polisi dan sudah tidak ada lagi yang bisa menghalangi Stella ditahan,” ancam Raynar.Stella sangat terkejut. Dia menggeleng cepat, tidak mau jika masuk penjara.Hendry semakin kuat mencengkram jas Raynar karena emosi.“Hentikan!” peri
Raynar pulang dari perusahaan dan mampir ke kafe untuk membelikan smoothies yang Arunika inginkan.Kedatangannya di sana sampai menarik perhatian beberapa remaja yang langsung menatap kagum pada Raynar yang memiliki tubuh tegap dan tinggi, apalagi pria itu sangat tampan dan berkarisma.“Selamat datang, Anda mau pesan apa?” tanya pelayan kafe yang menyambut Raynar.“Satu smoothies strawberry.”“Mau dibungkus atau diminum di tempat?” tanya pelayan seraya menginput pesanan Raynar.“Bungkus.”Pelayan itu mengangguk, lalu segera memberikan pesanan pada barista agar bisa segera dibuatkan.Raynar memandang ke kue cokelat yang terpajang di etalase.“Anda mau bungkus kuenya juga? Sedang ada free, beli satu gratis satu bebas pilih rasa,” ujar pelayan menjelaskan karena Raynar terus memandang kue itu.Raynar mengalihkan pandangan dari kue cokelat itu pada pelayan.**Raynar segera pulang setelah mendapatkan smoothies yang Arunika mau. Dia bertemu dengan Sarah yang baru saja dari lantai atas.“Di
Raynar masih menatap pada Arunika yang baru saja selesai memakan kue cokelat, terlihat istrinya itu sampai menjilat telunjuk dan jempol yang tadi digunakan untuk memegang kue.“Kamu mau kopi? Aku buatin dulu.” Arunika berdiri tanpa menunggu jawaban dari suaminya. Dia ingin melakukan kebiasaannya.Raynar menatap pada Arunika yang berjalan riang menuju pintu, sampai punggung istrinya itu tidak terlihat lagi.Raynar menahan senyum, menyentuh ujung bibir dengan jempol lalu menggeleng pelan.Saat malam hari. Arunika keluar dari kamar mandi dan pergi ke meja rias. Dia memerhatikan perban yang terpasang di lehernya, Arunika sedikit ceroboh karena membuat perban itu basah terkena air yang digunakannya untuk cuci muka.“Kalau tidak diganti, pasti bisa bikin lukanya nggak cepat kering,” gumam Arunika.Arunika membuka salah satu laci di meja rias, lalu mengeluarkan kotak obat dan mengambil perban.Arunika kembali menatap bayangannya dari pantulan cermin dan siap membuka perban yang menutup lukan
Keesokan harinya. Arunika sudah bangun dan berpakaian rapi siap pergi ke kantor.Sejak bangun tidur tadi, Arunika terus merengek ingin pergi ke kantor dengan alasan bosan terlalu lama di rumah, membuat Raynar mau tidak mau mengizinkan Arunika pergi ke kantor.“Ingat, jika terjadi sesuatu atau merasa kurang baik, kamu harus menghubungiku.” Raynar mengingatkan agar Arunika tidak membuat keputusan gegabah atau menyembunyikan sesuatu darinya.“Iya, kamu jangan cemas,” balas Arunika sambil merapikan dasi Raynar.Raynar menatap lekat wajah Arunika yang sedang serius memandang pada dasinya. Senyum samar terangkat di bibir Raynar.“Sudah, ayo sarapan,” ajak Arunika setelah selesai merapikan dasi.Raynar berdeham pelan, lalu mengangguk.Setelah sarapan. Raynar dan Arunika pergi ke perusahaan bersama. Namun, kali ini mobil Raynar tak berhenti di basement, melainkan di depan lobby.“Ayo turun,” ajak Raynar.Arunika agak ragu. Dia memandang pada pintu utama lobby lalu beralih memandang pada Rayna
Arunika dan Clara baru saja kembali dari toilet. Saat Arunika hendak duduk, Raynar langsung berdiri sampai membuat Arunika terkejut.“Ada apa?” tanya Arunika sambil menatap suaminya yang terlihat tak senang.Raynar meraih tangan Arunika lalu berkata, “Aku ada urusan mendadak.”Arunika melihat ketidaksenangan dalam tatapan mata Raynar. Dia langsung mengangguk lalu meraih tasnya di kursi.“Aku pergi dulu, makasih makanannya.”Setelah Arunika mengucapkan itu, Raynar menarik tangan Arunika pergi meninggalkan tempat itu.Clara terkejut sampai bengong karena Raynar mendadak mengajak pergi Arunika. Dia melambaikan tangan ke arah Arunika pergi sampai menghilang dari pandangannya.Setelah Arunika dan Raynar pergi, Clara menoleh pada Nathan yang masih duduk dengan tenang.“Apa Kak Nathan sebelumnya sudah tahu kalau Raynar suami Aru?” tanya Clara pada pria itu.“Tahu,” jawab Nathan.“Aru punya suami yang masih muda dan gagah, apa Kak Nathan tetap akan mendekati Aru karena awalnya ngira dia tua,
Arunika menoleh pada Raynar saat mendengar pertanyaan Clara. Dengan senyum penuh rasa bangga dia menjawab, “Ini suamiku, kamu belum pernah bertemu dengannya, kan? Sekalian saja kuperkenalkan.”Clara terkejut. Dia menatap Arunika dan Raynar bergantian karena rasa tak percaya.“Su-suami?” tanya Clara mengulang. Tentu Clara terkejut karena yang dia tahu, suami Arunika sudah tua seperti yang Arunika ceritakan sebelum menikah.Arunika mengangguk meyakinkan.Clara akhirnya memperkenalkan diri pada Raynar meski masih bingung, lalu mereka duduk bersama saling berhadapan. Arunika berhadapan dengan Clara, sedangkan Raynar berhadapan dengan Nathan.Suasana di sana berubah tegang. Arunika sesekali melirik pada Raynar, dia merasa bersalah karena ada Nathan di sana.Clara melirik pada Nathan dan Raynar secara bergantian, dua pria itu diam saling tatap sampai membuat kecanggungan yang begitu terasa di meja itu.“Aru, aku memesan camilan kesukaanmu. Makanlah,” ucap Clara untuk mencairkan suasana.Aru
Hari berikutnya. Raynar berada di ruang kerjanya seperti biasa saat Erik masuk membawa tumpukan berkas dan meletakkan di meja Raynar.“Pak, saya sudah mendapat sedikit informasi tentang Nathan. Apa Anda mau mendengarnya dulu?” tanya Erik yang berdiri di depan meja kerja Raynar.Raynar berhenti membubuhkan tandatangan di berkas, lalu pandangannya beralih pada Erik.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Raynar.“Informasi yang saya dapat dari beberapa teman yang satu jurusan dengan Arunika, mereka mengatakan kalau Arunika memang sering bertemu dan belajar bersama dengan Nathan meski mereka beda angkatan,” ujar Erik lalu membuka ponsel dan kembali membaca informasi yang sudah diringkasnya.“Mereka rata-rata berkata kalau Arunika memang sangat dekat dengan Nathan sampai dikira pacaran, padahal tidak,” ucap Erik lagi.“Hanya itu?” tanya Raynar dengan satu alis tertarik ke atas.“Ya, Pak. Hanya itu informasi yang saya dapat soal hubungan Arunika dengan Nathan saat mereka masih kuliah,” jawab Erik
Raynar menatap Arunika yang begitu antusias ingin mendengar tentang orang tuanya. Dari sorot mata gadis ini, Raynar tak pernah melihat kepura-puraan, semua begitu alami dari pemikiran polos Arunika. “Benar-benar ingin tahu?” tanya Raynar memastikan. Arunika mengangguk-angguk cepat. Raynar membetulkan posisi duduknya dengan benar. Dia kini tak menatap pada Arunika, tetapi memandang lurus ke depan. Arunika masih duduk miring menatap pada Raynar, menunggu suaminya itu bercerita. “Sejak kecil, aku tinggal di kota kecil bersama ibuku,” ucap Raynar memulai ceritanya. Arunika diam mendengarkan yang Raynar katakan. “Kami hanya hidup berdua, tidak tahu kenapa ayahku tidak pernah datang dan ibuku tidak pernah lagi menceritakan tentangnya.” Raynar tersenyum getir saat mengatakan itu. “Kenapa ayahmu tidak pernah datang? Apa dia sibuk bekerja atau apa?” tanya Arunika. Raynar menoleh Arunika, lalu menjawab, “Ibuku hanya berkata kalau mereka tidak mungkin bisa bersama, jadi lebih baik aku d
Setelah cukup lama berada di ruang kerja, Raynar kembali ke kamar untuk beristirahat.Akan tetapi, saat baru saja menginjakkan kaki di kamar, Raynar mendengar suara benda jatuh dari kamar ganti.Raynar mengedarkan pandangan di kamar dan tak melihat Arunika di sana, membuatnya seketika panik lantas berlari ke kamar untuk melihat apakah Arunika yang jatuh.Saat sampai di kamar ganti, Raynar melihat Arunika yang terduduk di lantai sambil mengusap kepala.“Apa yang kamu lakukan? Dan kenapa ….” Apa yang mau dikatakan Raynar terjeda saat melihat kotak dengan beberapa buku dan bingkai foto berserakan di lantai.“Aku mau naruh kotak di atas, tapi malah kejatuhan kotak lain. Sakit.” Arunika mengusap kasar kepalanya untuk menghilangkan sakitnya.Bukannya membantu Arunika berdiri, Raynar malah memunguti barang-barang yang berserakan lalu memasukkannya kembali ke kotak.Arunika keheranan, kenapa Raynar terburu-buru memasukkan semua barang itu? Lalu Arunika melihat buku bersampul biru dengan tali
Arunika kembali bekerja setelah banyak bercerita dengan Nichole. Meski menyenangkan bisa berbagi cerita dengan pria itu, tetapi Arunika tetap harus kembali mengerjakan tugasnya.Arunika sibuk mengecek berkas sebelum diserahkan pada Nichole, sampai dia melihat ponselnya berkedip beberapa kali, ada pesan masuk di ponselnya.[Bagaimana kabarmu?]Arunika membaca pesan yang dikirimkan Nathan. Dia mengetik pesan balasan dari Nathan karena bagaimanapun pria itu pernah menolongnya.[Aku baik, Kak. Ini sudah mulai bekerja.]Arunika ingin meletakkan ponselnya lagi, tetapi dia kembali mendapat balasan dari Nathan.[Apa siang atau sore ini kamu ada waktu? Aku ingin bertemu denganmu.]Arunika menggigit bibir bawahnya lalu mengetik pesan balasan untuk Nathan.[Maaf, Kak. Sepertinya tidak bisa, aku juga tidak bisa pergi tanpa izin suamiku dulu.]Arunika takut menyinggung Nathan, apalagi pria itu tidak membalas pesannya lagi. Arunika mencoba berpikir positif, mungkin Nathan sibuk bekerja lagi.**Saa
Arunika kembali ke ruang kerja Nichole. Dia langsung tersenyum sambil mengangguk pada atasannya itu.“Akhirnya keributannya teratasi,” kata Nichole seraya berjalan menuju meja kerjanya.Arunika merasa malu karena sudah menjadi penyebab keributan itu.“Iya, Pak. Maaf sudah membuat Anda tak nyaman,” kata Arunika lalu sedikit membungkukkan badan ke arah Nichole lagi.Nichole memandang Arunika yang sangat sopan dan bertanggung jawab. Dia duduk di kursinya lalu menghela napas pelan.“Apa ada masalah lain, Pak?” tanya Arunika karena Nichole seperti punya banyak beban.Nichole tersenyum menatap pada Arunika.“Tidak ada,” jawab Nichole, “kamu tidak salah, tapi kenapa kamu minta maaf?” Arunika hanya tersenyum kecil.“Tadi aku sempat cemas kalau semua pegawai bakal benar-benar dipecat oleh Raynar. Ya, siapa sangka kamu bisa menyakinkan Raynar untuk membatalkan niatnya.”Nichole menatap kagum pada Arunika.“Ah … itu ….” Arunika menggaruk belakang kepala karena malu sudah menjadi pemicu keributa
Raynar menoleh dengan tatapan tajam pada Erik yang ikut bicara.“Saya keluar dulu, ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan.” Seolah tahu arti tatapan atasannya itu, Erik memilih buru-buru kabur daripada terkena masalah.Kini Raynar menatap pada Arunika yang berdiri di hadapannya.“Bagaimana bisa kamu masih membela para staff itu, sedangkan perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan?” tanya Raynar begitu mereka hanya berdua di ruang kerjanya.Arunika menghela napas pelan, lalu mencoba menjelaskan. “Mereka hanya korban.”“Bukankah sejak awal aku juga salah karena tidak pernah menjelaskan status kita pada mereka, makanya mereka semakin salah paham,” ujar Arunika.Raynar menatap datar.Arunika tersenyum dan kembali membujuk.“Sekarang mereka sudah tahu, kalau masih tidak percaya, ya itu urusan mereka. Tapi bukan berarti kamu harus memecat mereka seperti itu,” ucap Arunika lagi.Raynar memalingkan muka dari Arunika. Tetap saja dia kesal karena baginya perbuatan para staff itu sangat
Semua terkejut melihat siapa yang datang. Beberapa staff itu termasuk Amel langsung menunduk tak ada yang berani mengangkat pandangan.Arunika tak menyangka Raynar datang ke sana. Dia langsung menoleh Erik dan langsung bisa menebak jika Eriklah yang menghubungi Raynar.Raynar berjalan tegap menghampiri Arunika dan yang lain, tiap suara derap langkahnya mampu membuat jantung setiap karyawannya berdegup cepat.Raynar menatap satu persatu staff itu, lalu tatapannya beralih pada Arunika. Raynar geram mengetahui Arunika selama ini masih dibully dan istrinya itu tidak bercerita sama sekali padanya.Arunika melipat bibir seraya menurunkan pandangan saat melihat tatapan tak senang suaminya yang tertuju padanya.“Siapa yang menuduhnya sebagai simpananku?” tanya Raynar kembali menatap satu persatu karyawannya itu.Raynar memerhatikan, staff-staff itu tadi begitu lantang menghina dan menuduh Arunika, sekarang semua nyali mereka menciut, bahkan tidak ada yang berani menjawab.“Siapa yang tadi den