"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah!""Sah!"Perkataan Pak penghulu yang disambut kata "sah" dari para saksi menegaskan jika Azam telah selesai mengikrarkan ijab kabul. Artinya Alena kini telah resmi menjadi istri sah dari seorang Azam Dirgantara.Azam menatap Alena yang duduk disampingnya kemudian mengulurkan tangannya kehadapan wanita itu. Alena sempat terdiam kaget mendapati perlakuan Azam.Detik berikutnya gadis itu meraih tangan Azam. Mencium punggung tangan pria yang kini sudah sah menjadi suaminya.Tiba-tiba saja air mata Alena meluncur tak tertahankan. Bayangan wajah sang kekasih begitu nyata dimatanya.Sungguh, Alena tak tahu bagaimana reaksi sang kekasih. Saat dia tahu jika dirinya sudah menikah."Jangan menangis aku tidak suka melihat air mata!" bisik Azam pada Alena seketika membuat wanita berparas cantik itu tersentak kaget."Ma-af" Alena tergagap, kemudian dengan cepat menghapus air matanya."Baik Tuan Azam, Nona Alena, silahkan tanda tangani buku nikahnya," ujar pak penghulu seraya menyodorkan buku nikah kehadapan Azam dan Alena.Setelah menandatangani buku nikah, Azam pun langsung mengakhiri acara pernikahannya. Pria itu tak ingin berlama-lama larut dalam acara pernikahannya."Terima kasih Pak Hendro, besok Anda bisa datang ke kantor." Azam menjabat tangan Hendro seraya tersenyum penuh kemenangan."Baik Nak Azam besok saya—" ujar pak Hendro dengan senyum sumringah. Namun, sayangnya Azam dengan cepat memotong perkataannya."Tetap panggil saya Tuan muda, dan jangan berpikir setelah saya menikahi keponakan Anda, Anda bisa memanggil saya seenaknya. Heh, tidak ada yang berubah kecuali kerjasama kita mengerti." Azam berkata penuh penekanan mengasakan jika tidak ada yang berubah dari hubungannya dengan Hendro."I-iya Tuan muda maafkan saya," gagap Hendro seraya menunduk malu.Sungguh pria paruh baya itu tak menyangka jika sang tuan muda masih saja sulit untuk ia jangkauan. Meski saat ini Alena keponakannya sudah menjadi istri Azam."Zen suruh Pak Aryo mengantar mereka pulang," titah Azam pada Zen untuk meminta Aryo supir pribadi di rumahnya untuk mengantar Hendro dan keluarganya pulang."Baik Tuan muda," jawab Zen kemudian menghubungi nomer Arya sang sopir pribadi untuk mengantar Hendro dan keluarganya.Hendro dan keluarganya pun kembali kekediaman mereka, meninggalkan Alena di rumah Azam. Isak tangis pun kembali pecah saat Alena mengantar paman, bibi dan sepupunya masuk kedalam mobil.Azam menatap Alena yang terlihat begitu sedih. Namun, sayangnya tatapan Azam bukanlah tatapan iba.Pria itu justru mencibir dalam hati, melihat kesedihan Alena saat keluarga Hendro meninggalkan kediamannya. Pria berparas tampan itu paham dan tahu betul hubungan Alena dengan keluarga Hendro.Tak ada perhatian apalagi kasih sayang untuk Alena selama gadis itu tinggal disana. Azam begitu heran mengapa Alena begitu sedih, padahal orang-orang itu tak ada yang menyayanginya."Ikut aku!" Azam tak tahan lagi melihat Alena yang terus berdiri menatap mobil yang membawa keluarga Hendro, meski mobil itu sudah tak terlihat.Azam menyeret tangan Alena. Membawa gadis itu kelantai atas tempat dimana kamarnya berada."Akhh!" teriak Alena ketika tubuhnya dilempar kasar oleh Azam keatas ranjang."Berhenti menangis! Sudah kubilang aku tidak suka tangisanmu!" Azam berkata seraya mencengangkan dagu Alena.Tatapan pria itu begitu tajam dan menakutkan. Sementara, Alena hanya bisa terdiam dan seketika menghentikan tangisnya."Dasar tidak berguna!" Azam berkata dengan kesal seraya menghempaskan wajah Alena.Pria itu kemudian melangkah dengan wajah penuh kekesalan. Meninggalkan Alena sendiri di kamarnya.Sepeninggal Azam, Alena kembali terisak meratapi jalan hidupnya. Bayang-bayang kenangan dan janji-janji yang ia ucapkan bersama Jonatan sang kekasih terus saja berputar. Alena tak menyangka jika hidupnya akan berubah begitu drastis hanya dalam hitungan jam.Tok!Tok!Tok!Ketukan pintu terdengar memecah kesedihan Alena. Tangisnya segera ia hentikan, kemudian bangkit melangkah membuka pintu."Non, maaf saya mengantarkan pakaian untuk Non Alena, dan kata Tuan Azam ... Non diminta untuk segera membersihkan diri dan mengganti pakaian," ujar wanita paruh baya yang merupakan pimpinan asisten rumah tangga dikediaman Azam."Terima kasih Bu." Alena berucap seraya tersenyum tipis."Panggil saya Mbok Nani Non, kalau Non perlu apa-apa jangan sungkan minta aja sama Mbok ya," ujar wanita paruh baya itu lagi seraya menggenggam tangan Alena.Asisten rumah tangga bersama Nani itu begitu iba melihat Alena. Mbok Nani sudah tahu jika pernikahan yang terjadi saat ini adalah pernikahan paksa."Sekali lagi terima kasih Mbok Nani." Air mata Alena kembali meluncur saat mendengar kata-kata dari Mbok Nani.Alena seakan memiliki dukungan meski wanita paruh baya yang berdiri dihadapannya itu hanyalah seorang asisten rumah tangga. Sejak kedua orang tuanya meningal Alena belum pernah mendapat dukungan dari orang-orang sekitarnya kecuali dari Jonatan sang kekasih."Ya sudah Non cepat bersih-bersih abis itu turun buat makan malam," ujar Mbok Nani lembut, seraya pergi meninggalkan Alena.Alena kemudian bergegas membersihkan diri. Selang beberapa menit kemudian wanita berparas cantik itu sudah terlhat freh.Alena kemudian melangkah turun menuju ruang makan. Di ruang makan, sudah berdiri beberapa pelayan yang siap melayaninya.Dengan ragu Alena mendudukan dirinya di kursi meja makan. Namun, wanita itu tak langsung menyendok hidangan dihadapannya."Silakan Non," ujar Mbok Nani seraya menyendokkan nasi ke dalam piring Alena."Sudah cukup Mbok, terima kasih biar saya saja." Alena berkata dengan senyum canggungnya. Sungguh ia tak bisa dilayani, apalagi oleh orang yang lebih tua darinya."Baik Non, makan yang banyak ya, jika ada makanan yang ingin Non makan bilang saja nanti si mbok buatkan," ujar mbok Nani membalas senyum Alena. Alena mengangguk kemudian memulai acara makannya.Setelah selesai makan, Alena kemudian melangkah kembali ke kamar Azam. Wanita itu duduk di pinggir ranjang tak tahu harus melakukan apa.Alena pun meraih ponselnya yang terletak diatas nakas. Dengan iseng Alena membuka galeri fotonya.Alena melihat kembali foto-foto dirinya bersama Jonatan. Senyum tipisnya mengembang saat melihat salah satu foto, dimana ia dan Jonatan tengah duduk disebuah ayunan."Permisi Non, apa Non Alena sudah tidur?" tanya mbok Nani dari luar."Belum Mbok, sebentar." Alena menaruh kembali ponselnya kemudian bergegas membuka pintu. "Ada apa Mbok?" tanya Alena begitu ia membuka pintu."Ini Non, dari Tuan, katanya sebentar lagi Tuan akan segera pulang. Tuan meminta Non, untuk pakai ini." Mbok Nani berujar seraya menyerahkan peper bag itu pada Alena. "Apa ini Mbok?" ucap Alena penuh tanda tanya."Ndak tahu Non, em ... Ya sudah si Mbok tinggal dulu ya Non." Mbok Nani mengelus tangan Alena setelah itu wanita paruh baya itu pun pergi meninggalkan kamar Alena.Alena tersenyum tipis, kemudian kembali masuk kedalam kamarnya. Wanita berparas cantik itu langsung mengeluarkan isi paper bag itu. Alangkah terkejutnya Alena ketika wanita itu melihat sebuah lingerie berwarna hitam yang terlihat begitu transparan. Matanya melotot dengan mulut yang menganga, Alena benar-benar tak percaya jika Azam menyuruhnya memakai lingerie tipis itu. "Tidak! Tidak! Aku tidak akan pernah memakai ini apalagi dihadapannya," gumam Alena menolak perintah Azam.Alena tak sudi memamerkan lekuk tubuhnya pada pria asing. Meski Azam kini adalah suaminya, Alena tak mungkin semudah itu melakukannya. Apalagi saat ini dirinya terus mengingat wajah Jonatan. Rasanya Alena tak sanggup bahkan sekedar duduk bersebelahan dengan Azam pun rasanya begitu enggan Alena lakukan.Azam malangkah tegap menuju lantai dua kamarnya. Pria itu tersenyum devil membayangkan penampilan Alena yang mengenakan lingerie yang telah ia kirimkan beberapa jam lalu. Pria itu rupanya telah memiliki rencana untuk bersenang-senang dengan wanita yang sangat dicintai oleh adik tirinya itu. Azam bahkan sudah tak sabar membayangkan bagaimana reaksi Jonatan.Saat adik tirinya itu melihat wanita yang ia cintai kini telah resmi menjadi kakak iparnya. Membayangkan wajah Jonatan yang patah hati dan hancur adalah pemandangan terindah bagi Azam. Sementara di dalam kamar, Alena sedari tadi hanya duduk terdiam. Sorot mata tajamnya terus tertuju pada lingerie tipis berwarna hitam yang ada di pangkuannya dengan hati yang begitu dongkol. Wanita itu benar-benar tak sudi menuruti keinginan Azam untuk memakai pakaian itu. Alena meremas lingerie itu dengan tatapan penuh kekesalan. "Jangan harap aku mau memakai pakaian sampah ini!" geram Alena seraya melempar lingerie ditangannya. Azam membuka pin
Azam benar-benar sudah kehilangan kendali. Teriakan serta jeritan Alena tak ia dengarkan sama sekali. Pria itu seakan menulikan telinganya, yang ada di otaknya hanyalah kebencian dan dendam. Dalam sekali tarik lingerie tipis itupun telah lepas dari tubuh Alena. Azam melempar lingerie yang sudah tak berbentuk itu kesembarang arah. Tatapannya seketika berubah saat melihat pemandangan indah yang tersaji di hadapannya. Amarah bercampur nafsu kini telah menyelimuti diri pria itu."Aku mohon jangan lakukan ini Tuan Azam!" Alena terisak memohon seraya menyilangkan tangannya menutupi dua area sensitifnya."Heh, aku suamimu kita sudah menikah dan aku berhak melakukannya," jawab Azam mencibir perkataan Alena.Memang yang Azam lakukan saat ini bukanlah sesuatu yang melanggar hukum. Mereka sudah sah menjadi suami istri. Tentu saja apa yang Azam lakukan pada Alena saat ini, justru adalah suatu kewajiban."Iya kau memang berhak atas diriku! Tapi itu jika pernikahan kita didasari atas cinta! Dan d
Malam yang panjang kini telah berganti dengan pagi yang begitu cerah. Alena membuka perlahan kelopak matanya. Sinar matahari rupanya sudah mulai muncul menembus celah jendela kamar Azam. "Eummm ...." leguh Alena mencoba mengumpulkan kesadarannya. Namun, matanya seketika melotot saat mendapati sosok pria yang tidur disampingnya. Pria yang tidur dengan bertelanjang dada itupun seketika membuat ia melihat keadaannya sendiri. Alena begitu shock, wanita itu seakan tersadar. Ingatannya kembali pada kejadian semalam. Dimana Azam telah berhasil merenggut kesuciannya yang telah ia jaga selama 19 tahun. Kesucian yang hanya akan ia persembahkan untuk Jonatan sang kekasih kini telah hilang. Air mata Alena kini jatuh tak tertahankan, kala mengingat apa yang terjadi semalam adalah kenyataan. Statusnya kini sebagai Nyonya Azam jelas bukanlah mimpi. "Tidak! Akhh!" Elena meringis terjatuh ketika wanita itu bangkit dan hendak pergi dari kamar Azam. "Kau! Mau kemana, hah!" ujar Azam terbangun ketik
Nyonya Reina tersentak tak percaya dengan kata-kata Azam, yang terdengar seakan tanpa dosa. Lagi pula mana mungkin wanita paruh baya itu mau memberi restu pada hubungan yang akan membuat hati putranya hancur. Terlebih lagi, saat melihat mereka berdua terlihat mesra seakan Alena dengan suka rela menikah dengan Azam. "Apakah selama ini kau hanya mempermainkan putraku!" teriak Nyonya Reina melupakan amarahnya, seraya bangkit dari duduknya dengan tangan yang menunjuk kearah Alena. Sungguh wanita paruh baya itu benar-benar tak percaya. Jika ternyata selama ini gadis yang begitu dicintai oleh sang putra ternyata hanyalah seorang pengkhianat. Padahal Jonatan sudah merencanakan akan melamar Alena saat ia libur semester. Bahkan Jonatan juga sudah berencana akan langsung menikahi Alena begitu ia selesai dengan pendidikannya beberapa bulan lagi. "A-aku—" Alena tak tinggal diam wanita itu mencoba menjawab akan tetapi perkataannya langsung terhenti. Azam rupanya dengan cepat menggenggam tanga
Azam menatap lekat wajah Alena yang tengah tertidur. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi dan kini, dirinya sudah bersiap pergi menemui Zen sang asisten. Beberapa saat lalu Azam kemabli memalukan penyatuan bersama Alena.Azam benar-benar tak memiliki hati, ia benar-benar menganggap Alena sebagai budaknya di atas ranjang. Azam melakukannya tanpa cinta apalagi kelembutan sama sekali. Hanya kebencian yang ada dalam dirinya, apalagi saat mengingat Alena begitu mencintai Jonatan. Darahnya mendidih, bukan karena ia mencintai Alena. Melainkan ia begitu membenci orang-orang yang memiliki cinta dan kasih sayang pada Jonatan.Kring!Dering ponsel Azam terdengar seketika memutus tatapannya pada Alena. Pria itu meraih ponselnya kemudian menerima panggilan yang ternyata itu dari sistemnya Zen."Kau sudah bersamanya?" ucap Azam pada sang asisten tanpa basa-basi."Sudah Tuan,""Ada perkembangan?""Iya Tuan dan ini seperti dugaan Tuan,""Aku segera kesana."Azam menutup telponnya sepihak, denga
"Azam! Azam!" teriak Jonatan dengan penuh emosi memanggil nama Azam seraya melangkah kedalam rumah Azam. Sebelumnya pria itu tidak diperbolehkan masuk oleh satpam. Namun, Nyonya Reina yang ngotot dan mengancam pada sang satpam dengan membawa nama Tuan Abraham. Membuat satpam tersebut dengan terpaksa membuka pintu gerbang dan membiarkannya masuk.Jonatan yang terbang dari London kemarin malam langsung bertolak ke kediaman Azam. Untung saja hanya Nyonya Reina yang mengetahui kepulangan sang putra. Karena, jika Tuan Abraham sampai tahu, mungkin pria paruh baya itu pun tak mengijinkan Jonatan pergi ke rumah Azam. "Maaf Tuan Jonatan, Nyonya besar, Tuan Azam sedang pergi dan—" Mbok Nani menyahut, dengan berlari terponggoh-ponggoh menghampiri Jonatan dan Nyonya Reina."Alena! Alena!" teriak Nyonya Reina memotong perkataan Mbok Nani. Nyonya besar itu memanggil nama Alena tanpa menghiraukan perkataan sang asisten rumah tangga yang sedang menjelaskan keberadaan majikannya. "Alena!" Mendengar
Jonatan menatap sengit perlakuan Azam pada Alena. Tatapan Jonatan begitu penuh emosi seakan ingin menerkam Azam yang ada dihadapannya ini. Jonatan yang sebelumnya selalu menaruh sikap segan pada sang kakak tiri, kini seolah berubah tak bersahabat. Hanya ada kebencian yang mendalam pada sosok Azam yang begitu tega melakukan ini padanya. Padahal Jonatan selama ini selalu bersikap hormat dan menyayangi sang kakak. Namun, apa yang ia dapati, justru perlakuan yang begitu menyakitkan dari sang kakak. Pengkhianatan yang tak pernah disangka, karena selama ini Jonatan melihat sosok Azam yang begitu pendiam. Pria itu tak menyangka jika ternyata sang kakak tiri memiliki dendam padanya. Azam benar-benar menyembunyikan rapi kebenciannya pada Jonatan dan sang mamah. Andai Jonatan tahu rencana Azam mungkin, pria itu sudah lebih dulu menikahi Alena. "Jadi ini maksudmu tentang balas dendam itu?" ucap Jonatan seraya berdiri memegangi perutnya yang masih terasa nyeri akibat pukulan Azam. "Heh kau
Alena melangkah kedalam kamar dengan wajah yang terus ia tundukan, kakinya seakan begitu berat. Sementara, Azam menatap Alena dengan senyum yang terlihat begitu sumringah. Pria itu benar-benar menikmati kemenangan yang tengah ia dapatkan saat ini. Melihat wajah kehancuran Jonatan, membuat Azam begitu bahagia. Namun, tentu saja balas dendam Azam tak cukup sampai disini. Pria itu belum benar-benar puas jika belum melihat Jonatan putus asa. Apalagi dugaannya tentang nyonya Reina yang ia curigai sebagai pembunuh sang mamah. Membuat pria itu tidak akan berhenti sampai disini. Azam tentu akan melakukan hal yang lebih dari apa yang ia lakukan hari ini. Sedangkan untuk Alena sendiri, Azam tak memungkiri jika ia sudah sangat menikmati saat-saat permainan panasnya bersama Alena.Azam seolah sudah merasa candu pada wanita berparas cantik yang berstatus istrinya itu. Akan tetapi sayangnya, Azam hanya menganggap Alena sebagai pemuas nafsunya diatas ranjang. Azam tetap membenci Alena karena wani
Hari berganti hari, kini sudah dua bulan Alena bekerja di perusahaan sang suami. Banyak karyawan yang menyukai Alena disana. Bagiamana tidak, wanita ramah dengan paras cantik serta penuh sopan santun. Jelas membuat banyak karyawan suka pada sosok Alena. Apalagi Alena juga termasuk karyawan yang cerdas. Terbukti saat ia diminta membuat rancangan untuk prodak terbaru Galaxy grup. Alena mampu mempersembahkan maha karya yang begitu apik. Dan itu jelas semakin membuat para karyawan terpesona pada sosok Alena. Namun, tak sedikit pula yang membenci Alena. Itu karena mereka sudah terhasut oleh kata-kata Mery. Iya Mery dan Nara semakin kesal ketika Nara yang rencananya akan kembali ke Galaxy grup dengan bantuan Nyonya Reina. Nyatanya gagal total, karena Azam menolak mentah-mentah usulan itu. Alhasil kini, Zen lah yang merangkap sebagai sekertaris Azam.Hal itu membuat Mery dan Nara mengubah rencana mereka. Mereka berdua kini justru memanfaatkan interaksi Alena dengan Azam yang kini semakin
Alena melangkah mantap menuju ruangan Azam. Bumil itu sebenarnya masih malas berhadapan dengan Azam, sang suami. Namun, apa boleh buat. Ia harus profesional karena ini adalah panggilan kerja. Alena langsung mengetuk pintu ruangan Azam. Akan tetapi, pintu tak kunjung dibuka. Alena menghembuskan nafas beratnya, mulai merasakan kekesalan di hatinya. "Dasar kekanak-kanakan!" gerutu Alena langsung membuka pintu ruangan Azam. "Akhhh!" Alena sontak berteriak ketika tiba-tiba saja, tangannya ditarik dari belakang. Rupanya Azam sengaja tidak membuka pintu dan membiarkan Alena membukanya sendiri. Sementara, pria itu bersembunyi di balik pintu. "Pak tolong lepaskan say—eummm!" protes Alena langsung dibungkam dengan ciuman oleh Azam. Pria itu mencium begitu bringas namun, masih dengan kelembutan. Ciuman Azam begitu panas, seolah pria itu tengah menegaskan sesuatu. Merasakan ada sesuatu yang lain dari suaminya. Alena yang tadinya berontak kini mulai mengalungkan tanganya. Membalas ciuman Azam
Nara langsung mengadu pada Nyonya Reina. Gadis licik itu tak mau begitu saja pergi dari Galaxy group. Rencananya bahkan belum sepenuhnya ia jalankan. "Kamu tenang saja, aku akan membuat Azam menerimamu kemabli. Tapi, ingat jangan pernah berbuat gegabah lagi! Dan mulai sekarang aku yang akan mengendalikan dan menyusun rencana. Jangan pernah berbuat diluar perintahku mengerti!" ucap Nyonya Reina geram. Wanita paruh baya itu begitu kesal dengan sikap Nara yang terlalu gegabah. "Baik Nyonya kali ini aku berjanji tidak akan bertindak gegabah lagi." Nara berkata seraya tertunduk menyesali tindakannya yang terlalu cepat. Nara begitu Pedenya berpikir jika Azam pasti akan tergoda padanya. Karena bagaimana pun, Nara sedang berperan sebagai wanita masa lalunya. Sementara, dilain tempat, Azam tengah gelisah. Pria itu terus menatap jam dinding yang terpampang di ruangannya. Azam begitu menantikan saat-saat jam pulang kantor. Pria itu ingin secepatnya bertemu dan berbicara menjelaskan kesalahpah
Keesokan harinya Alena Kembali masuk ke kantor. Insiden kemarin yang mengakibatkan Mery sang manajer dihukum akibat ulahnya pada Alena. Ternyata membuat Mery justru tambah membenci Alena. Apalagi kemarin sore setelah pulang dari kantor. Nara yang sempat menggantikan tugas Alena karena suruhan Zen. Memutuskan untuk bertemu dengan Mery. Dalam pertemuan itu, Nara rupanya langsung mengajak Mery bekerja sama. Nara nyalin betul jika Mery pasti membenci Alena. Apalagi ketika Zen juga ikut memarahinya. Mery rupanya adalah salah satu karyawan yang mengagumi bahkan menaruh rasa pada Zen. Wanita itu begitu sakit hati ketika Zen, dengan terang-terangan memarahinya hanya karena seorang Alena. Dan karena itulah Mery semakin membenci Alena.Hingga wanita itu langsung mengiyakan begitu Nara mengajaknya bekerjasama. Sedangkan Nara, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Mendengar Mery yang mau bekerjasama dengannya. Karena itu artinya Nara tidak perlu menggunakan tangannya untuk mengerjai Alena."Z
Azam berjalan cepat menuju departemen design produksi. Pria berparas tampan. itu benar-benar emosi. Pagi ini moodnya dibuat kacau tidak karuan. Mendapati Nara, wanita masa kecilnya yang mati-matian ia hindari demi Alena. Kini justru berada dekat dengannya. Niat hati ingin melihat sang istri dari kejauhan untuk meredakan kekesalan hatinya. Azam justru dibuat begitu emosi. Ketika melihat sang istri harus repot-repot membuat belasan minuman untuk karyawannya. "Mery!" teriak Azam langsung masuk ke dalam ruangan Mery manager design produksi. "Tuan Azam." Mery begitu terkejut melihat kedatangan Azam yang begitu tiba-tiba. "Apa di Galaxy group kekurangan OB! Apa aku perlu menambah OB untuk membuat minuman untuk para karyawan!" bentak Azam seraya menggebrak meja kerja Mery membuat wanita berusia 35 tahun itu tersentak kaget. "Ma-maaf Tuan Azam apa maksud Anda?" Mery bertanya dengan gagap, maksud kemarahan Azam sesungguhnya. "Maksud ku? Kau tanya maksudku! Kau menyuruh anak magang untuk
Nara masuk ke ruangan Azam dengan langkah gemulainya. Wanita itu begitu percaya diri menatap Azam yang terlihat terkejut. Iya, Nara rupanya dipersiapkan oleh Nyonya Reina untuk menjadi sekertaris Azam. Sementara, sekertaris Azam sendiri, sudah disuap dengan sejumlah uang untuk mengundurkan diri. Nyonya Reina benar-benar tak segan menghabiskan uang untuk memuluskan jalannya. Wanita paruh baya itu benar-benar ingin menghancurkan Azam dan Alena. "Selamat pagi Pak Azam, perkenalkan saya Anara Hendropriyono. Saya adalah mahasiswi magang, tapi saya ditempatkan untuk menjadi sekertaris Bapak," ujar Nara memperkenalkan diri. Azam terdiam menatap Nara apalagi ternyata wanita itu tegah memakai kalung berliontin separuh hati. Tentu saja pria itu terpaku, pasalnya ia tahu betul makna dari liontin itu sendiri. Meski detektif suruhnya sudah memberitahu siapa wanita masa kecilnya sekaligus pemilik liontin itu. Namun, entah mengapa hari pria itu sama sekali tak tersentuh. Azam ingin melupakan ten
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Alena pun akhirnya tiba. Dimana hari ini adalah hari pertamanya sebagai mahasiswa magang. Alena berdandan begitu cantik dengan setelan formalnya. Meski kandungannya sudah menginjak usia 5 bulan. Namun, Alena masih terlihat begitu cantik. Perutnya yang sedikit membuncit tak mengurangi keindahan tubuh Alena. Justru wanita itu semakin terlihat seksi. "Sayang, kau yakin akan ke kantor?" tanya Azam seraya memeluk Alena dari belakang. Alena tersenyum, wanita yang tengah mematut dirinya di depan cermin, akhirnya membalikan tubunya menghadap ke arah sang suami. "Iya Mas, bukankah sudah dari satu minggu lalu aku melamar dan kau juga kan yang menyetujuinya." Alena menangkap wajah sang suami yang terlihat sendu. Entah kenapa satu minggu ini Azam menjadi pria yang begitu maja. Bak anak kecil, Azam kadang tak segan merengek minta dimanja. "Tapi kalau kamu cantik begini, apa aku bisa rela. Lagi pula kenapa status harus disembunyikan si sayang," rengek Azam lagi-la
Tiga hari setelah pertemuannya dengan ayah dan mamah tirinya. Azam terlihat semakin posesif. Tentu saja kejadian beberapa bulan lalu, ketika Alena diculik oleh Nyonya Reina dan Karen. Membuat Azam begitu posesif kali ini. Bagaimana pun pria itu tahu betul bagaimana sikap Karen dan mamah tirinya itu. Azam tentu tidak ingin ambil resiko. Apalagi saat ini Alena tengah mengandung buah cintanya. "Mas, bukankah magangku empat hari lagi, tapi kenapa sekarang aku sudah harus itu kamu ke kantor?" tanya Alena pada Azam. Kini mereka tengah berada dalam mobil yang hendak ke kantor Galaxy group. "Sayang, bukankah kau harus mengenal lebih dekat perusahaan yang akan kau singgahi." Azam menjawab pertanyaan Alena tanpa mengalihkan pandangannya ke layar laptop. "Baiklah, bararti aku langsung ke kampus setelah makan siang ya Mas," ujar Alena seraya memakan sandwich sisa sarapannya yang ia bawa. "Siapa yang menyuruhmu pergi ke kampus?" "Maksud Mas?" "Kau akan di kantor menemani ku sampai jam pulang
Pernyataan Tuan Abraham sontak membuat Azam dan Alena terkejut. Bagiamana tidak, sang ayah begitu entengnya meminta dirinya untuk menikahi wanita lain. Padahal saat ini jelas-jelas Alena ada di sampinya. Ditambah lagi, istrinya itu kini tengah mengandung. Namun, Tuan Abraham seolah tak perduli dan tak menganggap Alena sama sekali. Alena benar-benar tak ada harganya di mata kedua orang tua itu. "Apa Ayah sadar dengan permintaan Ayah barusan? Tidak kah Ayah lihat aku sedang bersama siapa? Bahkan istriku sedang hamil Yah, dan Ayah dengan entengnya memintaku untuk menikahi wanita itu!" Azam benar-benar geram, sambil menunjuk Karen. Pria itu meluapkan emosinya yang membuncah. "Persetan dengan pernihakan mu! Aku tidak merestuinya Azam! Pokoknya kau harus menikahi Keren secepatnya!" hardik Tuan Abraham tak berperasaan. "Heh, persetan dengan pernikahan ku? Kalau begitu aku pun sama, persetan dengan permintaan mu Ayah! Sampai kapanpun aku tidak akan menikahi wanita itu!" Azam membantah den