“Kamu sakit” tanya Adrian sambil menggeser posisi duduk ke arah Arunika. Dia menatap lekat wajah Arunika.
Arunika menekan pelipisnya kuat-kuat. Dia merasa matanya sangat berat ditambah pusing berputar yang membuatnya mual.
“Tidak tahu, tiba-tiba saja aku merasa tidak enak badan,” jawab Arunika lalu menggelengkan kepalanya yang berat untuk menghilangkan sakitnya, tetapi tidak berhasil.
Adrian memerhatikan teman-temannya, lalu menatap pada Winnie yang duduk di dekat Arunika tetapi sedang mengobrol dengan teman lainnya
“Winnie, Aru tidak enak badan. Aku akan mengantarnya pulang,” kata Adrian Winnie menoleh padanya.
Winnie terkejut. Dia langsung menatap pada Arunika yang lemas.
Raynar memapah Arunika menuju mobil. Dia benar-benar tak menyangka, bagaimana bisa istrinya mabuk seperti ini? Beruntung Raynar datang tepat waktu. Jika tidak? Tak tahu apa yang akan dilakukan pria lain pada istrinya. Tiba-tiba saja rasa kesal semakin bercokol di dada. Raynar terus memapah Arunika yang berjalan sempoyongan sampai ke mobil. Erik berhasil menyusul Raynar dan Arunika, lalu membuka pintu mobil. “Masuklah,” ucap Raynar sambil menahan atas kepala Arunika dengan satu tangan agar tidak membentur kabin mobil. “Nggak mau.” Arunika menggeleng-geleng meski matanya setengah terpejam. Raynar mendengus kasar. “Masuk,” perintah Raynar sekali lagi dengan nada tegas. Bibir Arunika berkerut. Dia menatap Raynar yang memeganginya dengan satu tangan. “Jangan nyuruh-nyuruh aku ya, Pak.” Arunika menggoyangkan telunjuk di depan muka Raynar sebagai isyarat sebuah penolakan. Raynar benar-benar harus sangat bersabar menghadapi istrinya. Dia memaksa Arunika masuk mobil, tetapi istrinya it
Raynar masih mendengar suara isakkan Arunika, tetapi sudah melemah tak sekeras tadi. Dia diam berdiri dengan posisi memeluk Arunika cukup lama.Bahkan Raynar sudah melupakan peringatan yang pernah dilontarkannya untuk Arunika saat mereka baru menikah. Larangan saling sentuh tanpa izin sudah tak berlaku lagi sekarang.Setelah Arunika benar-benar agak tenang, Raynar akhirnya mengangkat tubuh Arunika untuk digendong meski sempat mendapat perlawanan dari sang istri.Raynar harus segera membawa Arunika pulang, sebelum istrinya melakukan hal-hal aneh lainnya.Saat Arunika sudah berada di gendongan, Raynar berbisik di telinga Arunika. “Suamimu akan membawamu pulang.”Seketika Arunika berhenti memberontak. Dia perlahan mengalungkan kedua tangan di leher Raynar lalu menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami.Raynar melirik ke gendongan, memandang Arunika yang mulai memejamkan mata.Erik sampai bergeming, tak menyangka Raynar akan menggendong Arunika, tetapi Erik juga tersenyum penuh ar
Arunika menggaruk kepala tidak gatal. Sebenarnya dia sedang bingung, kenapa dia sudah di rumah dan dia tak ingat kapan pulang ke rumah.Arunika menatap Raynar yang berdiri di depan ranjang sedang memandang dirinya. Setelah melipat bibir sejenak, Arunika akhirnya bicara.“Apa yang terjadi?”“Kamu mabuk.”Arunika tersentak sampai mundur dari posisi duduknya, lalu dia baru sadar kalau pakaiannya sudah berubah menjadi piyama.Arunika memandangi kedua lengan panjang piyama yang dipakainya, lalu menatap pada Raynar lagi.“Siapa yang mengganti pakaianku?” tanya Arunika seraya menatap waswas, panik, dan takut.Bahkan Arunika meremat bagian atas piyama, sedangkan tatapannya terus tertuju pada Raynar dengan jantung berdegup sangat cepat.Raynar menatap dalam pada Arunika, tanpa menjawab pertanyaan sang istri, Raynar malah pergi meninggalkan kamar.Arunika tersentak. Tatapan matanya mengekor pada punggung Raynar yang menjauh darinya sampai hilang dari pandangan.“Kenapa dia tak menjawab? Apa dia
Raynar keluar dari kolam setelah puas berenang. Dia mengambil handuk yang ada di kursi, mengusap rambut dan leher, lalu menggantung handuk itu di kedua pundaknya.Raynar berjalan masuk rumah menuju dapur dengan masih bertelanjang dada. Dia melihat istri kecilnya itu sedang sibuk di dapur membuat sarapan.“Kenapa semalam kamu mabuk?” tanya Raynar saat sudah berada di belakang Arunika.Arunika sedang mengaduk sup, tanpa menoleh pada Raynar, Arunika menjawab, “Aku tidak tahu, semalam aku hanya minum jus, tapi tiba-tiba kepalaku pusing dan aku tidak ingat lagi.”Setelah bicara, Arunika mencicipi kuah sup, lalu menambahkan garam karena masih dirasa kurang asin.Dahi Raynar berkerut halus. Mana mungkin jus bisa membuat Arunika mabuk. Ada yang aneh.Raynar kembali menatap punggung Arunika yang masih sibuk.“Apa rencanamu weekend ini?” tanya Raynar lagi.Arunika meletakkan sendok yang dipegangnya, lalu membalikkan badan untuk bicara dengan suaminya ini. Namun, alangkah terkejutnya Arunika saa
Arunika dan Raynar sampai di rumah sakit. Mereka menuju ruang perawatan khusus tempat ibu Arunika dirawat.“Bibi.” Arunika langsung memeluk sang bibi saat melihat wanita paruh baya itu.“Bagaimana kabarmu, Aru?” tanya sang bibi sambil mengusap lembut punggung Arunika.“Aku sangat baik,” jawab Arunika dengan senyum penuh kelegaan akhirnya bisa datang menjenguk ibunya.Arunika melepas pelukan untuk memandang sang bibi.“Bagaimana kondisi Mama?” tanya Arunika dengan tatapan berubah sendu.Sang bibi menoleh ke ranjang tempat ibu Arunika terbaring lemah, lalu kembali menatap pada Arunika.“Masih belum ada perkembangan,” jawab sang bibi.Arunika kembali sedih.Sang bibi mengusap wajah Arunika, mencoba memberikan dukungan agar Arunika tabah menjalani takdir. Tatapan wanita tua itu beralih ke pria yang ada di belakang Arunika. Dia bingung, bibi Arunika menatap pada sang keponakan.“Aru, dia siapa?” tanya sang bibi memastikan karena takut Arunika berselingkuh.Arunika terkejut mendengar perta
Raynar menoleh sekilas pada Arunika, tetapi dia memilih tak menjawab.“Di sekitar sini ada kedai es krim yang enak, kamu mau?” Arunika menggelembungkan kedua pipi, kenapa suaminya tidak menjawab pertanyaannya? Sesulit itukah? Raynar memberi larangan untuknya, tetapi juga tak memberikan solusi.“Mau,” jawab Arunika meski sebal.Raynar tak merespon meski telinganya mendengar. Dia melajukan mobil menuju kedai es krim yang dimaksud. Sesampainya di sana, tempat itu lumayan ramai. Banyak remaja dan wanita muda yang datang ke sana untuk menikmati es krim.Raynar dan Arunika mengantri untuk memesan. Saat masih menunggu giliran, Arunika melihat dua wanita muda sedang memandangi Raynar.Ekspresi wajah Arunika berubah kesal. Ini mengingatkannya pada kejadian saat di mall kala dia dipanggil dengan sebutan adik.Kedua mata Arunika menyipit. Dia menggeser posisi kakinya agar lebih merapat pada Raynar, sedangkan tatapannya terus tertuju pada dua wanita tadi.Raynar merasakan Arunika yang menyenggo
Di rumah Raynar. Stella datang ke sana setelah diberitahu Sindy kalau Raynar dan Arunika pergi sejak pagi tetapi sampai malam tidak kembali.Stella duduk di ruang keluarga sambil menikmati kopi, tetapi jelas tatapan matanya menunjukkan rasa gelisah dan tidak senang.“Raynar tidak bilang mau pergi ke mana?” tanya Stella seraya meletakkan cangkir kembali di meja.“Tidak, Nona,” jawab Sindy, “Tuan juga menyetir sendiri, padahal Anda tahu, ‘kan? Biasanya Tuan selalu pakai sopir.”Stella benar-benar tak senang sampai telapak tangannya mengepal erat.“Wanita itu terus menggoda Tuan, saya yakin kalau terus dibiarkan, Tuan akan benar-benar terperangkap dalam kepalsuan wanita itu, wanita itu bermulut manis.” Sindy terus menerus memprovokasi, menceritakan kedekatan Arunika dan Raynar.Stella semakin geram dan membenci Arunika.“Aku akan menginap malam ini agar saat Raynar pulang, aku bisa melihat sendiri, sejauh mana wanita itu mengubah Raynar.” Stella bicara dengan tatapan tajam.“Biar saya si
“Kamu bilang apa?” Arunika murka, kedua tangannya mengepal erat di samping tubuh. “Apa? Aku memang biasa tidur di ranjang Ray, apa masalahmu? Bahkan di rumah ini, aku berhak tidur di mana pun, termasuk di kamar utama,” ucap Stella dengan santainya memancing emosi Arunika. “Siapa yang mengizinkanmu? Ini bukan rumahmu, jangan seenaknya.” Arunika masih menahan diri meski emosinya hampir meledak. “Meski kamu sepupunya, tapi bukan berarti kamu bisa memakai barang-barang di rumah ini, apalagi milikku!” bentak Arunika dengan mata melotot. “Ini juga bukan rumahmu! Ingat, kamu ini hanya gadis miskin yang beruntung dinikahi Ray.” Stella mendorong-dorong pelan bahu Arunika menggunakan telunjuk saat bicara sambil tersenyum miring. “Baju yang kupakai pasti pemberian Ray, apa hakmu melarangku?” Arunika benar-benar tak menyangka Stella sangat kurang ajar. Dia menatap dingin pada Stella dan menepis telunjuk Stella yang ada di bahunya. Stella menatap sinis. “Sepertinya kamu dan Ray menikah bukan
Arunika menoleh pada Raynar saat mendengar pertanyaan Clara. Dengan senyum penuh rasa bangga dia menjawab, “Ini suamiku, kamu belum pernah bertemu dengannya, kan? Sekalian saja kuperkenalkan.”Clara terkejut. Dia menatap Arunika dan Raynar bergantian karena rasa tak percaya.“Su-suami?” tanya Clara mengulang. Tentu Clara terkejut karena yang dia tahu, suami Arunika sudah tua seperti yang Arunika ceritakan sebelum menikah.Arunika mengangguk meyakinkan.Clara akhirnya memperkenalkan diri pada Raynar meski masih bingung, lalu mereka duduk bersama saling berhadapan. Arunika berhadapan dengan Clara, sedangkan Raynar berhadapan dengan Nathan.Suasana di sana berubah tegang. Arunika sesekali melirik pada Raynar, dia merasa bersalah karena ada Nathan di sana.Clara melirik pada Nathan dan Raynar secara bergantian, dua pria itu diam saling tatap sampai membuat kecanggungan yang begitu terasa di meja itu.“Aru, aku memesan camilan kesukaanmu. Makanlah,” ucap Clara untuk mencairkan suasana.Aru
Hari berikutnya. Raynar berada di ruang kerjanya seperti biasa saat Erik masuk membawa tumpukan berkas dan meletakkan di meja Raynar.“Pak, saya sudah mendapat sedikit informasi tentang Nathan. Apa Anda mau mendengarnya dulu?” tanya Erik yang berdiri di depan meja kerja Raynar.Raynar berhenti membubuhkan tandatangan di berkas, lalu pandangannya beralih pada Erik.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Raynar.“Informasi yang saya dapat dari beberapa teman yang satu jurusan dengan Arunika, mereka mengatakan kalau Arunika memang sering bertemu dan belajar bersama dengan Nathan meski mereka beda angkatan,” ujar Erik lalu membuka ponsel dan kembali membaca informasi yang sudah diringkasnya.“Mereka rata-rata berkata kalau Arunika memang sangat dekat dengan Nathan sampai dikira pacaran, padahal tidak,” ucap Erik lagi.“Hanya itu?” tanya Raynar dengan satu alis tertarik ke atas.“Ya, Pak. Hanya itu informasi yang saya dapat soal hubungan Arunika dengan Nathan saat mereka masih kuliah,” jawab Erik
Raynar menatap Arunika yang begitu antusias ingin mendengar tentang orang tuanya. Dari sorot mata gadis ini, Raynar tak pernah melihat kepura-puraan, semua begitu alami dari pemikiran polos Arunika. “Benar-benar ingin tahu?” tanya Raynar memastikan. Arunika mengangguk-angguk cepat. Raynar membetulkan posisi duduknya dengan benar. Dia kini tak menatap pada Arunika, tetapi memandang lurus ke depan. Arunika masih duduk miring menatap pada Raynar, menunggu suaminya itu bercerita. “Sejak kecil, aku tinggal di kota kecil bersama ibuku,” ucap Raynar memulai ceritanya. Arunika diam mendengarkan yang Raynar katakan. “Kami hanya hidup berdua, tidak tahu kenapa ayahku tidak pernah datang dan ibuku tidak pernah lagi menceritakan tentangnya.” Raynar tersenyum getir saat mengatakan itu. “Kenapa ayahmu tidak pernah datang? Apa dia sibuk bekerja atau apa?” tanya Arunika. Raynar menoleh Arunika, lalu menjawab, “Ibuku hanya berkata kalau mereka tidak mungkin bisa bersama, jadi lebih baik aku d
Setelah cukup lama berada di ruang kerja, Raynar kembali ke kamar untuk beristirahat.Akan tetapi, saat baru saja menginjakkan kaki di kamar, Raynar mendengar suara benda jatuh dari kamar ganti.Raynar mengedarkan pandangan di kamar dan tak melihat Arunika di sana, membuatnya seketika panik lantas berlari ke kamar untuk melihat apakah Arunika yang jatuh.Saat sampai di kamar ganti, Raynar melihat Arunika yang terduduk di lantai sambil mengusap kepala.“Apa yang kamu lakukan? Dan kenapa ….” Apa yang mau dikatakan Raynar terjeda saat melihat kotak dengan beberapa buku dan bingkai foto berserakan di lantai.“Aku mau naruh kotak di atas, tapi malah kejatuhan kotak lain. Sakit.” Arunika mengusap kasar kepalanya untuk menghilangkan sakitnya.Bukannya membantu Arunika berdiri, Raynar malah memunguti barang-barang yang berserakan lalu memasukkannya kembali ke kotak.Arunika keheranan, kenapa Raynar terburu-buru memasukkan semua barang itu? Lalu Arunika melihat buku bersampul biru dengan tali
Arunika kembali bekerja setelah banyak bercerita dengan Nichole. Meski menyenangkan bisa berbagi cerita dengan pria itu, tetapi Arunika tetap harus kembali mengerjakan tugasnya.Arunika sibuk mengecek berkas sebelum diserahkan pada Nichole, sampai dia melihat ponselnya berkedip beberapa kali, ada pesan masuk di ponselnya.[Bagaimana kabarmu?]Arunika membaca pesan yang dikirimkan Nathan. Dia mengetik pesan balasan dari Nathan karena bagaimanapun pria itu pernah menolongnya.[Aku baik, Kak. Ini sudah mulai bekerja.]Arunika ingin meletakkan ponselnya lagi, tetapi dia kembali mendapat balasan dari Nathan.[Apa siang atau sore ini kamu ada waktu? Aku ingin bertemu denganmu.]Arunika menggigit bibir bawahnya lalu mengetik pesan balasan untuk Nathan.[Maaf, Kak. Sepertinya tidak bisa, aku juga tidak bisa pergi tanpa izin suamiku dulu.]Arunika takut menyinggung Nathan, apalagi pria itu tidak membalas pesannya lagi. Arunika mencoba berpikir positif, mungkin Nathan sibuk bekerja lagi.**Saa
Arunika kembali ke ruang kerja Nichole. Dia langsung tersenyum sambil mengangguk pada atasannya itu.“Akhirnya keributannya teratasi,” kata Nichole seraya berjalan menuju meja kerjanya.Arunika merasa malu karena sudah menjadi penyebab keributan itu.“Iya, Pak. Maaf sudah membuat Anda tak nyaman,” kata Arunika lalu sedikit membungkukkan badan ke arah Nichole lagi.Nichole memandang Arunika yang sangat sopan dan bertanggung jawab. Dia duduk di kursinya lalu menghela napas pelan.“Apa ada masalah lain, Pak?” tanya Arunika karena Nichole seperti punya banyak beban.Nichole tersenyum menatap pada Arunika.“Tidak ada,” jawab Nichole, “kamu tidak salah, tapi kenapa kamu minta maaf?” Arunika hanya tersenyum kecil.“Tadi aku sempat cemas kalau semua pegawai bakal benar-benar dipecat oleh Raynar. Ya, siapa sangka kamu bisa menyakinkan Raynar untuk membatalkan niatnya.”Nichole menatap kagum pada Arunika.“Ah … itu ….” Arunika menggaruk belakang kepala karena malu sudah menjadi pemicu keributa
Raynar menoleh dengan tatapan tajam pada Erik yang ikut bicara.“Saya keluar dulu, ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan.” Seolah tahu arti tatapan atasannya itu, Erik memilih buru-buru kabur daripada terkena masalah.Kini Raynar menatap pada Arunika yang berdiri di hadapannya.“Bagaimana bisa kamu masih membela para staff itu, sedangkan perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan?” tanya Raynar begitu mereka hanya berdua di ruang kerjanya.Arunika menghela napas pelan, lalu mencoba menjelaskan. “Mereka hanya korban.”“Bukankah sejak awal aku juga salah karena tidak pernah menjelaskan status kita pada mereka, makanya mereka semakin salah paham,” ujar Arunika.Raynar menatap datar.Arunika tersenyum dan kembali membujuk.“Sekarang mereka sudah tahu, kalau masih tidak percaya, ya itu urusan mereka. Tapi bukan berarti kamu harus memecat mereka seperti itu,” ucap Arunika lagi.Raynar memalingkan muka dari Arunika. Tetap saja dia kesal karena baginya perbuatan para staff itu sangat
Semua terkejut melihat siapa yang datang. Beberapa staff itu termasuk Amel langsung menunduk tak ada yang berani mengangkat pandangan.Arunika tak menyangka Raynar datang ke sana. Dia langsung menoleh Erik dan langsung bisa menebak jika Eriklah yang menghubungi Raynar.Raynar berjalan tegap menghampiri Arunika dan yang lain, tiap suara derap langkahnya mampu membuat jantung setiap karyawannya berdegup cepat.Raynar menatap satu persatu staff itu, lalu tatapannya beralih pada Arunika. Raynar geram mengetahui Arunika selama ini masih dibully dan istrinya itu tidak bercerita sama sekali padanya.Arunika melipat bibir seraya menurunkan pandangan saat melihat tatapan tak senang suaminya yang tertuju padanya.“Siapa yang menuduhnya sebagai simpananku?” tanya Raynar kembali menatap satu persatu karyawannya itu.Raynar memerhatikan, staff-staff itu tadi begitu lantang menghina dan menuduh Arunika, sekarang semua nyali mereka menciut, bahkan tidak ada yang berani menjawab.“Siapa yang tadi den
Raynar memandang pipi Arunika yang baru saja diolesi salep.“Sudah mendingan?” tanya Raynar.Arunika mengangguk kecil. “Iya, terima kasih.”Arunika merasakan pipinya yang dingin, lalu tersenyum kecil.“Erik akan mengantarmu kembali ke departemen,” kata Raynar.Arunika mengangguk. Dia lalu berdiri karena Erik sudah menunggunya.Arunika menoleh pada Raynar sekilas, membuat pria itu menaikkan kedua sudut alis.“Ada apa lagi?” tanya Raynar.Arunika tersenyum lalu menggeleng pelan. Dia segera pergi diikuti Erik.Arunika dan Erik sudah berada di lift. Mereka sama-sama diam, sampai Arunika menoleh pada Erik. Dia mengamati wajah hingga postur tubuh asisten suaminya itu.“Erik.”“Ya.”“Boleh aku tanya sesuatu?” tanya Arunika.“Silakan, tanya saja,” balas Erik tak keberatan sama sekali.“Tapi jangan tersinggung,” kata Arunika lalu melihat Erik mengangguk pelan. “Kamu dan Pak Ray, ada hubungan spesial?”Erik hampir terbatuk karena tersedak ludah mendengar pertanyaan Arunika.Keterkejutan Erik mal