“Tu-tunggu.” Arunika benar-benar syok. “Kenapa mendadak sekali?” tanya Arunika memastikan kalau dia memang tak salah mendengar.“Ini permintaan Nenek. Baru saja Nenek menghubungi dan meminta kita datang siang ini,” jawab Raynar dengan tatapan datarnya, dia bahkan tak menoleh pada Arunika sama sekali.Arunika masih saja terkejut dengan mulut menganga, tetapi sedetik kemudian dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.Arunika tak bisa menolak. Dia mengiyakan saja meski sebenarnya Arunika malas jika sampai bertemu Laras.Pintu lift terbuka di departemen hukum. Arunika pamit keluar lebih dulu, lalu dia segera pergi menuju ruang Nichole.Raynar masih memandang punggung Arunika sampai pintu lift tertutup lagi.Erik melirik Raynar yang masih menatap lurus ke pintu lift. Dia sampai berdeham karena ucapan Raynar.Sejak tadi atasannya ini berdiri menunggu lift dari basement naik, jadi kapan Nenek Galuh menghubungi Raynar. Erik menebak, apa atasannya itu sedang cemburu?Erik tiba-tiba menahan senyum,
Aru keluar dari lift yang baru saja terbuka di basement. Dia berjalan menuju mobil Raynar dan melihat Pak Dodi sudah berdiri di samping mobil.Arunika mempercepat langkah. Dia segera masuk setelah Pak Dodi membukakan pintu untuknya.Arunika melihat Raynar duduk dengan tatapan fokus ke ponsel. Bahkan pria itu tak menoleh pada dirinya yang baru saja masuk.Arunika berusaha duduk dengan nyaman dan tenang, meski dia sebenarnya gugup sampai meremat jemarinya.Mobil melaju meninggalkan basement. Jantung Arunika semakin berdegup cepat saat membayangkan mereka sampai di rumah Nenek Galuh, lalu Arunika harus berhadapan dengan Laras.Arunika benar-benar tak suka berinteraksi dengan Laras.“Apa di rumah hanya ada Nenek dan bibimu?” Setelah cukup lama diam, akhirnya Arunika membuka suara.Raynar menutup layar ponselnya lalu memasukkan benda pipih itu ke saku jas. Dia menoleh Arunika lalu menjawab, “Hanya ada Nenek, biasanya jam segini Bibi berada di luar, berkumpul dengan teman-teman sosialitanya
Arunika tersedak ludah sampai terbatuk karena ucapan Nenek Galuh. Arunika melihat tatapan heran dari Nenek Galuh, dia mencoba tersenyum meski agak dipaksakan.“Nenek harap kamu selalu ada di sisi Raynar,” ucap Nenek Galuh, tatapan wanita itu berubah sendu, “beri Raynar perhatian lebih. Sejak ibunya meninggal, dia memang kurang kasih sayang.”Arunika terdiam, bingung. Dia memandang Nenek Galuh tiba-tiba saja sedih.Jadi, apakah kelainan orientasi seksual yang Raynar alami karena suaminya ini haus kasih sayang? Entahlah, sampai saat ini Arunika sebenarnya masih ragu. Raynar seperti pria normal pada umumnya, lalu bagaimana bisa ada rumor seperti itu? Keraguan Arunika seperti terbantahkan karena Raynar juga tak pernah menyangkal rumor itu.“Raynar butuh seseorang yang bisa diandalkan dan dipercaya, sayangi dia, ya. Sebenarnya nenek tidak berhak mengatakan ini, tapi nenek hanya bisa percaya padamu,” kata Nenek Galuh.Arunika masih belum bisa menelaah maksud Nenek Galuh. Ini seperti beban
Raynar menatap dingin pada Adrian, apalagi pria itu terus tersenyum pada Arunika.Pintu lift kembali tertutup karena Winnie dan Adrian tidak masuk. Beberapa saat membeku karena terkejut, Arunika akhirnya melirik pada Raynar, melihat ekspresi wajah suaminya berubah suram dan menakutkan, membuat Arunika panik sampai meneguk ludah kasar.Apa Arunika membuat kesalahan? Padahal Arunika tak bicara atau berbuat apa-apa.Sepanjang lift naik. Raynar hanya diam, membuat Arunika semakin bingung. Sesekali dia melirik pada wajah suaminya itu. Masih sama, datar tanpa ekspresi.“Aku keluar dulu,” ucap Arunika dengan suara lembut saat pintu lift terbuka di lantai departemennya berada.Arunika melangkah keluar dari lift, tetapi gerakan kakinya terhenti karena ucapan Raynar.“Sore ini pulang bersamaku.”Arunika membalikkan badan. Dia melihat tatapan Raynar yang menyeramkan. Tak sanggup mengeluarkan sepatah kata, Arunika menjawab dengan sebuah anggukkan.Arunika masih berdiri di depan lift, melihat Ray
Raynar duduk di kursinya seraya mengetuk-ngetukkan telunjuk di meja kerja. Sudah cukup lama Raynar berada di posisi itu, dengan tatapan lurus ke depan.Ekspresi wajahnya menunjukkan kalau dia sedang tidak senang, bahkan tatapannya begitu menusuk menyeramkan.Erik memmerhatikan atasannya yang hanya diam. Dia di sana untuk meminta tanda tangan Raynar, tetapi atasannya itu tak kunjung menyentuh berkas yang dibawanya.Tidak mau terjebak dalam situasi yang membuatnya sulit karena kemungkinan jika suasana hati Raynar memburuk, Erik mencoba untuk bertanya.“Apa ada masalah, Pak?”Raynar mengalihkan tatapan tajamnya pada Erik. Asisten pribadinya itu langsung melipat bibir.“Saya di sini hanya untuk minta tanda tangan, Pak.” Erik menunjuk pada berkas yang ada di meja. Dia langsung mengalihkan pembicaraan agar tak kena marah.Raynar menegakkan tubuhnya, jari jemarinya bertautan lalu digunakan menyangga dagu dengan kedua siku bertumpu pada tepian kursi kerjanya.“Apa kamu tahu, siapa pria yang b
“Ayolah, Aru. Yang penting kamu menampakkan diri di sana,” bujuk Winnie lagi.Arunika menatap bergantian pada Winnie dan Adrian. Dia melihat Winnie yang sangat berharap dirinya ikut.“Sebentar, aku ke toilet dulu,” kata Arunika meminta izin.Arunika melihat Winnie mengangguk. Dia segera pergi ke toilet lalu masuk ke salah satu bilik di sana.Arunika mengeluarkan ponsel. Dia mengirim pesan ke Raynar untuk meminta izin. Arunika tidak bisa mengambil keputusan sepihak dan harus ada persetujuan suaminya.[Teman-teman di divisi ingin mengajakku ke acara penyambutan staff baru. Winnie bilang kalau ini sudah menjadi tradisi perusahaan, apalagi bukan hanya aku anak baru di sini. Aku mau menolak tapi tidak enak, apa aku boleh ikut?]Arunika diam memandangi ponsel setelah mengirim pesan. Arunika menggigit ujung kukunya, cemas karena Raynar tak kunjung membaca pesannya.“Apa dia tidak mengizinkan?” Arunika harap-harap cemas.Arunika berdiri untuk memberitahu Winnie dan Adrian kalau tidak bisa per
“Kamu sakit” tanya Adrian sambil menggeser posisi duduk ke arah Arunika. Dia menatap lekat wajah Arunika.Arunika menekan pelipisnya kuat-kuat. Dia merasa matanya sangat berat ditambah pusing berputar yang membuatnya mual.“Tidak tahu, tiba-tiba saja aku merasa tidak enak badan,” jawab Arunika lalu menggelengkan kepalanya yang berat untuk menghilangkan sakitnya, tetapi tidak berhasil.Adrian memerhatikan teman-temannya, lalu menatap pada Winnie yang duduk di dekat Arunika tetapi sedang mengobrol dengan teman lainnya“Winnie, Aru tidak enak badan. Aku akan mengantarnya pulang,” kata Adrian Winnie menoleh padanya.Winnie terkejut. Dia langsung menatap pada Arunika yang lemas.
Raynar memapah Arunika menuju mobil. Dia benar-benar tak menyangka, bagaimana bisa istrinya mabuk seperti ini? Beruntung Raynar datang tepat waktu. Jika tidak? Tak tahu apa yang akan dilakukan pria lain pada istrinya. Tiba-tiba saja rasa kesal semakin bercokol di dada. Raynar terus memapah Arunika yang berjalan sempoyongan sampai ke mobil. Erik berhasil menyusul Raynar dan Arunika, lalu membuka pintu mobil. “Masuklah,” ucap Raynar sambil menahan atas kepala Arunika dengan satu tangan agar tidak membentur kabin mobil. “Nggak mau.” Arunika menggeleng-geleng meski matanya setengah terpejam. Raynar mendengus kasar. “Masuk,” perintah Raynar sekali lagi dengan nada tegas. Bibir Arunika berkerut. Dia menatap Raynar yang memeganginya dengan satu tangan. “Jangan nyuruh-nyuruh aku ya, Pak.” Arunika menggoyangkan telunjuk di depan muka Raynar sebagai isyarat sebuah penolakan. Raynar benar-benar harus sangat bersabar menghadapi istrinya. Dia memaksa Arunika masuk mobil, tetapi istrinya it
Arunika dan Clara baru saja kembali dari toilet. Saat Arunika hendak duduk, Raynar langsung berdiri sampai membuat Arunika terkejut.“Ada apa?” tanya Arunika sambil menatap suaminya yang terlihat tak senang.Raynar meraih tangan Arunika lalu berkata, “Aku ada urusan mendadak.”Arunika melihat ketidaksenangan dalam tatapan mata Raynar. Dia langsung mengangguk lalu meraih tasnya di kursi.“Aku pergi dulu, makasih makanannya.”Setelah Arunika mengucapkan itu, Raynar menarik tangan Arunika pergi meninggalkan tempat itu.Clara terkejut sampai bengong karena Raynar mendadak mengajak pergi Arunika. Dia melambaikan tangan ke arah Arunika pergi sampai menghilang dari pandangannya.Setelah Arunika dan Raynar pergi, Clara menoleh pada Nathan yang masih duduk dengan tenang.“Apa Kak Nathan sebelumnya sudah tahu kalau Raynar suami Aru?” tanya Clara pada pria itu.“Tahu,” jawab Nathan.“Aru punya suami yang masih muda dan gagah, apa Kak Nathan tetap akan mendekati Aru karena awalnya ngira dia tua,
Arunika menoleh pada Raynar saat mendengar pertanyaan Clara. Dengan senyum penuh rasa bangga dia menjawab, “Ini suamiku, kamu belum pernah bertemu dengannya, kan? Sekalian saja kuperkenalkan.”Clara terkejut. Dia menatap Arunika dan Raynar bergantian karena rasa tak percaya.“Su-suami?” tanya Clara mengulang. Tentu Clara terkejut karena yang dia tahu, suami Arunika sudah tua seperti yang Arunika ceritakan sebelum menikah.Arunika mengangguk meyakinkan.Clara akhirnya memperkenalkan diri pada Raynar meski masih bingung, lalu mereka duduk bersama saling berhadapan. Arunika berhadapan dengan Clara, sedangkan Raynar berhadapan dengan Nathan.Suasana di sana berubah tegang. Arunika sesekali melirik pada Raynar, dia merasa bersalah karena ada Nathan di sana.Clara melirik pada Nathan dan Raynar secara bergantian, dua pria itu diam saling tatap sampai membuat kecanggungan yang begitu terasa di meja itu.“Aru, aku memesan camilan kesukaanmu. Makanlah,” ucap Clara untuk mencairkan suasana.Aru
Hari berikutnya. Raynar berada di ruang kerjanya seperti biasa saat Erik masuk membawa tumpukan berkas dan meletakkan di meja Raynar.“Pak, saya sudah mendapat sedikit informasi tentang Nathan. Apa Anda mau mendengarnya dulu?” tanya Erik yang berdiri di depan meja kerja Raynar.Raynar berhenti membubuhkan tandatangan di berkas, lalu pandangannya beralih pada Erik.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Raynar.“Informasi yang saya dapat dari beberapa teman yang satu jurusan dengan Arunika, mereka mengatakan kalau Arunika memang sering bertemu dan belajar bersama dengan Nathan meski mereka beda angkatan,” ujar Erik lalu membuka ponsel dan kembali membaca informasi yang sudah diringkasnya.“Mereka rata-rata berkata kalau Arunika memang sangat dekat dengan Nathan sampai dikira pacaran, padahal tidak,” ucap Erik lagi.“Hanya itu?” tanya Raynar dengan satu alis tertarik ke atas.“Ya, Pak. Hanya itu informasi yang saya dapat soal hubungan Arunika dengan Nathan saat mereka masih kuliah,” jawab Erik
Raynar menatap Arunika yang begitu antusias ingin mendengar tentang orang tuanya. Dari sorot mata gadis ini, Raynar tak pernah melihat kepura-puraan, semua begitu alami dari pemikiran polos Arunika. “Benar-benar ingin tahu?” tanya Raynar memastikan. Arunika mengangguk-angguk cepat. Raynar membetulkan posisi duduknya dengan benar. Dia kini tak menatap pada Arunika, tetapi memandang lurus ke depan. Arunika masih duduk miring menatap pada Raynar, menunggu suaminya itu bercerita. “Sejak kecil, aku tinggal di kota kecil bersama ibuku,” ucap Raynar memulai ceritanya. Arunika diam mendengarkan yang Raynar katakan. “Kami hanya hidup berdua, tidak tahu kenapa ayahku tidak pernah datang dan ibuku tidak pernah lagi menceritakan tentangnya.” Raynar tersenyum getir saat mengatakan itu. “Kenapa ayahmu tidak pernah datang? Apa dia sibuk bekerja atau apa?” tanya Arunika. Raynar menoleh Arunika, lalu menjawab, “Ibuku hanya berkata kalau mereka tidak mungkin bisa bersama, jadi lebih baik aku d
Setelah cukup lama berada di ruang kerja, Raynar kembali ke kamar untuk beristirahat.Akan tetapi, saat baru saja menginjakkan kaki di kamar, Raynar mendengar suara benda jatuh dari kamar ganti.Raynar mengedarkan pandangan di kamar dan tak melihat Arunika di sana, membuatnya seketika panik lantas berlari ke kamar untuk melihat apakah Arunika yang jatuh.Saat sampai di kamar ganti, Raynar melihat Arunika yang terduduk di lantai sambil mengusap kepala.“Apa yang kamu lakukan? Dan kenapa ….” Apa yang mau dikatakan Raynar terjeda saat melihat kotak dengan beberapa buku dan bingkai foto berserakan di lantai.“Aku mau naruh kotak di atas, tapi malah kejatuhan kotak lain. Sakit.” Arunika mengusap kasar kepalanya untuk menghilangkan sakitnya.Bukannya membantu Arunika berdiri, Raynar malah memunguti barang-barang yang berserakan lalu memasukkannya kembali ke kotak.Arunika keheranan, kenapa Raynar terburu-buru memasukkan semua barang itu? Lalu Arunika melihat buku bersampul biru dengan tali
Arunika kembali bekerja setelah banyak bercerita dengan Nichole. Meski menyenangkan bisa berbagi cerita dengan pria itu, tetapi Arunika tetap harus kembali mengerjakan tugasnya.Arunika sibuk mengecek berkas sebelum diserahkan pada Nichole, sampai dia melihat ponselnya berkedip beberapa kali, ada pesan masuk di ponselnya.[Bagaimana kabarmu?]Arunika membaca pesan yang dikirimkan Nathan. Dia mengetik pesan balasan dari Nathan karena bagaimanapun pria itu pernah menolongnya.[Aku baik, Kak. Ini sudah mulai bekerja.]Arunika ingin meletakkan ponselnya lagi, tetapi dia kembali mendapat balasan dari Nathan.[Apa siang atau sore ini kamu ada waktu? Aku ingin bertemu denganmu.]Arunika menggigit bibir bawahnya lalu mengetik pesan balasan untuk Nathan.[Maaf, Kak. Sepertinya tidak bisa, aku juga tidak bisa pergi tanpa izin suamiku dulu.]Arunika takut menyinggung Nathan, apalagi pria itu tidak membalas pesannya lagi. Arunika mencoba berpikir positif, mungkin Nathan sibuk bekerja lagi.**Saa
Arunika kembali ke ruang kerja Nichole. Dia langsung tersenyum sambil mengangguk pada atasannya itu.“Akhirnya keributannya teratasi,” kata Nichole seraya berjalan menuju meja kerjanya.Arunika merasa malu karena sudah menjadi penyebab keributan itu.“Iya, Pak. Maaf sudah membuat Anda tak nyaman,” kata Arunika lalu sedikit membungkukkan badan ke arah Nichole lagi.Nichole memandang Arunika yang sangat sopan dan bertanggung jawab. Dia duduk di kursinya lalu menghela napas pelan.“Apa ada masalah lain, Pak?” tanya Arunika karena Nichole seperti punya banyak beban.Nichole tersenyum menatap pada Arunika.“Tidak ada,” jawab Nichole, “kamu tidak salah, tapi kenapa kamu minta maaf?” Arunika hanya tersenyum kecil.“Tadi aku sempat cemas kalau semua pegawai bakal benar-benar dipecat oleh Raynar. Ya, siapa sangka kamu bisa menyakinkan Raynar untuk membatalkan niatnya.”Nichole menatap kagum pada Arunika.“Ah … itu ….” Arunika menggaruk belakang kepala karena malu sudah menjadi pemicu keributa
Raynar menoleh dengan tatapan tajam pada Erik yang ikut bicara.“Saya keluar dulu, ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan.” Seolah tahu arti tatapan atasannya itu, Erik memilih buru-buru kabur daripada terkena masalah.Kini Raynar menatap pada Arunika yang berdiri di hadapannya.“Bagaimana bisa kamu masih membela para staff itu, sedangkan perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan?” tanya Raynar begitu mereka hanya berdua di ruang kerjanya.Arunika menghela napas pelan, lalu mencoba menjelaskan. “Mereka hanya korban.”“Bukankah sejak awal aku juga salah karena tidak pernah menjelaskan status kita pada mereka, makanya mereka semakin salah paham,” ujar Arunika.Raynar menatap datar.Arunika tersenyum dan kembali membujuk.“Sekarang mereka sudah tahu, kalau masih tidak percaya, ya itu urusan mereka. Tapi bukan berarti kamu harus memecat mereka seperti itu,” ucap Arunika lagi.Raynar memalingkan muka dari Arunika. Tetap saja dia kesal karena baginya perbuatan para staff itu sangat
Semua terkejut melihat siapa yang datang. Beberapa staff itu termasuk Amel langsung menunduk tak ada yang berani mengangkat pandangan.Arunika tak menyangka Raynar datang ke sana. Dia langsung menoleh Erik dan langsung bisa menebak jika Eriklah yang menghubungi Raynar.Raynar berjalan tegap menghampiri Arunika dan yang lain, tiap suara derap langkahnya mampu membuat jantung setiap karyawannya berdegup cepat.Raynar menatap satu persatu staff itu, lalu tatapannya beralih pada Arunika. Raynar geram mengetahui Arunika selama ini masih dibully dan istrinya itu tidak bercerita sama sekali padanya.Arunika melipat bibir seraya menurunkan pandangan saat melihat tatapan tak senang suaminya yang tertuju padanya.“Siapa yang menuduhnya sebagai simpananku?” tanya Raynar kembali menatap satu persatu karyawannya itu.Raynar memerhatikan, staff-staff itu tadi begitu lantang menghina dan menuduh Arunika, sekarang semua nyali mereka menciut, bahkan tidak ada yang berani menjawab.“Siapa yang tadi den