Share

Pernah Menyesal Menikah
Pernah Menyesal Menikah
Penulis: Mumtaza wafa

Satu

Penulis: Mumtaza wafa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 20:35:32

“Apa yang bikin kamu menyesal menikah?” 

Aku menatap ketiga sahabatku. Di antara mereka, hanya aku yang berstatus janda. Mirisnya, aku menyandang gelar itu di usia yang cukup muda. Dua puluh tiga tahun saat itu.  

“Mungkin ekspektasi aku ketinggian soal pernikahan. Semua yang terjadi di dalamnya nggak kayak yang aku bayangin selama ini,” jawabku kemudian menarik gelas yang berisi jus alpukat tanpa gula, meminumnya, lalu kembali mendorong menjauh. 

“Emang gimana ekspektasi kamu, Ta?” tanya Raisa---sahabatku sejak zaman kuliah. 

Aku mengedikkan bahu.  

“Nikah itu memang butuh ilmu, Ta. Kamu nikah pas kuliah dan masih sangat labil lagi itu. Kayaknya kamu fomo doang, sih, gara-gara banyak selebgram yang nikah muda dan kehidupannya adem ayem dan keliatan romantis di sosial media. Bener, ‘kan?” tebak Aesha.  

Dia sahabatku yang paling alim. Maklum, anak kyai dan lulusan pondok pesantren yang kemudian bertemu denganku di kampus. Hampir semua yang diucapkan Aesha ada benarnya. 

Selain itu juga karena aku dan Jagad merasa saling cocok dan tidak ingin menambah list dosa selama kami pacaram. Sebab itu dengan penuh kesadaran kami memutuskan untuk menikah meski banyak pihak yang menentang, termasuk kedua orang tua Jagad dan kakakkku. 

‘Menikah itu nggak seenak yang kamu bayangkan, Ta. Ada asam manis yang bakal kamu lalui. Nggak melulu soal kamu dan Jagad, tapi juga ada mertua dan ipar kamu.’ 

Begitu kata Mbak Tari mensehatiku. Kupikir, dia mengatakan itu karena tak suka aku langkahi. Nyatanya, apa yang dia katakan ada benarnya dan membuatku menyesal karena memutuskan untuk menikah muda. 

Memang dasarnya aku yang keras kepala. 

“Esta!” 

Aku mengerjapkan mata ketika Liana menggoyangkan lenganku. 

“Ngelamun mulu. Btw, nggak cuma kamu yang lagi dalam fase menyesal. Aku juga,” kata Liana menimpali. 

Kami menoleh pada Liana. “Serius?” tanya Raisa seolah tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Liana. 

Pasalnya, apa yang kami lihat dalam kehidupan rumah tangga mereka seperti tak ada masalah sama sekali. Suami Liana seorang pilot dan tugas Liana hanya ongkang-ongkang kaki menunggu transferan dan mengurus anak mereka yang baru satu. 

Itu juga sudah dibantu oleh pengasuh. Malah aku rasa kehidupan rumah tangga Liana yang paling membuatku iri. 

“Kalian tau sendiri gimana kehidupan pilot.” 

“Tapi nggak semua pilot kayak gitu kali, Na? Masa Mas Faisal begitu, sih?” Aku tak yakin. Pasalnya, muka Mas Faisal seperti orang baik dan bukan tipe laki-laki pemain. Sebab itu aku tak terlalu yakin kalau kelakuan Mas Faisal sama seperti oknum orang-orang di dunia penerbangan. 

“Aku nemu chat mesra dia sama rekan kerjanya. Booking hotel. Gila, sih.” Liana tampak bersungut-sungut. 

Aesha mengelus dada mengucap istighfar, berbeda denganku dan Raisa yang langsung mengumpat. Di antara kami, hanya Aesha yang belum menikah. Tapi kabarnya, dia sudah dijodohkan oleh Abahnya. 

Sudah dikhitbah katanya, tapi kami bertiga tidak ada yang tahu siapa lelaki beruntung yang akan mendapatkan calon istri sholehah seperti Aesha. Sudah pasti rumah tangga Aesha nanti akan aman dan damai. 

Dia yang paling sabar juga paling dewasa di antara kami. 

“Sabar ya, Na. Emang apa yang kita liat terkadang nggak sesuai dengan kenyataan,” kataku sembari mengusap pelan punggung Liana. 

Nyatanya, hidup ini tidak ada yang mulut kecuali wajah Aesha yang semulus artis Korea. Katanya, sering dibasuh air wudhu biar wajah bercahaya. Bukan hanya muka, hidup Aesha juga sepertinya sudah tertata. Dia bahkan tidak perlu memikirkan jodoh karena sudah dipersiapkan sama Abahnya. 

Sangat berbeda denganku yang sudah menjadi janda. 

“Kalau kamu gimana, Rai? Pasti pernikahan kamu baik-baik aja, ‘kan?” tanyaku pada Raisa. 

Raisa mengangkat wajahnya, kemudian mengangguk. “Selain mertua, ipar dan kelakuan Edo yang bikin aku gedeg, nggak ada lagi, sih,” jawabnya dengan santai.  

“Ye, itu mah banyak,” kesalku membuat Raisa terkekeh geli. 

“Bayangin aja, kita sering berantem gara-gara ributin siapa yang lebih sering kentut. Kita juga ribut siapa duluan yang mau mandi tapi kita sama-sama mager.” Raisa mengatakan dengan entengnya. “Udah gitu, kita sering ribut gara-gara gue minta tolong usirin tikus tapi dia malah teriak-teriak lebih takut. ‘Kan kampret!” 

“Kalian serasi kok, serius. Seru banget rumah tangga kamu, Rai,” ucapku yang malah tertawa dengan cerita rumah tangga Raisa. 

Sangat berbeda dengan rumah tanggaku dan Jagad dulu. Sepi dan dingin. Kami sama-sama menempati rumah yang sama tapi seperti teman kos. Tak pernah ada sleep talk dan obrolan receh seperti saat kami pacaran dulu. 

Semua seolah tenggelem ketika kami sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing. Belum lagi mertuaku yang berisik menyuruhku ini itu. Bukan, mertuaku memang tidak seperti yang di dalam novel, dia baik tapi sering protes dengan pekerjaan rumahku. 

‘Esta, ini lantai udah disapu? Kok, masih berdebu?’ 

‘Masak itu nggak gitu, Ta. Begini, loh.’ 

‘Itu baju jangan dibiarin numpuk, Ta.’ 

Padahal saat itu aku sedang sibuk skripsi dan banyak kegiatan kampus yang membuatku pusing sampai tak sempat mengerjakan pekerjaan rumah. Yang lebih menjengkelkan, Jagad sama sekali tak berniat membantu. 

‘Mama itu bener loh, Ta. Aku udah capek kuliah, terus lanjut kerja. Liat rumah kayak gini bikin aku males pulang.’ 

Sungguh, aku tidak tahan dengan banyaknya tuntutan dari Jagad yang menginginkan istri serba bisa. Aku adalah anak bungsu yang selalu dimanja oleh keluargaku dan tak pernah melakukan apa pun di rumah. 

Ketika menikah, semuanya berubah. Aku merasa tertekan dan memilih bercerai hampir dua tahun yang lalu. Capek banget aku, sumpah! Jagad bahkan tak pernah membelaku di depan mamanya. Padahal, elas-jelas dia tahu kalau aku juga sibuk. 

Please, menikah memang semengerikan itu. 

Aku tak ingin mengulang untuk kedua kalinya. Sampai sekarang, aku tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki itu. Jangan sampai, karena aku takut goyah karena aku masih .... 

“Ta, kamu masih cinta sama Jagad, nggak?” Pertanyaan Liana membuat Aesha dan Raisa menatapku penasaran. 

Aku diam. Cinta?  

Aku tertawa dalam hati. Sialnya, aku masih menyimpan rasa itu meski kami sudah cukup lama berpisah. Aku melirik wajah teman-temanku yang seolah menunggu jawaban. 

“Nggak!” 

Bagus, Esta! Kamu memang seorang pembohong. 

Aku merenggangkan kedua tangan setelah menyelesaikan pekerjaan yang cukup banyak. Setelah makan siang dengan teman-teman, aku kembali ke kantor. Mematikan laptop, lalu beranjak dari kubikel menuju luar kantor.  

“Semesta.” 

Tubuhku menegang. Aku kenal suara itu. Dulu, aku dan dia sering bernyanyi bersama meski suaraku seperti kambing beranak. Sial, aku tak bisa menahan debaran jantungku. 

“Esta? Itu beneran kamu?” 

Aku memejamkan mata berusaha menahan perasaan sesak yang masih tersisa sampai sekarang.

"Esta, ini aku, Jagad."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua

    “Esta, ini aku, Jagad."Aku meremas ujung baju. Jelas ini bukan waktu yang tepat untuk bertemu dengannya. Paling tidak sampai aku benar-benar move on dari mantan suamiku itu. Sialnya, memang takdir baik tidak pernah berpihak padaku.“Esta.”Aku menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan guna menghilangkan rasa gugup. Ternyata, bertemu mantan lebih mendebarkan dari pada saat malam pertama menjadi pengantin. Setelah memejamkan mata sebentar, aku membalikkan badan menghadap padanya.Menyunggingkan senyum canggung, lalu menyapa, “Hai.”Sebisa mungkin aku memamerkan senyum natural agar tidak terlihat sedang tegang. Jangan sampai Jagad kege-eran karena tahu aku masih menyimpan rasa padanya. Setelah hampir tiga tahun berusaha, nyatanya aku masih merasakan debar yang sama.“Apa kabar?” tanyanya seolah tanpa beban.Rupanya hanya aku yang masih menyimpan rasa yang sama. “Baik.” 

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Pernah Menyesal Menikah   Tiga

    "Titip ya, Sha.”Aku melepaskan genggaman tangan Raya lalu meyerahkan pada Aesha. Kebetulan dia salah satu pengurus di daycare yang merangkap paud. Tas kecil berisi makanan dan susu kotak juga buku-buku bergambar milik Raya kuserahkan pula pada Aesha.“Memangnya Mbak Tari ke mana, Ta?” tanya Aesha sembari mengambil tas yang kusodorkan padanya.“Ke luar kota,” jawabku singkat. Aku tak mau membahas perdebatan kami semalam, juga tentang Mbak Mentari yang tahu kalau aku dan Jagad satu kantor. Mbal Tari yang tidak mau mengaku, akhirnya membuat mood-ku sedikit hancur. Sepertinya Aesha juga melihat wajahku yang muram, dia tak banyak bertanya meski aku tahu pikirannya dipenuhi dengan rasa penasaran. Aku bahkan tak mengucapkan salam perpisahan atau sekedar kata-kata mutiara untuk Raya. Yang kutahu, Aesha menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku.Tanganku menarik tuas gas motor, meninggalkan bangunan dua lantai dengan cat warna warni khas anak-anak. Aku juga tidak membuang waktu untu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Pernah Menyesal Menikah   Empat

    ‘Kamu kb ’kan, Ta? Jangan hamil dulu. Kasihan nanti Jagad.'‘Iya, Ma. Nanti Esta bilang sama Jagad.’‘Ini buat kamu juga. Kalian masih pada kuliah, nanti kerepotan sendiri. Memangnya siapa yang mau ngurus anak kalian kalau pada sibuk? Mama udah tua, pengennya fokus ibadah.’‘Kami bisa pakai babysitter, Ma.’‘Siapa yang mau bayar, Esta? Jagad aja kerjanya masih begitu. Lagian kalian kalau dikasih tau ngeyel. Padahal Mama udah bilang sabar sampai kalian lulus kuliah, kalau begini kamu dan Jagad yang ribet.’Aku masih ingat percakapanku dengan mertuaku beberapa tahun silam. Keberadaan Jagad di daycare sepertinya menepis semua anggapan teman kantorku yang mengatakan kalau Jagad belum menikah. Rasanya tidak mungkin lelaki itu datang ke sini tanpa tujuan yang jelas.Yang pasti menjemput anak dari istri barunya, atau keponakannya?Aku menggeleng-gelengkan kepala berusaha menepis nama Jagad dari pikiranku. Sejak kami bertemu lagi, otakku jadi korslet, hatiku tak tenang dan jantungku jedug-jed

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Pernah Menyesal Menikah   Lima

    'Kalau udah nikah jangan baperan, Ta. Udah nikah itu pikirannya harus lebih dewasa.Lagian kalian menikah atas keinginan sendiri. Jangan berantem dikit minta cerai.''Tapi Esta capek, Ma. Jagad nggak mau bantuin Esta di rumah.''Dia 'kan kuliah, Ta. Kerja juga. Maklumin aja, dia pulang juga pengen istirahat.'Malam lainnya. 'Kamu ngadu apa sama Mama, Ta?''Apaan?''Mama bilang aku nggak pernah bantuin kamu. Mama bilang aku nggak pernah ajak ngobrol kamu di rumah. Jangan kayak anak kecil yang dikit-dikit ngadu sama Mama, Ta. Kita udah rumah tangga, emang nggak bisa kamu ngomong langsung sama aku aja?''Kamu lupa berapa kali aku ajak kamu bicara tapi kamu bilang capek? Pulang-pulang kamu langsung tidur. Masakan aku bahkan nggak pernah kamu sentuh, terus aku mesti ngomong sama siapa? Tembok?''Nggak gitu, Ta.'Aku tersadar dari lamunan. Semalaman tak bisa tidur memikirkan kejadian akhir-akhir ini. Kemarin, aku pikir Jagad sudah pergi dari daycare. Ternyata lelaki itu kembali lagi dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Pernah Menyesal Menikah   Enam

    ‘Kita cerai aja.’‘Maksud kamu apa, Ta? Jangan karena masalah sepele kayak gini kamu jadi baper terus minta cerai. Dulu kamu yang pengen aku nikahin, malah jadi begini. Jangan kayak anak kecil, deh!'‘Tapi kamu berubah. Semuanya nggak seperti yang aku bayangin Jagad. Aku pikir nikah sama kamu bakal bikin kita makin deket, bikin hubungan kita makin intim. Nyatanya kita malah kayak orang ngekos yang hidup sendiri dalam satu atap. Kamu sadar nggak, kalau selama kita nikah hubungan kita nggak kayak dulu?'‘Aku kuliah, juga kerja, Ta. Aku udah capek banget kalau udah sampe rumah. Kamu ngertiin aku dikit bisa nggak?’‘Kalau aku terus yang kamu suruh ngertiin, kapan kamu ngertiin aku juga Jagad?’“Esta?”Aku mengedip beberapa kali setelah panggilan Jagad membawaku kembali dari lamunan. Alih-alih curiga dengan keberadaan Raya denganku saat itu, malah dia bertanya soal Aesha.“Apa?”“Kamu nggak denger pertanyaanku tadi?”“Pertanyaan apa?” Tentu saja aku hanya berpura-pura. Sangat jelas terdeng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12

Bab terbaru

  • Pernah Menyesal Menikah   Enam

    ‘Kita cerai aja.’‘Maksud kamu apa, Ta? Jangan karena masalah sepele kayak gini kamu jadi baper terus minta cerai. Dulu kamu yang pengen aku nikahin, malah jadi begini. Jangan kayak anak kecil, deh!'‘Tapi kamu berubah. Semuanya nggak seperti yang aku bayangin Jagad. Aku pikir nikah sama kamu bakal bikin kita makin deket, bikin hubungan kita makin intim. Nyatanya kita malah kayak orang ngekos yang hidup sendiri dalam satu atap. Kamu sadar nggak, kalau selama kita nikah hubungan kita nggak kayak dulu?'‘Aku kuliah, juga kerja, Ta. Aku udah capek banget kalau udah sampe rumah. Kamu ngertiin aku dikit bisa nggak?’‘Kalau aku terus yang kamu suruh ngertiin, kapan kamu ngertiin aku juga Jagad?’“Esta?”Aku mengedip beberapa kali setelah panggilan Jagad membawaku kembali dari lamunan. Alih-alih curiga dengan keberadaan Raya denganku saat itu, malah dia bertanya soal Aesha.“Apa?”“Kamu nggak denger pertanyaanku tadi?”“Pertanyaan apa?” Tentu saja aku hanya berpura-pura. Sangat jelas terdeng

  • Pernah Menyesal Menikah   Lima

    'Kalau udah nikah jangan baperan, Ta. Udah nikah itu pikirannya harus lebih dewasa.Lagian kalian menikah atas keinginan sendiri. Jangan berantem dikit minta cerai.''Tapi Esta capek, Ma. Jagad nggak mau bantuin Esta di rumah.''Dia 'kan kuliah, Ta. Kerja juga. Maklumin aja, dia pulang juga pengen istirahat.'Malam lainnya. 'Kamu ngadu apa sama Mama, Ta?''Apaan?''Mama bilang aku nggak pernah bantuin kamu. Mama bilang aku nggak pernah ajak ngobrol kamu di rumah. Jangan kayak anak kecil yang dikit-dikit ngadu sama Mama, Ta. Kita udah rumah tangga, emang nggak bisa kamu ngomong langsung sama aku aja?''Kamu lupa berapa kali aku ajak kamu bicara tapi kamu bilang capek? Pulang-pulang kamu langsung tidur. Masakan aku bahkan nggak pernah kamu sentuh, terus aku mesti ngomong sama siapa? Tembok?''Nggak gitu, Ta.'Aku tersadar dari lamunan. Semalaman tak bisa tidur memikirkan kejadian akhir-akhir ini. Kemarin, aku pikir Jagad sudah pergi dari daycare. Ternyata lelaki itu kembali lagi dengan

  • Pernah Menyesal Menikah   Empat

    ‘Kamu kb ’kan, Ta? Jangan hamil dulu. Kasihan nanti Jagad.'‘Iya, Ma. Nanti Esta bilang sama Jagad.’‘Ini buat kamu juga. Kalian masih pada kuliah, nanti kerepotan sendiri. Memangnya siapa yang mau ngurus anak kalian kalau pada sibuk? Mama udah tua, pengennya fokus ibadah.’‘Kami bisa pakai babysitter, Ma.’‘Siapa yang mau bayar, Esta? Jagad aja kerjanya masih begitu. Lagian kalian kalau dikasih tau ngeyel. Padahal Mama udah bilang sabar sampai kalian lulus kuliah, kalau begini kamu dan Jagad yang ribet.’Aku masih ingat percakapanku dengan mertuaku beberapa tahun silam. Keberadaan Jagad di daycare sepertinya menepis semua anggapan teman kantorku yang mengatakan kalau Jagad belum menikah. Rasanya tidak mungkin lelaki itu datang ke sini tanpa tujuan yang jelas.Yang pasti menjemput anak dari istri barunya, atau keponakannya?Aku menggeleng-gelengkan kepala berusaha menepis nama Jagad dari pikiranku. Sejak kami bertemu lagi, otakku jadi korslet, hatiku tak tenang dan jantungku jedug-jed

  • Pernah Menyesal Menikah   Tiga

    "Titip ya, Sha.”Aku melepaskan genggaman tangan Raya lalu meyerahkan pada Aesha. Kebetulan dia salah satu pengurus di daycare yang merangkap paud. Tas kecil berisi makanan dan susu kotak juga buku-buku bergambar milik Raya kuserahkan pula pada Aesha.“Memangnya Mbak Tari ke mana, Ta?” tanya Aesha sembari mengambil tas yang kusodorkan padanya.“Ke luar kota,” jawabku singkat. Aku tak mau membahas perdebatan kami semalam, juga tentang Mbak Mentari yang tahu kalau aku dan Jagad satu kantor. Mbal Tari yang tidak mau mengaku, akhirnya membuat mood-ku sedikit hancur. Sepertinya Aesha juga melihat wajahku yang muram, dia tak banyak bertanya meski aku tahu pikirannya dipenuhi dengan rasa penasaran. Aku bahkan tak mengucapkan salam perpisahan atau sekedar kata-kata mutiara untuk Raya. Yang kutahu, Aesha menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku.Tanganku menarik tuas gas motor, meninggalkan bangunan dua lantai dengan cat warna warni khas anak-anak. Aku juga tidak membuang waktu untu

  • Pernah Menyesal Menikah   Dua

    “Esta, ini aku, Jagad."Aku meremas ujung baju. Jelas ini bukan waktu yang tepat untuk bertemu dengannya. Paling tidak sampai aku benar-benar move on dari mantan suamiku itu. Sialnya, memang takdir baik tidak pernah berpihak padaku.“Esta.”Aku menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan guna menghilangkan rasa gugup. Ternyata, bertemu mantan lebih mendebarkan dari pada saat malam pertama menjadi pengantin. Setelah memejamkan mata sebentar, aku membalikkan badan menghadap padanya.Menyunggingkan senyum canggung, lalu menyapa, “Hai.”Sebisa mungkin aku memamerkan senyum natural agar tidak terlihat sedang tegang. Jangan sampai Jagad kege-eran karena tahu aku masih menyimpan rasa padanya. Setelah hampir tiga tahun berusaha, nyatanya aku masih merasakan debar yang sama.“Apa kabar?” tanyanya seolah tanpa beban.Rupanya hanya aku yang masih menyimpan rasa yang sama. “Baik.” 

  • Pernah Menyesal Menikah   Satu

    “Apa yang bikin kamu menyesal menikah?” Aku menatap ketiga sahabatku. Di antara mereka, hanya aku yang berstatus janda. Mirisnya, aku menyandang gelar itu di usia yang cukup muda. Dua puluh tiga tahun saat itu. “Mungkin ekspektasi aku ketinggian soal pernikahan. Semua yang terjadi di dalamnya nggak kayak yang aku bayangin selama ini,” jawabku kemudian menarik gelas yang berisi jus alpukat tanpa gula, meminumnya, lalu kembali mendorong menjauh. “Emang gimana ekspektasi kamu, Ta?” tanya Raisa---sahabatku sejak zaman kuliah. Aku mengedikkan bahu. “Nikah itu memang butuh ilmu, Ta. Kamu nikah pas kuliah dan masih sangat labil lagi itu. Kayaknya kamu fomo doang, sih, gara-gara banyak selebgram yang nikah muda dan kehidupannya adem ayem dan keliatan romantis di sosial media. Bener, ‘kan?” tebak Aesha. Dia sahabatku yang paling alim. Maklum, anak kyai dan lulusan pondok pesantren yang kemudian bertemu denganku di kampus. Hampir semua yang diucapkan Aesha ada benarnya. Selain itu jug

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status