Raynar menatap datar ke arah Arunika. Dia memutar tumit dan membalikkan badan meninggalkan kantin. Erik memandang sekilas pada Arunika, lalu segera menyusul Raynar. “Anda tidak jadi menemui Arunika, Pak?” tanya Erik seraya mengekor pada Raynar. Raynar tidak menjawab. Dia mengeluarkan ponsel kemudian mengetik pesan. Di kantin. Arunika panik, kenapa Raynar tidak jadi masuk kantin? Apa suaminya itu marah? Tetapi kenapa harus marah? “Wah, jarang-jarang Pak Raynar ke kantin. Apa tadi mau sidak? Kok tidak jadi masuk?” Winnie penasaran dengan kemunculan Raynar di sana. Arunika tak menanggapi ucapan Winnie karena masih larut dalam pemikirannya, hingga ponselnya berdering, notifikasi pesan terpampang di layar. Arunika panik saat membuka pesan dari suaminya itu. [Temui aku di ruanganku.] Arunika meneguk ludah kasar lagi. “Aru, kamu baik-baik saja?” tanya Adrian ketika melihat ekspresi wajah Arunika yang memucat. “Ya?” Arunika mengalihkan pandangan dari ponsel ke Adrian. “Kamu baik-b
Meski sempat terkejut, tetapi Raynar tetap tenang seraya memandang Arunika yang kesal.Kedua tangan istrinya itu sekarang terlipat di depan dada. Arunika juga memalingkan muka dari Raynar, bibir Arunika sedikit mengerucut.“Bukankah kamu yang tidak mau pernikahan kita dipublikasikan? Bahkan kamu selalu menolak dan turun di pinggir jalan saat berangkat kerja bersamaku,” ucap Raynar telak. Arunika menoleh cepat pada Raynar. Dia gelapan mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya itu.“Ya, tapi, bukan berarti kamu bisa menggantikan posisiku dengan wanita lain,” elak Arunika, “aku hanya butuh penyesuaian, bukan berarti aku menolak atau malu menjadi istrimu. Tuduhanmu kejam, Pak Raynar.”Arunika memalingkan muka lagi setelah membantah ucapan Raynar. Dia tak mau kalah dari suaminya.Senyum samar terbit di wajah Raynar. “Menggantikan posisimu? Apa yang kamu maksud wanita yang dirumorkan menjadi istriku?” tanya Raynar memastikan.Suara pria itu rendah, tetapi ada penekanan.Arunika melirik p
Sore hari saat pulang kerja. Raynar berada di mobil yang terparkir di basement. Dia mengetik pesan dan dikirimkan ke Arunika.[Aku tunggu di basement.]Raynar menunggu lalu beberapa saat kemudian mendapat pesan balasan dari Arunika.[Aku tidak bisa pulang bersama denganmu. Aku minta izin buat nemenin temanku benerin ponsel di counter yang ada di samping perusahaan. Nanti aku pulang naik taksi.]Raynar diam sesaat membaca pesan dari Arunika. Dia menyadari kalau istrinya masih marah karena perdebatan siang tadi, sehingga Raynar memilih mengizinkan.[Baiklah, tapi jangan pulang malam.]Setelah memberi izin, Raynar meminta sopir untuk melajukan mobil meninggalkan basement.Di lobby, Arunika tersenyum mendapat izin dari suaminya. Dia memasukkan ponsel di tas kecilnya, lalu menoleh ke lift saat mendengar suara lift itu terbuka.Arunika melihat Adrian keluar dari lift.“Kamu mau ke konter buat benerin ponselmu, ‘kan?” tanya Arunika.“Kenapa kamu belum pulang?” tanya Adrian.“Mau menemanimu m
Malam harinya. Arunika sudah berada di kamar dan bersiap tidur.Arunika duduk di atas ranjang. Dia mengecek sebentar ponselnya, setelah memastikan tidak ada yang menghubungi, Arunika meletakkan kembali ponselnya ke nakas.Arunika meregangkan sejenak kedua tangan ke udara, dia merasa tubuhnya sangat pegal, apalagi sekarang dia lebih banyak duduk seharian di balik meja kerjanya.Saat sudah membaringkan tubuh di ranjang dan menarik selimut, Arunika kembali bangun dengan tegap saat melihat pintu kamar terbuka.Arunika melihat Raynar masuk kamar, pria itu menutup pintu lalu berjalan ke arah ranjang. Raynar tidak lembur seperti biasanya?“Kamu tidak lembur?” tanya Arunika memastikan, tatapannya terus menatap pada
Malam semakin larut. Ternyata Raynar belum tidur dan masih memandangi langit-langit kamar.Raynar menggeser posisi berbaring hingga miring ke arah Arunika. Dia menatap Arunika yang tertidur pulas menghadap ke arahnya.Raynar menatap lekat wajah Arunika. Sampai sekarang Raynar masih tidak menyangka menikahi gadis sekecil Arunika.Raynar memejamkan mata sekilas. Dia mengingat hari di saat Nenek Galuh memintanya menikahi seorang gadis yang sama sekali tak pernah Raynar kenal atau tahu.Raynar sempat menolak saat mengetahui kalau Arunika masih berumur dua puluh dua tahun. Namun, karena desakan Nenek Galuh yang mengatakan jika itu wasiat sang kakek, Raynar akhirnya menerima.Meskipun Raynar akui, keputusannya itu dikarenakan tujua
Arunika sangat terkejut melihat Adrian berada di basement. Sampai-sampai dia menoleh ke arah luar, lalu kembali menatap pada Adrian yang kini berjalan menghampirinya. “Kenapa kamu lewat sini?” tanya Arunika saat Adrian sudah berdiri di hadapannya. Dia tersenyum, mencoba menetralkan keterkejutannya. Adrian tersenyum manis pada Arunika. “Oh ya, aku membawa mobil temanku karena dia minta agar mobilnya dimasukkan ke bengkel siang nanti,” jawab Adrian sambil menunjuk ke mobil yang terparkir di basement. Arunika mengangguk-angguk dengan senyum canggung di wajahnya. “Kenapa kamu di sini? Kamu bawa mobil?” tanya Adrian balik. Arunika tersentak. Dia bingung mencari alasan agar Adrian tidak curiga padanya. “Ah, itu, tadi Pak Nichole bertemu denganku di lobby, lalu dia memintaku untuk mengambil flashdisknya yang tertinggal di mobil,” jawab Arunika memberi alasan masuk akal agar Adrian percaya. Adrian menatap Arunika ketika sedang bicara. Dia tahu Arunika bohong karena Adrian melihat Aruni
“Tu-tunggu.” Arunika benar-benar syok. “Kenapa mendadak sekali?” tanya Arunika memastikan kalau dia memang tak salah mendengar.“Ini permintaan Nenek. Baru saja Nenek menghubungi dan meminta kita datang siang ini,” jawab Raynar dengan tatapan datarnya, dia bahkan tak menoleh pada Arunika sama sekali.Arunika masih saja terkejut dengan mulut menganga, tetapi sedetik kemudian dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.Arunika tak bisa menolak. Dia mengiyakan saja meski sebenarnya Arunika malas jika sampai bertemu Laras.Pintu lift terbuka di departemen hukum. Arunika pamit keluar lebih dulu, lalu dia segera pergi menuju ruang Nichole.Raynar masih memandang punggung Arunika sampai pintu lift tertutup lagi.Erik melirik Raynar yang masih menatap lurus ke pintu lift. Dia sampai berdeham karena ucapan Raynar.Sejak tadi atasannya ini berdiri menunggu lift dari basement naik, jadi kapan Nenek Galuh menghubungi Raynar. Erik menebak, apa atasannya itu sedang cemburu?Erik tiba-tiba menahan senyum,
Aru keluar dari lift yang baru saja terbuka di basement. Dia berjalan menuju mobil Raynar dan melihat Pak Dodi sudah berdiri di samping mobil.Arunika mempercepat langkah. Dia segera masuk setelah Pak Dodi membukakan pintu untuknya.Arunika melihat Raynar duduk dengan tatapan fokus ke ponsel. Bahkan pria itu tak menoleh pada dirinya yang baru saja masuk.Arunika berusaha duduk dengan nyaman dan tenang, meski dia sebenarnya gugup sampai meremat jemarinya.Mobil melaju meninggalkan basement. Jantung Arunika semakin berdegup cepat saat membayangkan mereka sampai di rumah Nenek Galuh, lalu Arunika harus berhadapan dengan Laras.Arunika benar-benar tak suka berinteraksi dengan Laras.“Apa di rumah hanya ada Nenek dan bibimu?” Setelah cukup lama diam, akhirnya Arunika membuka suara.Raynar menutup layar ponselnya lalu memasukkan benda pipih itu ke saku jas. Dia menoleh Arunika lalu menjawab, “Hanya ada Nenek, biasanya jam segini Bibi berada di luar, berkumpul dengan teman-teman sosialitanya
Arunika menoleh pada Raynar saat mendengar pertanyaan Clara. Dengan senyum penuh rasa bangga dia menjawab, “Ini suamiku, kamu belum pernah bertemu dengannya, kan? Sekalian saja kuperkenalkan.”Clara terkejut. Dia menatap Arunika dan Raynar bergantian karena rasa tak percaya.“Su-suami?” tanya Clara mengulang. Tentu Clara terkejut karena yang dia tahu, suami Arunika sudah tua seperti yang Arunika ceritakan sebelum menikah.Arunika mengangguk meyakinkan.Clara akhirnya memperkenalkan diri pada Raynar meski masih bingung, lalu mereka duduk bersama saling berhadapan. Arunika berhadapan dengan Clara, sedangkan Raynar berhadapan dengan Nathan.Suasana di sana berubah tegang. Arunika sesekali melirik pada Raynar, dia merasa bersalah karena ada Nathan di sana.Clara melirik pada Nathan dan Raynar secara bergantian, dua pria itu diam saling tatap sampai membuat kecanggungan yang begitu terasa di meja itu.“Aru, aku memesan camilan kesukaanmu. Makanlah,” ucap Clara untuk mencairkan suasana.Aru
Hari berikutnya. Raynar berada di ruang kerjanya seperti biasa saat Erik masuk membawa tumpukan berkas dan meletakkan di meja Raynar.“Pak, saya sudah mendapat sedikit informasi tentang Nathan. Apa Anda mau mendengarnya dulu?” tanya Erik yang berdiri di depan meja kerja Raynar.Raynar berhenti membubuhkan tandatangan di berkas, lalu pandangannya beralih pada Erik.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Raynar.“Informasi yang saya dapat dari beberapa teman yang satu jurusan dengan Arunika, mereka mengatakan kalau Arunika memang sering bertemu dan belajar bersama dengan Nathan meski mereka beda angkatan,” ujar Erik lalu membuka ponsel dan kembali membaca informasi yang sudah diringkasnya.“Mereka rata-rata berkata kalau Arunika memang sangat dekat dengan Nathan sampai dikira pacaran, padahal tidak,” ucap Erik lagi.“Hanya itu?” tanya Raynar dengan satu alis tertarik ke atas.“Ya, Pak. Hanya itu informasi yang saya dapat soal hubungan Arunika dengan Nathan saat mereka masih kuliah,” jawab Erik
Raynar menatap Arunika yang begitu antusias ingin mendengar tentang orang tuanya. Dari sorot mata gadis ini, Raynar tak pernah melihat kepura-puraan, semua begitu alami dari pemikiran polos Arunika. “Benar-benar ingin tahu?” tanya Raynar memastikan. Arunika mengangguk-angguk cepat. Raynar membetulkan posisi duduknya dengan benar. Dia kini tak menatap pada Arunika, tetapi memandang lurus ke depan. Arunika masih duduk miring menatap pada Raynar, menunggu suaminya itu bercerita. “Sejak kecil, aku tinggal di kota kecil bersama ibuku,” ucap Raynar memulai ceritanya. Arunika diam mendengarkan yang Raynar katakan. “Kami hanya hidup berdua, tidak tahu kenapa ayahku tidak pernah datang dan ibuku tidak pernah lagi menceritakan tentangnya.” Raynar tersenyum getir saat mengatakan itu. “Kenapa ayahmu tidak pernah datang? Apa dia sibuk bekerja atau apa?” tanya Arunika. Raynar menoleh Arunika, lalu menjawab, “Ibuku hanya berkata kalau mereka tidak mungkin bisa bersama, jadi lebih baik aku d
Setelah cukup lama berada di ruang kerja, Raynar kembali ke kamar untuk beristirahat.Akan tetapi, saat baru saja menginjakkan kaki di kamar, Raynar mendengar suara benda jatuh dari kamar ganti.Raynar mengedarkan pandangan di kamar dan tak melihat Arunika di sana, membuatnya seketika panik lantas berlari ke kamar untuk melihat apakah Arunika yang jatuh.Saat sampai di kamar ganti, Raynar melihat Arunika yang terduduk di lantai sambil mengusap kepala.“Apa yang kamu lakukan? Dan kenapa ….” Apa yang mau dikatakan Raynar terjeda saat melihat kotak dengan beberapa buku dan bingkai foto berserakan di lantai.“Aku mau naruh kotak di atas, tapi malah kejatuhan kotak lain. Sakit.” Arunika mengusap kasar kepalanya untuk menghilangkan sakitnya.Bukannya membantu Arunika berdiri, Raynar malah memunguti barang-barang yang berserakan lalu memasukkannya kembali ke kotak.Arunika keheranan, kenapa Raynar terburu-buru memasukkan semua barang itu? Lalu Arunika melihat buku bersampul biru dengan tali
Arunika kembali bekerja setelah banyak bercerita dengan Nichole. Meski menyenangkan bisa berbagi cerita dengan pria itu, tetapi Arunika tetap harus kembali mengerjakan tugasnya.Arunika sibuk mengecek berkas sebelum diserahkan pada Nichole, sampai dia melihat ponselnya berkedip beberapa kali, ada pesan masuk di ponselnya.[Bagaimana kabarmu?]Arunika membaca pesan yang dikirimkan Nathan. Dia mengetik pesan balasan dari Nathan karena bagaimanapun pria itu pernah menolongnya.[Aku baik, Kak. Ini sudah mulai bekerja.]Arunika ingin meletakkan ponselnya lagi, tetapi dia kembali mendapat balasan dari Nathan.[Apa siang atau sore ini kamu ada waktu? Aku ingin bertemu denganmu.]Arunika menggigit bibir bawahnya lalu mengetik pesan balasan untuk Nathan.[Maaf, Kak. Sepertinya tidak bisa, aku juga tidak bisa pergi tanpa izin suamiku dulu.]Arunika takut menyinggung Nathan, apalagi pria itu tidak membalas pesannya lagi. Arunika mencoba berpikir positif, mungkin Nathan sibuk bekerja lagi.**Saa
Arunika kembali ke ruang kerja Nichole. Dia langsung tersenyum sambil mengangguk pada atasannya itu.“Akhirnya keributannya teratasi,” kata Nichole seraya berjalan menuju meja kerjanya.Arunika merasa malu karena sudah menjadi penyebab keributan itu.“Iya, Pak. Maaf sudah membuat Anda tak nyaman,” kata Arunika lalu sedikit membungkukkan badan ke arah Nichole lagi.Nichole memandang Arunika yang sangat sopan dan bertanggung jawab. Dia duduk di kursinya lalu menghela napas pelan.“Apa ada masalah lain, Pak?” tanya Arunika karena Nichole seperti punya banyak beban.Nichole tersenyum menatap pada Arunika.“Tidak ada,” jawab Nichole, “kamu tidak salah, tapi kenapa kamu minta maaf?” Arunika hanya tersenyum kecil.“Tadi aku sempat cemas kalau semua pegawai bakal benar-benar dipecat oleh Raynar. Ya, siapa sangka kamu bisa menyakinkan Raynar untuk membatalkan niatnya.”Nichole menatap kagum pada Arunika.“Ah … itu ….” Arunika menggaruk belakang kepala karena malu sudah menjadi pemicu keributa
Raynar menoleh dengan tatapan tajam pada Erik yang ikut bicara.“Saya keluar dulu, ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan.” Seolah tahu arti tatapan atasannya itu, Erik memilih buru-buru kabur daripada terkena masalah.Kini Raynar menatap pada Arunika yang berdiri di hadapannya.“Bagaimana bisa kamu masih membela para staff itu, sedangkan perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan?” tanya Raynar begitu mereka hanya berdua di ruang kerjanya.Arunika menghela napas pelan, lalu mencoba menjelaskan. “Mereka hanya korban.”“Bukankah sejak awal aku juga salah karena tidak pernah menjelaskan status kita pada mereka, makanya mereka semakin salah paham,” ujar Arunika.Raynar menatap datar.Arunika tersenyum dan kembali membujuk.“Sekarang mereka sudah tahu, kalau masih tidak percaya, ya itu urusan mereka. Tapi bukan berarti kamu harus memecat mereka seperti itu,” ucap Arunika lagi.Raynar memalingkan muka dari Arunika. Tetap saja dia kesal karena baginya perbuatan para staff itu sangat
Semua terkejut melihat siapa yang datang. Beberapa staff itu termasuk Amel langsung menunduk tak ada yang berani mengangkat pandangan.Arunika tak menyangka Raynar datang ke sana. Dia langsung menoleh Erik dan langsung bisa menebak jika Eriklah yang menghubungi Raynar.Raynar berjalan tegap menghampiri Arunika dan yang lain, tiap suara derap langkahnya mampu membuat jantung setiap karyawannya berdegup cepat.Raynar menatap satu persatu staff itu, lalu tatapannya beralih pada Arunika. Raynar geram mengetahui Arunika selama ini masih dibully dan istrinya itu tidak bercerita sama sekali padanya.Arunika melipat bibir seraya menurunkan pandangan saat melihat tatapan tak senang suaminya yang tertuju padanya.“Siapa yang menuduhnya sebagai simpananku?” tanya Raynar kembali menatap satu persatu karyawannya itu.Raynar memerhatikan, staff-staff itu tadi begitu lantang menghina dan menuduh Arunika, sekarang semua nyali mereka menciut, bahkan tidak ada yang berani menjawab.“Siapa yang tadi den
Raynar memandang pipi Arunika yang baru saja diolesi salep.“Sudah mendingan?” tanya Raynar.Arunika mengangguk kecil. “Iya, terima kasih.”Arunika merasakan pipinya yang dingin, lalu tersenyum kecil.“Erik akan mengantarmu kembali ke departemen,” kata Raynar.Arunika mengangguk. Dia lalu berdiri karena Erik sudah menunggunya.Arunika menoleh pada Raynar sekilas, membuat pria itu menaikkan kedua sudut alis.“Ada apa lagi?” tanya Raynar.Arunika tersenyum lalu menggeleng pelan. Dia segera pergi diikuti Erik.Arunika dan Erik sudah berada di lift. Mereka sama-sama diam, sampai Arunika menoleh pada Erik. Dia mengamati wajah hingga postur tubuh asisten suaminya itu.“Erik.”“Ya.”“Boleh aku tanya sesuatu?” tanya Arunika.“Silakan, tanya saja,” balas Erik tak keberatan sama sekali.“Tapi jangan tersinggung,” kata Arunika lalu melihat Erik mengangguk pelan. “Kamu dan Pak Ray, ada hubungan spesial?”Erik hampir terbatuk karena tersedak ludah mendengar pertanyaan Arunika.Keterkejutan Erik mal