Malam yang panjang kini telah berganti dengan pagi yang begitu cerah. Alena membuka perlahan kelopak matanya. Sinar matahari rupanya sudah mulai muncul menembus celah jendela kamar Azam.
"Eummm ...." leguh Alena mencoba mengumpulkan kesadarannya. Namun, matanya seketika melotot saat mendapati sosok pria yang tidur disampingnya. Pria yang tidur dengan bertelanjang dada itupun seketika membuat ia melihat keadaannya sendiri. Alena begitu shock, wanita itu seakan tersadar. Ingatannya kembali pada kejadian semalam. Dimana Azam telah berhasil merenggut kesuciannya yang telah ia jaga selama 19 tahun. Kesucian yang hanya akan ia persembahkan untuk Jonatan sang kekasih kini telah hilang. Air mata Alena kini jatuh tak tertahankan, kala mengingat apa yang terjadi semalam adalah kenyataan. Statusnya kini sebagai Nyonya Azam jelas bukanlah mimpi. "Tidak! Akhh!" Elena meringis terjatuh ketika wanita itu bangkit dan hendak pergi dari kamar Azam. "Kau! Mau kemana, hah!" ujar Azam terbangun ketika mendengar suara teriakan Alena. "Oh apa kau sudah baikan sayang." Azam kembali berucap seraya bangkit dan langsung mendekat pada Alena yang masih terduduk di lantai. "Kenapa tidak membangunkan ku, hem," ujar Azam terus berbicara namun, hanya diatangapai dengan tatapan penuh air mata oleh Alena. Wanita itu begitu hancur dan ketakutan saat ini. Saat mengingat bagaimana Azam memaksanya tadi malam. "Lepaskan aku!" Alena berteriak seraya memberontak saat Azam tiba-tiba saja menggendong tubuhnya. "Akhhh!" teriak Alena ketika tubuhnya dihempaskan kasar ke atas ranjang. Wanita itu bringsut mundur dengan wajah ketatkuatan. Tubuhnya gemetar melihat wajah Azam yang terlihat dingin. Tidak, Alena tidak ingin kejadian semalam terulang lagi. "Kau mau kabur." Azam berbisik dengan nada tegas seraya mencengkeram dagu Alena."Ti-tidak a-aku hanya ingin kekamar mandi," jawab Alena terbata. Sungguh wanita itu sepertinya mulai trauma melihat sosok Azam yang terlihat bak iblis. Azam tersenyum mendengar jawaban Alena pria itu melepas cengkramannya pada dagu Alena kemudian berkata."Aku akan mengantarmu istriku." Lagi-lagi tanpa aba-aba Azam menggendong tubuh Alena. Membawa wanita itu ke kamar mandi. "Akhhh!" pekik Alena ketika tubuhnya digendong oleh Azam. Tangannya reflek memeluk leher Azam. Lagi-lagi dirinya hanya bisa pasrah pada apa yang Azam lakukan. Azam meletakan tubuh Alena kedalam bathtub. "Akhhh panas!" jerit Alena ketika air panas dalam bathtub menyentuh kulit punggungnya. Rupanya Azam menyalakan kran air panas yang langsung membasahi tubuh Alena. "Ah panas ya oh ... maaf istriku." Mendengar jeritan Alena Azam justru tersenyum penuh kemenangan. Pria itu menghentikan sejenak aksinya namun, detik berikutnya ia kembali menyalakan kran air panas. "Akhhh! Panas!" teriak Alena seraya berdiri dari posisinya. "Kau mau kemana, hah! Bukankah kau ingin mandi!" Azam dengan cepat pangsung menekan tubuh Alena sehingga wanita itu kembali terduduk di dalam bathtub yang berisi air panas. "Panas! Tolong ini panas sekali Tuan!" Rintih Alena seraya terisak menahan panasnya air yang merendam tubuhnya."Kau pantas mendapatkannya!" Bukannya menghentikan aksinya Azam justru tersenyum melihat Alena kesakitan.Sunggun Azam benar-benar tak memiliki hati. Dengan teganya pria itu merendam tubuh Alena dengan air panas. Untung saja suhu air panas dalam bathtub itu tidak melebihi 70⁰. Namun, tetap saja kulit Alena terlihat melepuh. "Heh! Cepat bersihkan dirimu, dan jangan pernah berbuat sesuatu yang membuatku marah! Ku ingatkan sekali lagi, semua yang ada pada dirimu sekarang adalah milikku! Bahkan jika kau ingin mati itu harus seijinku mengerti!" bentak Azam kemudian melangkah keluar meninggalkan Alena sendiri di kamar mandi.Sepeninggal Azam, Alena langsung bangkit dari bathtub dan berlari menuju shower. Wanita itu menyalakan air dingin dan langsung mengguyur tubuhnya. Alena kembali terisak meratapi nasibnya yang begitu buruk. "Kak Jonatan!" Isaknya memanggil nama Jonatan. Sungguh Alena benar-benar merindukan sosok Jonathan. Namun, apalah daya dirinya sadar jika saat ini mereka sudah tidak mungkin lagi bersatu. Alena sudah merasa sangat kotor, terlebih lagi Azam adalah pria yang begitu kejam. Apalagi tujuan Azam adalah untuk balas dendam. Entah nantinya akan seperti apa nasibnya dan juga Jonatan. Saat ini yang bisa Alena lakukan hanyalah menurut pada Azam. Agar pria itu tak berbuat lebih jauh pada Jonatan."Kau sudah siap istriku sayang, em ... aku harap malam nanti kau bersiap, akan ada kejutan untukmu," ucap Azam ketika melihat Alena keluar dari kamar mandi. Alena tak menjawab wanita itu hanya mengangguk seraya tertunduk. Azam melihat tubuh Alena yang hanya mengenakan handuk pun kembali mendekat. Pria itu langsung mencium pundak Alena yang terbuka. Membuat wanita berparas cantik itu seketika mendesah. "Apa kau ingin honey?" Azam tersenyum saat mendengar desahan Alena yang terdengar begitu merdu di telinganya. "Tidak, aku emm," ucap Alena langsung terhenti ketika Azam langsung membungkam mulut wanita itu dengan ciumannya. Sungguh dalam hati Alena ingin sekali menolak dan memberontak. Namun, ia tahu bahwa pasti akan ada konsekuensi yang akan ia terima. Tidak, Alena tidak sanggup lagi jika harus menerima lebih banyak lagi siksaan yang axam berikan. "Aku tidak menerima penolakan! Kau mengerti!" Azam berucap seraya melepas handuk yang Alena kenakan. Pria itu mulai mencumbu tubuh Alena. Sementara, Alena hanya bisa pasrah menerima perlakuan Azam.Tok!Tok!Ketukan pintu terdengar dari luar dan sontak menghentikan aksi Azam. Pria itu mengehentikan kegiatannya kemudian menatap tajam daun pintu. Seakan memaki pada orang di luar sana yang sudah lancang mengganggunya. "Siapa!" bentaknya pada orang diluar sana. "Saya Tuan em ... maaf ada Tuan Abraham dan Nyonya Reina di luar menunggu Tuan muda." Suara Mbok Nani terdengar dari luar memberitahu jika saat ini Tuan besar dan Nyonya besar sudah ada di bawah menunggu Azam. "Shitt! Untuk apa tua bangka itu datang!" Makinya pada Ayah dan juga Ibu sambungnya itu. "Cepat kenakan pakaianmu kita akan menemui Ayah dan Ibu mertuamu, bawah!" ujar Azam menatap tajam Alena, mengintruksikan sang istri untuk segera bersiap.Selang beberapa menit kemudian Azam dan Alena sudah siap. Azam dan Alena berjalan keluar dari kamar menuju ke lantai bawah ruang tamu. Dimana Tuan Abraham dan Nyonya Reina menunggu. Azam meraih tangan Alena kemudian menaruhnya di lengannya. Rupanya Azam tiba-tiba saja memiliki sebuah ide. Pria itu berpikir kedatangan kedua orang tua itu pasti ada hubungannya dengan Alena. Jonatan pasti sudah memberikan kabar tentang pernikahannya dengan Alena. Reina pasti akan meminta penjelasan darinya mengapa ia menikahi kekasih putra tercintanya itu. "Kau harus terlihat mesra, aku tidak ingin mereka berpikir jika aku memaksa mu mengerti!" Ancam Azam pada Alena ketika mereka melangkah menuju ruang tamu. "I-iya Tuan," jawab Alena terbata."Panggil aku sayang!" Azam kembali mengintruksi Alena untuk memanggilnya dengan sebutan sayang. "Tapi aku tidak bisa—" ucap Alena terhenti ketika Azam langsung memotong perkataannya."Jika kau tidak menuruti perintahku, kau tidak akan pernah tahu apa yang bisa aku lakukan pada Jonatan." Azam lagi-lagi mengancam dan ancamannya kali ini langsung membuat Alena tersentak kemudian mengangguk patuh. "Bagus, menurutlah maka aku pastikan Jonatanmu akan baik-baik saja," ujar Azam seraya tersenyum penuh kemenangan. Mereka kemudian melanjutkan langkah menuju ruang tamu. "Alena!" Panggil Nyonya Reina seraya bangkit begitu melihat sosok Alena wanita yang begitu dicintai oleh putranya itu. Nyonya Reina begitu terkejut melihat Alena dan Azam yang terlihat begitu mesra. "Hai Ayah em ... hai Tante," sapa Azam tersenyum penuh arti menyapa kedua orang tua yang terlihat begitu terkejut. "Alena apa maksud semua ini bukankah kau dan Jonatan—" Terhenti, perkataan Nyonya Reina seketika terhenti ketika Azam mengangkat telapak tangannya."Nyonya Reina tidaklah kau kesini untuk memberi kami selamat sekaligus doa restumu?" Azam tersenyum menyeringai menatap raut wajah Nyonya Reina yang terlihat begitu kesal.Nyonya Reina tersentak tak percaya dengan kata-kata Azam, yang terdengar seakan tanpa dosa. Lagi pula mana mungkin wanita paruh baya itu mau memberi restu pada hubungan yang akan membuat hati putranya hancur. Terlebih lagi, saat melihat mereka berdua terlihat mesra seakan Alena dengan suka rela menikah dengan Azam. "Apakah selama ini kau hanya mempermainkan putraku!" teriak Nyonya Reina melupakan amarahnya, seraya bangkit dari duduknya dengan tangan yang menunjuk kearah Alena. Sungguh wanita paruh baya itu benar-benar tak percaya. Jika ternyata selama ini gadis yang begitu dicintai oleh sang putra ternyata hanyalah seorang pengkhianat. Padahal Jonatan sudah merencanakan akan melamar Alena saat ia libur semester. Bahkan Jonatan juga sudah berencana akan langsung menikahi Alena begitu ia selesai dengan pendidikannya beberapa bulan lagi. "A-aku—" Alena tak tinggal diam wanita itu mencoba menjawab akan tetapi perkataannya langsung terhenti. Azam rupanya dengan cepat menggenggam tanga
Azam menatap lekat wajah Alena yang tengah tertidur. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi dan kini, dirinya sudah bersiap pergi menemui Zen sang asisten. Beberapa saat lalu Azam kemabli memalukan penyatuan bersama Alena.Azam benar-benar tak memiliki hati, ia benar-benar menganggap Alena sebagai budaknya di atas ranjang. Azam melakukannya tanpa cinta apalagi kelembutan sama sekali. Hanya kebencian yang ada dalam dirinya, apalagi saat mengingat Alena begitu mencintai Jonatan. Darahnya mendidih, bukan karena ia mencintai Alena. Melainkan ia begitu membenci orang-orang yang memiliki cinta dan kasih sayang pada Jonatan.Kring!Dering ponsel Azam terdengar seketika memutus tatapannya pada Alena. Pria itu meraih ponselnya kemudian menerima panggilan yang ternyata itu dari sistemnya Zen."Kau sudah bersamanya?" ucap Azam pada sang asisten tanpa basa-basi."Sudah Tuan,""Ada perkembangan?""Iya Tuan dan ini seperti dugaan Tuan,""Aku segera kesana."Azam menutup telponnya sepihak, denga
"Azam! Azam!" teriak Jonatan dengan penuh emosi memanggil nama Azam seraya melangkah kedalam rumah Azam. Sebelumnya pria itu tidak diperbolehkan masuk oleh satpam. Namun, Nyonya Reina yang ngotot dan mengancam pada sang satpam dengan membawa nama Tuan Abraham. Membuat satpam tersebut dengan terpaksa membuka pintu gerbang dan membiarkannya masuk.Jonatan yang terbang dari London kemarin malam langsung bertolak ke kediaman Azam. Untung saja hanya Nyonya Reina yang mengetahui kepulangan sang putra. Karena, jika Tuan Abraham sampai tahu, mungkin pria paruh baya itu pun tak mengijinkan Jonatan pergi ke rumah Azam. "Maaf Tuan Jonatan, Nyonya besar, Tuan Azam sedang pergi dan—" Mbok Nani menyahut, dengan berlari terponggoh-ponggoh menghampiri Jonatan dan Nyonya Reina."Alena! Alena!" teriak Nyonya Reina memotong perkataan Mbok Nani. Nyonya besar itu memanggil nama Alena tanpa menghiraukan perkataan sang asisten rumah tangga yang sedang menjelaskan keberadaan majikannya. "Alena!" Mendengar
Jonatan menatap sengit perlakuan Azam pada Alena. Tatapan Jonatan begitu penuh emosi seakan ingin menerkam Azam yang ada dihadapannya ini. Jonatan yang sebelumnya selalu menaruh sikap segan pada sang kakak tiri, kini seolah berubah tak bersahabat. Hanya ada kebencian yang mendalam pada sosok Azam yang begitu tega melakukan ini padanya. Padahal Jonatan selama ini selalu bersikap hormat dan menyayangi sang kakak. Namun, apa yang ia dapati, justru perlakuan yang begitu menyakitkan dari sang kakak. Pengkhianatan yang tak pernah disangka, karena selama ini Jonatan melihat sosok Azam yang begitu pendiam. Pria itu tak menyangka jika ternyata sang kakak tiri memiliki dendam padanya. Azam benar-benar menyembunyikan rapi kebenciannya pada Jonatan dan sang mamah. Andai Jonatan tahu rencana Azam mungkin, pria itu sudah lebih dulu menikahi Alena. "Jadi ini maksudmu tentang balas dendam itu?" ucap Jonatan seraya berdiri memegangi perutnya yang masih terasa nyeri akibat pukulan Azam. "Heh kau
Alena melangkah kedalam kamar dengan wajah yang terus ia tundukan, kakinya seakan begitu berat. Sementara, Azam menatap Alena dengan senyum yang terlihat begitu sumringah. Pria itu benar-benar menikmati kemenangan yang tengah ia dapatkan saat ini. Melihat wajah kehancuran Jonatan, membuat Azam begitu bahagia. Namun, tentu saja balas dendam Azam tak cukup sampai disini. Pria itu belum benar-benar puas jika belum melihat Jonatan putus asa. Apalagi dugaannya tentang nyonya Reina yang ia curigai sebagai pembunuh sang mamah. Membuat pria itu tidak akan berhenti sampai disini. Azam tentu akan melakukan hal yang lebih dari apa yang ia lakukan hari ini. Sedangkan untuk Alena sendiri, Azam tak memungkiri jika ia sudah sangat menikmati saat-saat permainan panasnya bersama Alena.Azam seolah sudah merasa candu pada wanita berparas cantik yang berstatus istrinya itu. Akan tetapi sayangnya, Azam hanya menganggap Alena sebagai pemuas nafsunya diatas ranjang. Azam tetap membenci Alena karena wani
Pagi hari yang cerah Alena sudah bersiap, wanita itu terlihat cantik dan rapi. Iya, pagi ini Alena akan memulai lagi kegiatan belajarnya di kampus. Setelah beberapa hari ini ia tidak masuk kuliah dikarenakan pernikahannya dengan Azam. Alena bahkan sempat berpikir jika, dirinya sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk berkuliah. Namun ternyata Azam pria kejam itu, mengijinkannya untuk kembali berkuliah. Meski Alena harus mengikuti segala aturan yang Azam berikan padanya. "Selamat pagi," ucap Alena menyapa Azam yang berada di meja makan."Kau sudah siap? Duduklah, dan sarapan." Azam menjawab dingin sapaan Alena seraya meneliti penampilan istrinya itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sementara Alena, wanita itu hanya mengangguk kemudian mendudukan bokongnya perlahan di kursi meja makan. Alena pun mengambil roti tawar kemudian mengolesinya dengan selai kacang. Tak ada lagi suara baik dari Azam maupun Alena. Suasana menjadi hening seketika karena kini, keduanya sarapan dengan tena
Azam tersentak ketika melihat seorang wanita berpenampilan seksi dan pria paruh baya sudah ada di dalam ruangannya. Azam tersenyum miring kemudian melangkah masuk. Azam sudah tahu apa tujuan pria paruh baya dan wanita muda dihadapannya ini datang pagi-pagi sekali menemuinya. "Azam!" panggil wanita muda berpenampilan seksi nan cantik itu seraya menghampiri dan langsung memeluk lengan Azam posesif. "Karen tolong jangan seperti ini." Azam berkata tegas seraya langsung melepaskan tangan Karen yang membelit di lengannya. Iya, wanita muda nan seksi itu bernama Karen. Karen adalah wanita yang begitu tergila-gila dan mencintai Azam. Karen sudah menganggap Azam sebagai calon suaminya. Tak hanya itu, Tuan Antonio papah Karen dan Tuan Abraham sudah merencanakan pernikahan mereka. Namun, sayangnya Azam yang keras kepala menolak dan bahkan sekarang pria itu sudah menikah diam-diam dengan Alena. Azam yakin kehadiran Karen beserta papahnya ini, pasti sudah diatur oleh Nyonya Reina. Karena sehar
"Non Alena!" teriak Arumi memanggil nama Alena ketika gadis itu berpapasan dengan beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang tengah menggotong tubuh Alena. Para mahasiswa dan mahasiswi itu, rupanya tengah membawa tubuh Alena yang tengah tak sadarkan diri menuju ke ruang kesehatan. Arumi tercengang ketika melihat wajah Alena memar dan darah yang mengalir di kepala bagian depan wanita itu. Entah apa yang sudah terjadi pada Alena, hingga wanita berparas cantik itu bisa jatuh pingsan dan terluka begitu parah. "Apa yang terjadi?" Arumi bertanya pada salah satu mahasiswi yang terlihat begitu khawatir. "Tadi setelah makan siang di kantin Alena kemudian pamit ingin ke kamar mandi, tapi sudah 20 menit berlalu dia tidak kunjung keluar hingga aku menyusulnya ke kamar mandi, dan aku sudah melihat Alena sudah tergeletak pingsan," ujar Alisa sahabat Alena menceritakan kronologi bagaimana ia menemukan Alena."Itu artinya Non Alena sendirian ke kamar mandi dan kau tidak menemaninya? Apa Non Alena memil
Hari berganti hari, kini sudah dua bulan Alena bekerja di perusahaan sang suami. Banyak karyawan yang menyukai Alena disana. Bagiamana tidak, wanita ramah dengan paras cantik serta penuh sopan santun. Jelas membuat banyak karyawan suka pada sosok Alena. Apalagi Alena juga termasuk karyawan yang cerdas. Terbukti saat ia diminta membuat rancangan untuk prodak terbaru Galaxy grup. Alena mampu mempersembahkan maha karya yang begitu apik. Dan itu jelas semakin membuat para karyawan terpesona pada sosok Alena. Namun, tak sedikit pula yang membenci Alena. Itu karena mereka sudah terhasut oleh kata-kata Mery. Iya Mery dan Nara semakin kesal ketika Nara yang rencananya akan kembali ke Galaxy grup dengan bantuan Nyonya Reina. Nyatanya gagal total, karena Azam menolak mentah-mentah usulan itu. Alhasil kini, Zen lah yang merangkap sebagai sekertaris Azam.Hal itu membuat Mery dan Nara mengubah rencana mereka. Mereka berdua kini justru memanfaatkan interaksi Alena dengan Azam yang kini semakin
Alena melangkah mantap menuju ruangan Azam. Bumil itu sebenarnya masih malas berhadapan dengan Azam, sang suami. Namun, apa boleh buat. Ia harus profesional karena ini adalah panggilan kerja. Alena langsung mengetuk pintu ruangan Azam. Akan tetapi, pintu tak kunjung dibuka. Alena menghembuskan nafas beratnya, mulai merasakan kekesalan di hatinya. "Dasar kekanak-kanakan!" gerutu Alena langsung membuka pintu ruangan Azam. "Akhhh!" Alena sontak berteriak ketika tiba-tiba saja, tangannya ditarik dari belakang. Rupanya Azam sengaja tidak membuka pintu dan membiarkan Alena membukanya sendiri. Sementara, pria itu bersembunyi di balik pintu. "Pak tolong lepaskan say—eummm!" protes Alena langsung dibungkam dengan ciuman oleh Azam. Pria itu mencium begitu bringas namun, masih dengan kelembutan. Ciuman Azam begitu panas, seolah pria itu tengah menegaskan sesuatu. Merasakan ada sesuatu yang lain dari suaminya. Alena yang tadinya berontak kini mulai mengalungkan tanganya. Membalas ciuman Azam
Nara langsung mengadu pada Nyonya Reina. Gadis licik itu tak mau begitu saja pergi dari Galaxy group. Rencananya bahkan belum sepenuhnya ia jalankan. "Kamu tenang saja, aku akan membuat Azam menerimamu kemabli. Tapi, ingat jangan pernah berbuat gegabah lagi! Dan mulai sekarang aku yang akan mengendalikan dan menyusun rencana. Jangan pernah berbuat diluar perintahku mengerti!" ucap Nyonya Reina geram. Wanita paruh baya itu begitu kesal dengan sikap Nara yang terlalu gegabah. "Baik Nyonya kali ini aku berjanji tidak akan bertindak gegabah lagi." Nara berkata seraya tertunduk menyesali tindakannya yang terlalu cepat. Nara begitu Pedenya berpikir jika Azam pasti akan tergoda padanya. Karena bagaimana pun, Nara sedang berperan sebagai wanita masa lalunya. Sementara, dilain tempat, Azam tengah gelisah. Pria itu terus menatap jam dinding yang terpampang di ruangannya. Azam begitu menantikan saat-saat jam pulang kantor. Pria itu ingin secepatnya bertemu dan berbicara menjelaskan kesalahpah
Keesokan harinya Alena Kembali masuk ke kantor. Insiden kemarin yang mengakibatkan Mery sang manajer dihukum akibat ulahnya pada Alena. Ternyata membuat Mery justru tambah membenci Alena. Apalagi kemarin sore setelah pulang dari kantor. Nara yang sempat menggantikan tugas Alena karena suruhan Zen. Memutuskan untuk bertemu dengan Mery. Dalam pertemuan itu, Nara rupanya langsung mengajak Mery bekerja sama. Nara nyalin betul jika Mery pasti membenci Alena. Apalagi ketika Zen juga ikut memarahinya. Mery rupanya adalah salah satu karyawan yang mengagumi bahkan menaruh rasa pada Zen. Wanita itu begitu sakit hati ketika Zen, dengan terang-terangan memarahinya hanya karena seorang Alena. Dan karena itulah Mery semakin membenci Alena.Hingga wanita itu langsung mengiyakan begitu Nara mengajaknya bekerjasama. Sedangkan Nara, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Mendengar Mery yang mau bekerjasama dengannya. Karena itu artinya Nara tidak perlu menggunakan tangannya untuk mengerjai Alena."Z
Azam berjalan cepat menuju departemen design produksi. Pria berparas tampan. itu benar-benar emosi. Pagi ini moodnya dibuat kacau tidak karuan. Mendapati Nara, wanita masa kecilnya yang mati-matian ia hindari demi Alena. Kini justru berada dekat dengannya. Niat hati ingin melihat sang istri dari kejauhan untuk meredakan kekesalan hatinya. Azam justru dibuat begitu emosi. Ketika melihat sang istri harus repot-repot membuat belasan minuman untuk karyawannya. "Mery!" teriak Azam langsung masuk ke dalam ruangan Mery manager design produksi. "Tuan Azam." Mery begitu terkejut melihat kedatangan Azam yang begitu tiba-tiba. "Apa di Galaxy group kekurangan OB! Apa aku perlu menambah OB untuk membuat minuman untuk para karyawan!" bentak Azam seraya menggebrak meja kerja Mery membuat wanita berusia 35 tahun itu tersentak kaget. "Ma-maaf Tuan Azam apa maksud Anda?" Mery bertanya dengan gagap, maksud kemarahan Azam sesungguhnya. "Maksud ku? Kau tanya maksudku! Kau menyuruh anak magang untuk
Nara masuk ke ruangan Azam dengan langkah gemulainya. Wanita itu begitu percaya diri menatap Azam yang terlihat terkejut. Iya, Nara rupanya dipersiapkan oleh Nyonya Reina untuk menjadi sekertaris Azam. Sementara, sekertaris Azam sendiri, sudah disuap dengan sejumlah uang untuk mengundurkan diri. Nyonya Reina benar-benar tak segan menghabiskan uang untuk memuluskan jalannya. Wanita paruh baya itu benar-benar ingin menghancurkan Azam dan Alena. "Selamat pagi Pak Azam, perkenalkan saya Anara Hendropriyono. Saya adalah mahasiswi magang, tapi saya ditempatkan untuk menjadi sekertaris Bapak," ujar Nara memperkenalkan diri. Azam terdiam menatap Nara apalagi ternyata wanita itu tegah memakai kalung berliontin separuh hati. Tentu saja pria itu terpaku, pasalnya ia tahu betul makna dari liontin itu sendiri. Meski detektif suruhnya sudah memberitahu siapa wanita masa kecilnya sekaligus pemilik liontin itu. Namun, entah mengapa hari pria itu sama sekali tak tersentuh. Azam ingin melupakan ten
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Alena pun akhirnya tiba. Dimana hari ini adalah hari pertamanya sebagai mahasiswa magang. Alena berdandan begitu cantik dengan setelan formalnya. Meski kandungannya sudah menginjak usia 5 bulan. Namun, Alena masih terlihat begitu cantik. Perutnya yang sedikit membuncit tak mengurangi keindahan tubuh Alena. Justru wanita itu semakin terlihat seksi. "Sayang, kau yakin akan ke kantor?" tanya Azam seraya memeluk Alena dari belakang. Alena tersenyum, wanita yang tengah mematut dirinya di depan cermin, akhirnya membalikan tubunya menghadap ke arah sang suami. "Iya Mas, bukankah sudah dari satu minggu lalu aku melamar dan kau juga kan yang menyetujuinya." Alena menangkap wajah sang suami yang terlihat sendu. Entah kenapa satu minggu ini Azam menjadi pria yang begitu maja. Bak anak kecil, Azam kadang tak segan merengek minta dimanja. "Tapi kalau kamu cantik begini, apa aku bisa rela. Lagi pula kenapa status harus disembunyikan si sayang," rengek Azam lagi-la
Tiga hari setelah pertemuannya dengan ayah dan mamah tirinya. Azam terlihat semakin posesif. Tentu saja kejadian beberapa bulan lalu, ketika Alena diculik oleh Nyonya Reina dan Karen. Membuat Azam begitu posesif kali ini. Bagaimana pun pria itu tahu betul bagaimana sikap Karen dan mamah tirinya itu. Azam tentu tidak ingin ambil resiko. Apalagi saat ini Alena tengah mengandung buah cintanya. "Mas, bukankah magangku empat hari lagi, tapi kenapa sekarang aku sudah harus itu kamu ke kantor?" tanya Alena pada Azam. Kini mereka tengah berada dalam mobil yang hendak ke kantor Galaxy group. "Sayang, bukankah kau harus mengenal lebih dekat perusahaan yang akan kau singgahi." Azam menjawab pertanyaan Alena tanpa mengalihkan pandangannya ke layar laptop. "Baiklah, bararti aku langsung ke kampus setelah makan siang ya Mas," ujar Alena seraya memakan sandwich sisa sarapannya yang ia bawa. "Siapa yang menyuruhmu pergi ke kampus?" "Maksud Mas?" "Kau akan di kantor menemani ku sampai jam pulang
Pernyataan Tuan Abraham sontak membuat Azam dan Alena terkejut. Bagiamana tidak, sang ayah begitu entengnya meminta dirinya untuk menikahi wanita lain. Padahal saat ini jelas-jelas Alena ada di sampinya. Ditambah lagi, istrinya itu kini tengah mengandung. Namun, Tuan Abraham seolah tak perduli dan tak menganggap Alena sama sekali. Alena benar-benar tak ada harganya di mata kedua orang tua itu. "Apa Ayah sadar dengan permintaan Ayah barusan? Tidak kah Ayah lihat aku sedang bersama siapa? Bahkan istriku sedang hamil Yah, dan Ayah dengan entengnya memintaku untuk menikahi wanita itu!" Azam benar-benar geram, sambil menunjuk Karen. Pria itu meluapkan emosinya yang membuncah. "Persetan dengan pernihakan mu! Aku tidak merestuinya Azam! Pokoknya kau harus menikahi Keren secepatnya!" hardik Tuan Abraham tak berperasaan. "Heh, persetan dengan pernikahan ku? Kalau begitu aku pun sama, persetan dengan permintaan mu Ayah! Sampai kapanpun aku tidak akan menikahi wanita itu!" Azam membantah den