Pak Purnomo yang kebetulan keluar dari kamar melihat apa yang terjadi pada putrinya. Pria itu melotot dan langsung merasa marah melihat Olip yang didorong oleh Noval sampai terjatuh."Noval! Apa yang kau lakukan?" tanya Pak Purnomo. Dia mendekat dan menatap menantunya itu dengan marah.Tak kalah menakutkannya dengan Pak Purnomo, Noval pun menatap mertuanya dengan tatapan tajam. Pria itu menunjukkan pandangan mengintimidasi. "Melakukan apa yang sudah anak Anda lakukan pada istri saya," ujar Noval dengan suara datarnya.Pak Purnomo semakin melotot. "Tapi tidak seperti itu juga. Kamu laki-laki dan putriku seorang perempuan. Bisa-bisanya kamu melakukan itu padanya!" bentak Pak Purnomo dengan membentak Noval."Siapa pun orang yang berani melukai istriku, maka dia juga harus mendapatkan balasan," ujar Noval dengan suara penuh penekanan. Urat-urat dalam leher pria itu terbentuk dengan jelas, pertanda kalau pria itu tengah marah besar."Masih untung dia tidak aku buat berdarah seperti apa yan
Mendengar menantunya masuk rumah sakit dari orang kepercayaannya, Meysa dan sang suami pun lekas mendatangi rumah sakit juga. Terlihat kekhawatiran dari wajah Meysa akan keadaan sang menantu."Ayo dong, Pa kalau jalan," ujar Meysa pada sang suami. Kedua orang itu tengah berjalan di lorong rumah sakit dengan Meysa yang tampak terburu-buru."Iya-iya, Ma. Sabar. Ruangan Mika juga tidak akan pindah," ujar pria paruh baya dengan penampilannya yang masih gagah meski umur sudah hampir memasuki kepala lima."Ih, Papa. Mama ini mau cepet-cepet tahu kabar Mika. Gimana bisa dia masuk rumah sakit seperti itu?" tanya Meysa kemudian.Suami Meysa hanya tersenyum menggeleng pelan. Dia yakin menantunya itu tidak apa-apa karena orang-orangnya pun hanya memberitahu kalau Mika masuk ke rumah sakit. Akan tetapi tidak mengatakan penyebabnya. Akhirnya, dia pun mempercepat langkah mengikuti sang istri.Tak lama, mereka pun sampai di ruangan di mana Mika dirawat. "Mika. Sayang." Meysa memasuki kamar dengan bu
"Nggak mau!" teriak Olip ketika ibu mertuanya meminta dia untuk berbelanja ke warung. Perempuan itu membuang mukanya.Bu Lestari yang tak ingin membiarkan menantunya itu ongkang-ongkang kaki saja langsung mendelik. "Heh! Kamu ini keras kepala sekali," ujarnya sampai menoyor kepala Olip menggunakan satu tangannya."Sekarang belanja atau kamu tidak usah makan di sini," lanjut Bu Lestari dengan berkacak piggang. Perempuan itu menatap nyalang menantunya yang terus membangkang selama ini.Olip menatap suaminya yang sedang berbarinng di atas ranjang. "Kak," panggilnya bermaksud meminta pertolongan suaminya. Ridwan yang masih merasa kesal atas insiden uang gaji kemarin malah mengubah posisi baringnya menjadi membelakangi sang istri.Bu Lestri yang melihat itu langsung tersenyum sinis. "Nah. Sekarang kamu cepat pergi dari sini. Cepat ke warung sana untuk membeli bahan makanan. Ini uangnya dan ini catatan apa saja yang harus kamu beli. Ibu tahu kamu pasti belum bisa kalau tidak ada catatan," u
Mika suka hal ini. Dia diperlakukan seperti anak sendiri oleh mertuanya. "Gimana bulan madunya kemarin?" tanya Maysa tiba-tiba. Perempuan itu menatap menantunya dengan senyum simpul.Mika yang ditanya seperti itu pun hanya mengangguk saja. "Iya. Lancar, Ma."Meysa terlihat sangat bahagia. "Bagus-bagus. Yang sering-sering, ya buatnya. Biar cepet jadi. Mama udah nggak sabar dapat cucu," ujarnya dengan senyum-senyum memikirkan cucunya akan lahir dari rahim sang menantu.Mika mendelik. Dia pikir tadi mertuanya bertanya mengenai kelancaran apa. Ternyata yang dimaksud adalah tentang itu. Mika hanya tersenyum saja karena dia dan Noval tidak melakukan apa pun."Sudah. Kamu istrahat saja sekarang. Kamu pasti kelelahan setelah pulang dari bulan madu kemarin dan ditambah sama ulah adik kamu yang satu itu." Meysa mengelus kepala menantunya dengan penuh kasih sayang.Mika mengangguk dengan senyuman. Perempuan itu pun mulai memejamkan mata untuk tidur karena dia benar-benar sudah merasa mengantuk.
"Ini bayaranmu," ujar Noval memberikan sebuah amplop pada pria di sampingnya.Berada dalam sebuah mobil, Noval sedang duduk di kursi bagian belakang bersama seseorang. Kendaraan roda empat itu berjalan di pekatnya malam. Pria di samping Noval tersenyum. Dia memberikan sebuah ponsel pada Noval lalu menerima amplop yang disodorkan kepadanya. "Terima kasih, Tuan." Dia mencium benda yang ada di tangan.Noval mengangguk dan tatapannya masih tertuju pada ponsel di tangan untuk memeriksanya sebentar. "Menjijikkan."Pria di samping Noval terkekeh. "Manusiawi, Tuan."Noval mengangguk. "Berhenti, Pak," titahnya pada sang sopir. Tak lama mobil pun berhenti. "Turunlah."Pria di samping Noval mengangguk. "Kalau ada pekerjaan lagi, jangan sungkan menghubungi," ujarnya yang langsung turun dari mobil."Jalan." Mobil kembali berjalan tetapi tak lama kendaraan besi berhenti kembali di tempat yang sepi."Sudah sampai, Tuan," ujar sang sopir.Noval yang sejak tadi berkutat dengan ponsel dan menunduk. Ta
Berita besar menggemparkan semua orang. Vidio-vidio tak senonoh tersebar di seluruh desa, bahkan lebih luas daripada yang kita bayangkan. Sudah banyak orang yang terlanjur melihat dan mengunduhnya meski seseorang yang mengupload pertama kali sudah menghapus postingannya untuk menghilangkan jejak.Semua orang mulai membicarakan pelaku yang ada di dalam vidio tak senonoh itu. Memangnya, siapa mereka?Ridwan dan Olip. Ya. Vidio mereka yang sedang melakukan hubungan intim tersebar luas di media sosial. Banyak yang merasa tidak percaya dengan apa yang mereka lihat, tetapi itu benar.Dua orang ibu-ibu sedang bergunjing, sembari berjalan dan sesekali melihat layar ponsel di tangan. "Pantas saja mereka memaksa menikah dan mengkhianati Mika. Ternyata hubungan mereka sudah sejauh itu.""Iya. Nggak nyangka, ya.""Ibu-ibu. Ada apa ini? Ngobrolnya seru sekali sampai ndak lihat jalan." Pak Eko. Pria yang baru saja pulang dari bekerja itu menyapa.Ekspresi para ibu-ibu yang melihat keberadaan Pak Ek
Mika yang tengah asyik mensecrol ponselnya sembari menyandar pada kepala bankar yang ditinggikan langsung menegakkan tubuh dengan bola mata melotot. "Ini apa?" tanyanya kemudian.Noval yang tengah duduk di sofa sembari memangku kertas entah kertas apa itu langsung mengalihkan pandangan pada Mika. "Kenapa?" tanyanya kemudian."Ini. Sinta mengirim ini sama aku." Mika tak menjelaskan apa yang dia maksud, tetapi perempuan itu menunjuk ke arah layar ponselnya sembari menatap sang suami."Apa sih?" tanya Noval yang memiih untuk bangkit mendekat. Dia berdiri di samping istrinya dan melihat ponsel milik sang istri.Ternyata, ponsel Mika menampilkan vidio asusila antara Ridwan dan Olip. "Oh." Hanya itu respons yang diberikan oleh Noval.Mika yang mendengar pun langsung menatap suaminya dengan kerutan di kening. "Hanya o?"Noval ikut menatap istrinya bingung. "Terus, aku harus apa memangnya?" tanyanya kemudian.Mika sempat menganga. "Noval. Ini vidio terlarang yang beredar luas loh. Pasti dampa
Pak Eko pun segera keluar untuk menemui orang-orang yang sudah berkumpul di depan rumahnya. Dia melihat ekspresi warga tampak kesal dan juga marah. Pak Eko tahu apa yang sedang terjadi. Pasti ini semua mengenai vidio anak dan menantunya yang beredar luas.Seorang pria dari kumpulan para warga maju. Dia mendekati Pak Eko. "Selamat siang Pak Eko," ujar seseorang yang tak lain adalah RT setempat. Pak Eko pun langsung mengangguk. "Iya, Pak RT."Rt bernama Rohiman itu tampak sungkan mengatakan apa yang ingin dia katakan. "Sudah Pak RT. Katakan saja apa tuntutan kita," ujar salah satu warga karena RT mereka terlihat ragu-ragu dalam menyampaikan apa yang mereka inginkan.Pak Rohiman mengangguk pelan. "Maaf, Pak Eko. Kedatangan kami ke sini ... ini mengenai anak Pak Eko dan juga menantu Pak Eko. Tentu Pak Eko sudah mengetahui kabar yang beredar di sini bukan?" tanyanya kemudian.Pak Eko pun mengangguk tanpa ragu. "Ya. Pak. Saya sudah mengetahui itu. Dan untuk masalah itu, Pak RT dan Bapak-Ba
Setelah menutup panggilan telepon dari ibunya beberapa menit lalu, itu membuat Olip termenung. Perempuan itu berpikir cukup lama dengan acara syukuran di rumah baru Mika."Datang nggak ya?" tanyanya pada diri sendri. Tentu kita tahu apa yang dikatakan oleh Olip pada ibunya tadi di telepon kalau dia tidak mau datang ke acara itu.Ya. Kita tahu kalau Olip semakin merasa kesal dengan apa yang dicapai oleh kakanya, apalagi kelakuan Ridwan akhir-akhir ini yang memperlihatkan seperti dirinya tida ada artinya lagi untuk Ridwan.Olip menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi gelisah. Dia menunduk melihat perutnya yang rata. Dia mengelusnya pelan dengan ekspresi sedih."Pasti di sana sekarang banyak makanan. Pasti banyak yang enak-enak juga." Olip membayangkan makanan yang kini ada di rumah Mika. Ayam, daging, sayur, buah dan juga jajanan. Belum lagi kue-kuenya."Apa aku ke sana saja, ya? Sudah lama banget nggak makan enak. Udah berapa hari ini makanya cuma emi," ujarnya sekali lagi. Dia masih
Keluarga Noval dan juga neneknya Mika saling mengobrol bersama di sebuah ruangan yang terpisah dengan tempat acara syukuran berjalan. Kedua keluarga berkenan dan bercerita mengenai kilas balik.Mika dan Noval memasuki ruangan. "Maaf, ya. Kami baru bisa menemani," ujar Mika merasa bersalah."Tidak apa. Namanya juga lagi punya hajatan. Pasti sibuk ngurusin para tamu." Nenek Saseka berujar dengan senyuman.Nyonya Maysa tersenyum. Dia menepuk punggung tangan Mika. "Semoga di rumah baru ini hubungan kalian semakin erat," ujarnya mendoakan yang terbaik."Dan yang pasti, semoga kalian segera mendapat momongan," lanjutnya dengan senyuman mengembang.Noval yang mendengar itu langsung menatap papanya di mana sang papa hanya memberikan senyum miring di sana."Benar tidak Nyonya Saseka?" tanya Nyonya Maysa pada nenek Mika."Betul itu. Saya juga pengen segera dapat cicit dari Mika. Saya sudah tua. Harus cepet. Takutnya keburu diambil sama yang maha kuasa." Nyonya Saseka berujar.Mika yang mendenga
Bu Tuti yang kepikiran mengenai Olip setelah mendapat pertanyaan dari beberapa tetangganya tadi gegas menuju tempat paling belakang agar tida diketahui orang. Tidak. Dia bukannya ingin berbuat curang. Dia hanya ingin mencoba menghubungi Olip karena merasa heran putrinya itu bum datang juga. Padahal, dia sudah memberitahu mengenai acara ini."Jangan-jangan dia beneran tidak mau datang lagi. Kemarin, kan dia bilang gitu." Bu Tuti mulai berkutat dengan ponsel miliknya, mencari nomor milik Olip dan mencoba untuk menghubunginya.Panggilan pertama tidak mendapat jawaban meski dia tahu kalau nomor Olip aktif. Hingga percobaan ketempat, dia pun akhirnya bisa mendengar suata Olip. Bu Tuti terlihat lega akan hal itu."Olip. Kamu ini ke man aja sih? Dihubungi dari tadi coba," ujar Bu Tuti yang langsung mengomel. Padahal beberapa saat lalu dia terlihat khawatir."Maaf, Bu. Tadi Olip dari kamar mandi. Ibu tahu sendiri kalau kamar mandi di kontrakan ini harus antre." Olip berujar dari seberang sana
Acara syukuran rumah Mika berlangsung. Jika siang ini diperuntukan untuk para ibu-ibu, naka di acara malam nanti akan diperuntukan untuk para bapak-bapak. Biar tidak tercampur begitu. Terlihat Bu Tuti yang tampak sibuk dan juga kerepotan karena perempuan itu memang diserahi tugas untuk mengatur makanan oleh Mika. Bukan karena semangat, tetapi diahanya tidak ingin kalau acara ini apan memiliki masalah pada makanannya karena itu akan menjadi hal yang tidak baik nantinya. Para tamu sudah datang. Mereka mulai pengajian dengan seseorang yang memimpin. Namun, kita tahu kalau seperti ini pasti ada saja beberapa orang yang tidak fokus. "Bu Tuti tumben giat gitu bantuin Mika." Ya. Beberapa ibu-ibu malah salfok sama keberadaan Bu Tuti yang terlihat sangat sibuk mengatur menu yang ada di acara syukuran ini. "Iya. Dia seperti paling sibuk ngatur menu sejak tadi." 'Tumben. Kan ini acaranya Mika." "Memang kenapa kalau acaranya Mika?" tanya salah satu ibu-ibu yang sejak tadi mendengar pembicar
Olip meringkuk ketakutan. Dia menunduk sembari menangis, sesekali melirik ke arah keberadaan suaminya dengan tubuh bergetar. Bagamana tidak? Ridwan yang biasanya akan selalu menurutmu kemauannya, selalu mengalah kikadia marah, kini berubah seratus delapan pukul derajat. Bahkan kini Olip sangat ketakutan melihat suaminya itu. "Enak?" tanya Ridwan dengan senyum miring. Pria itu pun bangkit lalu mengenakan pakaianya secara cepat semampu melirik sinis ke arah Olip. Terlihat ekspresi penuh kepuasan di wajah pria itu. Setelah mengenakan pakaiannya dengan lengkap, dia pun mendekati Olip. Hal itu membuat Olip kembali merasakan takut. Dia menarik tubuhnya untuk semakin merapat ke dinding yang ada di belakangnya. Sedikit gerakan saja dia sudah berdesis. Olip merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya karena mendapat penyiksaan dari Ridwan. Yang paling parah adalah bagian intinya karena Ridwan sudah menggangg*hinya secara brutal dan kasar. "Jangan," bisik Olip. Ridwan pun hanya terkekeh. Tak
Ridwan merasa marah dan kesal dengan insiden yang terjadi padanya di warung kopi tadi. Niat hati bertemu teman lama yang dulunya sama-sama bekerja mejadi guru, dia malah dipermalukan oleh ibu mertuanya. "Sial*n! Kurang ajar sekali orang tua itu. Berani-beraninya dia mempermalukan aku di tempat umum," ujar Ridwan yang terus menggerutu sepanjang perjalanan tadi. "Mana pukulannya sakit semua lagi?" Dia masih di atas motor menuju kontrakannya. Sesekali Ridwan melihat lengannya yang tadi juga terkena pukulan dari Bu Tuti. Terlihat beberapa ruam di sana akibat cubitan juga. Tiba-tiba pandangannya menajam lurus ke arah depan. Giginya bergemerut satu sama lain menandakan amarah pria itu. "Olip" Dia mengucapkan nama istrinya dengan suara menggeram. Kilat emosi terpancar di sorot matanya. Entah seberapa marah pria itu saat ini. "Awas saja kau Olip. Kau sudah membuat aku dipermalukan oleh ibumu di tempat umum. Tungu saja pembalasanku," ujarnya kemudian. Meski sejak dipukuli tadi dia terus
Tepat ketika mobil sampai di rumahnya Bu Tuti langsung turun dan berjalan cepat memasuki rumahnya."Ada apa, Bu?" tanya Pak Purnomo yang melihat istrinya baru datang. Namun, ekspresinya membuat dia bertanya-tanya.Bu Tuti hanya menoleh sekilas pada suaminya lalu kembali membuang muka dan melanjutkan langkah untuk memasuki rumah. Dia kembali merasa kesal pada sang suami kala mengingat kalau suaminy itu duku tidk mau membela Olip ketika mendapat perlakuan tidak baik dari Ridwan.Pak Purnomo semakin merasa bingung dengan keadaan istrinya. "Ada apa sih? Ditanya bukannya jawab malah nyelonong aja." Dia menggeleng pelan sembari berkacak pinggang.Pak Purnomo berniat duduk kembali ketika pandangannya menangkap keberadaan Bu Ane yang sedang menurunkan belanjaan dibantu sopir Mika.Dia pun mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih untuk membantu Bu Ane. "Banyak sekali belanjaannya, Bu?" tanya Oak Purnomo uang terkejut melihat isi bagasi mobil itu.Bu Ane mengangguk. "Iya, Pak. Ini saja belu
"Dasar laki-laki tidak tahu diri. Tidak berguna. Bisanya hanya menyusahkan saja. Laki-laki macam apa kamu. Tidak bertanggung jawab. Pria macam apa kamu? Sukanya main tangan. Kurang ajar!" Bu Tuti terus menyerocos tiada henti untuk meluapkan kekesalannya. Tak lupa tangannya yang terus bergerak memukuli Ridwan."Berani-beraninya kamu, ya. Berani-beraninya kamu menampar putriku. Kurang ajar kamu. Laki-laki kurang ajar kamu," ujar Bu Tuti dengan terus memukuli pundak Ridwan."Apa sih, Bu?" tanya Ridwan yang mencoba menghindari pukulan Bu Tuti. Namun, ibu mertuanya itu terus saja memukulinya."Apa sih, Bu. Apa sih, Bu. Jangan pura-pura kamu. Laki-laki tidak tahu malu. Beraninya main tangan sama perempuan. Kamu laki-laki apa banc*?" Bu Tuti terus memberikan pukulan pada Ridwan.Ridwan yang terkejut akan kedatangan Bu Tuti dan segala tingkah lakunya kini mulai merasa kesal. Dia pun segera menepis tangan ibu mertuanya itu."Apa-apaan sih, Bu? Bikin malu aja," ujar Ridwan. Dia menatap ke seki
"Ke mana sih si Ridwan ini? Udah beberapa hari kok nggak datang. Biasanya datang cari makanan?" tanya Bu Lestari yang merasa bingung karena tidak melihat Ridwan datang beberapa hari ini."Kan mau ada yang aku tanyakan," ujarnya sekali lagi. Dia bahkan mondar-mandir di ruang tamu sembari menggigit jarinya.Suara motor terdengar mendekat. Bu Lestari tahu itu suara motor siapa. "Itu suara motor Ridwan," ujarnya semangat.Bu Lestari pun dengan bersemangat langsung keluar dari rumah. Dia tersenyum melihat putranya memarkirkan motornya."Kamu ini ke mana aja sih, Wan? Kok dua hari ini nggak ke sini?" tanya Bu Lestari.Ridwan yang mendengar perkataan ibunya pun mengerutkan keningnya, merasa heran dengan ibunya. "Ada apa memang, Bu?" tanyanya kemudian."Ada yang mau ibu tanyain," ujar Bu Lestari. Dia langsung meraih tangan Ridwan dan menariknya memasuki rumah dan mengajaknya duduk."Ibu mau tanya," ujar Bu Lestari kemudian.Ridwan berdecak. "Nanti aja deh, Bu. Ridwan laper nih. Pengen makan,"