Abian sudah bisa dihubungi. Ia mengatakan akan langsung ke rumah sakit untuk melakukan visit. Natasya jadi harap-harap cemas, karena memiliki amanah untuk membujuk Abian melakukan operasi cangkok jantung pada pak Waluyo dalam keadaan ia tahu titik sulit dan akar masalah yang menyebabkan suaminya tidak mau melakukan operasi lagi.Natasya berdiri didepan ruangan Abian, tersenyum melihat kedatangan suaminya, “Mas? Gimana kondisi Aca?”“Dia cuma butuh bedrest. Untungnya gak ada dislokasia bahu atau luka abdomen perut.”“Ah, iya, syukurlah.”Abian heran, kenapa Natasya peduli pada Aca. Ia tahu istrinya orang baik jika tidak diganggu duluan, tapi menurutnya aneh saja. Aca juga terlihat tak lagi membuat masalah pada istri kontraknya.Abian membuka pintu ruangannya.“Mas, udah makan?” Natasya membuntut masuk ke dalam.“Saya belum laper.”“Aku udah beliin bubur ayam. Masih anget, mas, yuk makan, aku juga belum makan.”Mereka duduk di sofa, memakan bubur masing-masing. Natasya selalu
Natasya tak sabar menunggu kedatangan Vina yang masih melakukan tindakan di UGD. Ia duduk dengan dua mangkuk sop iga pedas di meja pojok kantin.“Nah itu dia orangnya dateng. Vin, buruan!”Vina berlari menghampiri meja. Matanya terpukau melihat suguhan sahabatnya, “Kebetulan banget nih gue emang lagi pengen yang pedes-pedes.”Tanpa menunggu Natasya menyentuh pesanannya, Vina langsung menandaskan sop iga miliknya. Ia melirik sahabatnya yang hanya sibuk menatapnya.“Lo kenapa?”Natasya mendorong mangkuk miliknya, “Abisin, gue gak laper.”“Lo belum makan ‘kan? Kok di kasiin ke gue?”“Gue udah makan kok tadi pagi, dan belum laper. Abisin aja.”Vina menarik mangkuk itu dan memakannya pelan-pelan, “Ada apa?”Natasya mencondongkan tubuhnya ke meja. Wajahnya berbinar ketika sadar, kalau investigasi mereka akan segera menemukan titik terang.“Menurut lo, kenapa dalam kurun waktu tiga tahun gak operasi, mas Abian mau ngelakuin dua operasi itu empat bulan dan sebulan lalu?”Vina menge
Sudah dua jam Natasya dan Vina menunggu, Irvan tak menunjukkan batang hidungnya.“Gue balik ah. Ngapain kumpul sama nyamuk begini.” Vina bangkit.Natasya tak menahannya. Ia justru tidak enak karena menahan sahabatnya, padahal waktunya sangat berharga sebagai seorang ibu dan istri.“Gue balik. Lo juga. Kita bisa ketemu dia besok.” kata Vina sambil bersiap.Natasya hanya manyun karena sebenarnya ia pun ingin pulang.Belum sempat Vina membalikkan badan, pintu evakuasi bergerak. Irvan datang membawa dua jaket dan dua kopi. Matanya melirik ke arah Vina yang tak di kira ada disini.Senyum Natasya mengembang. Ia menyambut kedatangan sahabat barunya, “Van, sini.”Irvan memberikan dua kopi untuk Natasya dan Vina. Ia juga memberikan satu jaket pada Natasya.“Satu lagi.” tagih Vina, “Saya juga punya kulit dan saya perempuan.”Irvan membuang nafas pelan. Ia terpaksa memberikan satu jaket untuknya pada Vina, “Demi seorang ibu.”Mereka duduk melingkar di atas rooftop. Natasya memberikan k
Pov AbianAbian mengelap meja ruang pribadinya dan membereskan barang-barang yang tak dipakainya lagi. Ia baru saja datang dan tak menemukan Natasya. Ia ingin menemuinya sebelum praktek rawat jalan, tapi terlalu malu untuk menghubunginya seperti biasa.Ceklek.“Bi?” Irvan nyelonong masuk.“Hm?”“Gue udah denger keputusan rapat kemarin.”Abian tersenyum, “Udah saatnya gue keluar dari zona nyaman. Di daerah gak terlalu buruk lah.”“Gue akan hargai apapun keputusan lo.”Abian berhenti dari kegiatannya. Ia duduk di sofa disusul Irvan.“Tumben beres-beres?”“Sebulan lagi gue akan meninggalkan ruangan ini. Biar nanti tinggal pindah, gue harus nyicil beresin dan bersihin dari sekarang.”Irvan membuang nafas pelan.“Kenapa? Lo mau minta gue buat mencoba operasi?”“Gue gak ngomong apa-apa loh.”Mereka tertawa.“Bi?”Abian menoleh.“Udah saatnya lo—putusin Aca.”Abian tak bertanya dan memberikan respon apapun. Wajahnya datar saja.“Bro, kasian Natasya.”Abian tersenyum.“Di
Praktek rawat jalan sudah dimulai satu jam ini.“Dok, pasca operasi saya jadi sering meriang. Apa itu efek dari operasi kemarin, ya?” tanya pasien perempuan paruh baya usia enam puluhan.“Ibu suka berjemur?”Pasien melirik Natasya dan suster Anna silih berganti, “Engggg, enggak, dok.”“Minum vitamin B12 dan vitamin D?”“Nggggg... nggak juga, dok.”“Saya resepkan ya, bu vitamin pendukungnya, ditambah ibu ada PR untuk berjemur sekitar dua puluh menit sampai tiga puluh menit sehari. Jika saat kontrol berikutnya masih sering meriang, kita lakukan tes lanjutan, takutnya ada infeksi atau efek dari obat. Tapi menurut saya, dua hal tersebut langka terjadi.”“Baik, dok.”Abian menatap layar komputer, “Semua hasil tesnya baik, pembengkakkan berkurang signifikan. Kita ketemu lagi bulan depan. Jika ada keluhan mual muntah dan pusing boleh datang ke IGD. Terima kasih.”“Baik, dok, terima kasih kembali. Permisi.”Natasya melirik Abian yang tampak tenang dan kalem hari ini. Suami kontraknya
Natasya berjalan santai di lobi rumah sakit saat shiftnya selesai. Ia sudah memesan taksi online. Tubuhnya sedang manja dan ingin istirahat selama di jalan. Ketika jarinya akan mengklik pesan, seseorang menyambar ponselnya, “Saya yang akan anterin kamu ketemu Alan.”“Mas?”Abian memasukkan ponsel ke tas ransel Natasya. Ia merangkul bahu istrinya, “Kita kemon.”Tubuh Natasya enggan bergerak, “Tunggu-tunggu, ini aku belum mengkonfirmasi loh, kok maen kemon aja?”“Jadi gak mau?”Natasya masih tak mau Abian tahu dimana rumah persembunyian Alan. Ia tahu suaminya tidak akan melakukan apapun, ia hanya waspada. Apapun yang menyangkut Alan tidak boleh diketahui Abian lagi.“Mending mas nemenin Aca.”“Saya gak mau.”“Ya aku juga gak mau ditemenin mas.”“Kenapa?”“Mas kenapa gak mau nemenin Aca?”Abian membuang nafas kesal, “Kayak Ical ya kamu lama-lama!”Natasya tertawa, “Aku pergi sendiri, gak akan lama kok. Dadah.”“Nat,
Natasya menunggu kedatangan mobil Abian yang mengantarkan vitamin ke rumah papa dan membeli nasi bebek kesukaannya. “Itu mobilnya.” Natasya melambaikan tangannya, “Disini, pak, hahaha.” Mobil berhenti. Abian berlari untuk membuka pintu sebrang, “Silakan, nyonya Abian.” “Terima kasih, pak Tukimin.” “Ck.” Natasya mengelus pipi Abian, “Terima kasih mas Abian.” Setelah menutup pintu mobil, Abian berjalan lambat ke pintu sebrang. Ia menikmati degup jantung seru karena perlakuan manis Natasya. Di jalan, Natasya memutar radio. Ia ikut bernyanyi, membuat Abian tertawa melihat tingkah centil istrinya. Drrrrt~ “Pelanin dulu radionya, ada telpon dari Vina.” “Oke.” Abian menyentuh fitur mengangkat telpon di layar head unit mobil, “Halo, Vin, kenapa?” “Saya mau menyampaikan kabar, dok, kalau pak Wijaya mengalami serangan jantung. Ini sudah ketiga kalinya. Dokter Fa
Natasya berlari kencang melepas sendal rumah demi bisa menyelamatkan Haikal yang tenggelam. Ia menuruni tangga seperti orang kesetanan. Matanya menangis deras. Ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi apa-apa pada Haikal. Mama dan Abian juga pasti akan memarahinya habis-habisan karena dinilai tidak becus menjaga.“Ical!” Natasya berteriak ketika melihat tubuh Ical meronta minta tolong.“Pak, tolongin Ical, pak.” pinta Natasya pada pak Eman, supir rumah.“Bapak gak bisa renang, non.”“Pak, bapak aja, tolongin Ical.” pinta Natasya pada satpam rumah. “Saya gak bisa renang, saya juga punya asma, non.”Natasya menangis semakin kencang.“Gimana ini, non? Aduh, den Abian juga gak ada lagi.” mbok Iyem menangis disebelah Natasya.Dengan kaki bergetar, Natasya mendekati kolam renang. “Non bisa renang?” tanya mbok Iyem.Natasya menggeleng.“Ya udah, non, kita tunggu den Abian aja. Mbok takut non kenapa-napa.”“Terus Ical gimana?! Kalo Ical kenapa-napa gimana?!” bentak Nat
“Mulai hari ini kita putus, Alan!”Mata Alan merah. Wajahnya sangat terkejut. Ia tidak menyangka, pertengkarannya dengan Natasya akan berakhir dengan pemutusan hubungan seperti ini.“Anggep aja uang yang aku kasih ke kamu sebagai permintaan maaf. Kita impas sekarang.” Natasya membalikkan badannya. Ia akan pergi entah kemana. Pikirannya terlalu kalut menerima kenyataan bahwa selama ini, Alan ternyata sudah membohonginya. Ketika membaca ulang hasil tes, ia tidak menemukan hasil pemeriksaan yang menyebutkan jika Alan mengalami lumpuh permanen. Jadi bisa dikatakan, kakinya sulit berjalan saat itu adalah--karena tubuhnya masih butuh adaptasi untuk bergerak setelah koma dua tahun.“Sya, tunggu, aku bisa jelasin semuanya. Aku minta maaf.” Alan mengejar Natasya yang berjalan cepat meninggalkan pelataran bakery.Air mata Natasya kering seketika, setelah menyadari bahwa Alan tidak pantas di tangisi.“Sya, aku bisa jelasin semuanya. Sya!”Natasya memasuki taksi. Alan pun begitu. Taksi
Abian terus melirik Natasya yang tak berhenti senyum menjelang bertemu Alan. Apa ia tidak bisa memikirkan perasaannya setelah mendengar ucapan cinta satu jam lalau di kamar?“Nanti mas gak usah jemput aku pulang. Aku bisa naik taksi.”Abian melirik, “Geer. Siapa juga yang mau jemput istrinya yang selingkuh.”Natasya mendorong tubuh Abian, “Mas juga selingkuh.”“Aku udah ada usaha putusin Aca loh. Gak kayak kamu. Mana pernah kamu mutusin Alan sekalipun.”“Jangan sampe. Aku sayang banget sama Alan, meskipun sering banget kesel sama dia.”“Kesel kenapa?”“Fokus aja nyetir, jangan pengen tahu urusan orang lain.”Mobil berhenti didepan gedung mall.“Yakin gak mau ditemenin? Aku gak akan ngikutin kamu ke rumah Alan. Kamu cuma mau beli oleh-oleh buat dia ‘kan?”“Iya, tapi mas gak boleh ikut. Mas gak boleh tahu oleh-oleh apa yang mau aku beli buat Alan.”Abian menatap Natasya penuh curiga, “Kamu mau kasih—barang haram, ya?”“Mas! Aku keluar. Awas ya ngikutin aku.”“Aku ikutin. Ta
Sejak pagi setelah selesai shift, Natasya terus berada dekat dengan Abian. Ia tak mau jauh-jauh dari suaminya.“Gak ada yang ketinggalan?”“Gak, mas, aman. Yuk.” Natasya menggandeng lengan Abian.Jika tak memakai baju dinas, mereka terlihat seperti pekerja kantoran. Penampilan Abian yang mengikuti zaman dan Natasya yang mulai mengubah penampilan, membuat mereka jadi idola baru di kalangan dokter ko-as.“Mau beli sesuatu dulu gak sebelum pulang?” tanya Abian.“Gak ah, aku capek, mau tidur.”“Kalo aku order diterima gak?”Natasya menggebug lengan Abian, “Jangan kenceng-kenceng ngomongnya.”Abian berbisik, “Aku mau order, bisa gak?”Natasya tertawa. Ia mendorong tubuh Abian yang tertawa juga, “Nyebelin!”Vina yang melihat kemesraan mereka dari kejauhan tersenyum, “Natasya udah menemukan kebahagiannya. Artinya Alan udah gak punya celah untuk masuk lagi ke hati elo, Nat.”Di parkiran basement, Abian membuka kan pintu mobil untuk Natasya, “Silakan masuk, nyonya Abian.”“Mas, jan
Natasya berjalan buru-buru setelah melakukan visit ke ruang ICU dan bangsal menuju ruangan Abian. Ia lupa pada titah suami kontraknya dan malah ngobrol ngalor-ngidul dengan Arsya di telpon. Ceklek.“Mas, hehe, maaf ya lama.”“Satu jam lebih bukan telat lagi sih.”Natasya manyun, “Segini juga dateng. Aku sibuk tahu.”“Sibuk apa? Bukannya yang jaga malam banyak?”Natasya menjatuhkan dirinya di sofa, “Aduh enaknya.”Abian bangkit dari kursi kerja dan duduk disebelah Natasya. Ia mengendus bau istrinya.“Mas, apaan sih.” Natasya menggeser tubuhnya karena risih.“Aku mau.”Natasya melotot, “Mas, ini di rumah sakit!”“Kita bisa kunci ruangannya."“Nggak!”“Aku bayar.”“Nggak mau.” Natasya berdiri, “Kalo aku diminta kesini buat ini, aku pergi.”“Oke-oke, nggak akan. Aku cuma mau kamu disini. Aku butuh temen ngobrol.”Natasya kembali duduk di sofa.“Gak mau semakin deket duduknya?”Natasya menggeleng.“Aku disini sampe lusa loh.”Mendengar itu, Natasya menatap Abian lama.
Pov AbianHari ini Natasya mengikuti operasi bersama profesor Indra, sehingga yang jadi asisten poli adalah Vina. Sudah hampir seluruh pasien melakukan konsultasi. Ketika pasien terakhir belum masuk karena sedang pergi ke toilet, Abian jadi mengingat sesuatu yang ingin ditanyakan pada Vina.Di putar kursinya ke arah Vina. Suster Anna sedang berdiri di lawang pintu karena berbincang dengan perawat lain.“Vin?”“Iya, dok?”“Selesai praktek, kita bisa bicara?”“Bisa, dok. Soal—Natasya, ya?”Abian mengangguk, “Natasya gak akan selesai operasi secepatnya ‘kan?”“Kayaknya masih lama, dok. Pasiennya mengalami pelengketan serius, pasti butuh waktu lama.”“Oke, bagus.”“Pasien datang, dok.” seru suster Anna.Abian membaca hasil tes dengan wajah sangat serius, membuat pasien, suster Anna dan Vina jadi cemas.“Kenapa, dok?” tanya anak pasien, “Apa hasil tesnya—buruk?”Abian menatap pasien dan wali silih berganti, “Apa ibu sering mengalami serangan jantung?”“Saya baru datang dari
Abian menatap Aca penuh pengertian, “Kamu masuk. Biar Natasya jadi urusan aku.”“Oke, sayang.” Aca tersenyum sinis ke arah Natasya sebelum menutup pintu.Natasya pergi. Ia sungguh tak habis pikir suaminya tega membohonginya berkali-kali mengenai Aca.“Nat, tunggu.” Abian mengejar Natasya yang berjalan amat cepat.Natasya tak menggubris panggilan Abian.“Nat!” Abian menarik lengan Natasya, “Dengerin aku dulu, dong.”Natasya terpaksa membalikkan badan, “Dengerin apa? Berkali-kali, mas, kamu bohongin aku dan ketemu Aca diem-diem. Aku harus dengerin apa lagi?” “Aku cuma gak tega Aca luntang-lantung karena kasus kemarin.”“Itu salah dia. Siapa yang suruh dia pura-pura hamil, labrak aku dan hancurin karirnya sendiri?”“Nat, kamu gak punya hati? Aca gak pernah berniat begitu. Dia cuma—”“Bercanda?”Abian membuang nafas pelan, “Kamu aneh. Kamu gak mau melanjutkan pernikahan kita dan terus memilih Alan, tapi kamu cemburu sama Aca. Apa bener yang Ical bilang, kalo kamu mencintai dua
Tersisa dua hari lagi Abian bertugas di rumah sakit sebelum dipindahkan ke daerah. Natasya memakai waktu ini sebaik-baiknya untuk jadi istri sekaligus residen yang berbakti. “Ada lagi yang mau mas makan?” tanya Natasya ketika ia dan Abian baru bisa makan siang di malam hari, berdua di ruangan pribadi Abian.“Udah cukup. Ini aja banyak banget.”“Hehehe, aku lagi ngidam pengen semua ini.”“Kirain ngidam hamil.”Natasya melirik Abian sinis, “Jangan mulai deh.”“Nanti pulangnya gak bisa bareng. Aku ada perlu.”“Gak papa, aku juga ada perlu.”“Perlu apa?”“Jangan tanya, aku juga gak tanya mas ada urusan apa sama siapa.”Abian mendecek.Natasya menatap Abian, “Mas, nanti janji harus sering kesini. Aku juga janji bakal jengukin mas ke rumah sakit baru.”“Hm.”“Telinga dan jantung aku pasti akan kaget gak lagi mendengar bentakkan dan ucapan sarkasme mas.”“Kamu ini muji atau ngehina sih?”Drrrrt~Natasya merogoh ponselnya. Ia berhenti makan ketika membaca pesan yang entah di
Kedatangan Natasya dan Abian disambut hangat oleh perawat dan dokter yang sudah lebih dulu tiba di balroom hotel. Vina dan Irvan pun ada disana. Suasana sangat meriah dengan dekor yang dibuat sedemikian rupa. Namun yang tak ditemukan Natasya adalah tulisan ‘Farewell Party’ atau ‘Selamat Bertugas ditempat Baru’, seperti yang sering ia lihat di acara perpisahan dokter lain. Meski begitu ia berusaha menikmati acara.“Dokter Abian, selamat ya.” dokter bedah umum senior menyalami Abian, “Saya tahu semua akan terjadi. Berkat dokter Abian, rumah sakit kita kembali mendapat penghargaan.”“Saya hanya melakukan tugas, dok.”“Meski begitu kami para dokter bedah sangat berterima kasih karena mendapat sumbangan alat-alat terbaru dari pak Waluyo, semua berkat dokter Abian.”Rumah sakit mendapat sumbangan dari pak Waluyo? Natasya mengernyit. Jadi pak Waluyo sudah di operasi? Oleh siapa? Ia terlalu fokus pada masalah Aca, Haikal dan Alan, sehingga tak pernah punya waktu untuk menanyakan hal ini
“Kerja bagus. Terima kasih untuk semuanya.” tutur dokter Farhan pada semua staf operasi.Natasya jadi orang terkakhir yang keluar setelah membantu perawat membereskan ruang operasi.“Dok, gak papa, ini biar saya yang beresin.”“Gak papa, sus.”“Dokter Natasya lagi seneng itu, sus, biarin aja.” kata perawat lain.Natasya tersenyum, “Enggak kok, biasa aja.”“Dokter Natasya, saya turut senang dengan kabar baik soal dokter Abian.”Natasya berhenti menutup dus kain kasa, “Ada—kabar baik apa soal dokter Abian?”Perawat yang bicara itu disikut perawat lainnya, “Hehehehe, enggak, dok.”“Ada apa?” desak Natasya.“Gak papa, dok. Dokter istirahat aja. Dokter Natasya gak boleh kecapean.” Perawat mendorong tubuh Natasya keluar dari ruang bedah.Natasya membuka sarung tangan karet, “Aneh banget sih. Ada kabar baik apa emang soal mas Abian? Kok gue gak tahu?”Sebelum keluar dari ruang operasi, Natasya membersihkan tangannya. Ia akan segera ke poli untuk menemani suaminya praktek rawat ja