Waktu memang aneh, beberapa orang sering mengatakan bahwa waktu berjalan cepat. Namun, bagi Mino, waktu berjalan begini lambat, terutama ketika mata kepalanya masih melihat sosok Irene yang dengan sabar memberikan jabaran penting tentang anatomi kepada beberapa murid sekolah menengah ke atas yang hendak memasuki fakultas kedokteran. Tidak lupa juga Irene memberika beberapa bocoran soal yang pernah ia kerjakan sebagai ujian masuk universitas. "Baik, kita akhiri pembelajaran kali ini." Mendengar hal ini, punggung Mino tanpa sadar menjadi tegak. Pria itu segera meraih tangan Irene, saling mengunci jari masing-masing, dan mengelus pelan tangan lembut tersebut. Irene melirik sedikit, tapi tidak mengatakan apapun. Perempuan itu masih menjawab dua pertanyaan dari murid tutornya dan setelah itu mengucapkan kalimat penutup sebelum menyelesaikan pengajaran pada malam ini. Setelah mematikan Ipad, barulah atensi Irene tertuju pada sosok pria di sampingnya. Perempuan itu yang awalnya duduk dibaw
Pagi hari ini, baik Irene maupun Mino sama sekali tidak ingin bangun dari posisi ternyaman mereka. Irene berbaring miring dengan Mino yang memeluk dari belakang, seperti posisi sendok dan garpu yang tidak terpisahkan. "Temani aku, jangan dulu bangun, eh?" Irene yang awalnya memang hendak bangun dan membersihkan diri, mengurungkan niat. Perempuan itu, dengan mata sayu yang masih mengantuk, memutuskan untuk kembali terlelap dalam dekapan sang suami. Melihat betapa penurutnya sang istri, Mino mau tidak mau tersenyum. Pria itu mengecup sekilas pelipis Irene sebelum kembali terlelap dalam buaian mimpi. Detemani dengan ac yang menyala, dingin dipahi hari, dan tirai kamar yang menghalau sinar mentari, tidak heran apabila rasa kantuk menyerang lebih cepat. Sekitar jam sepuluh, barulah Irene kembali terbangun. Perempuan itu segera mengambil posisi duduk, masih membiarkan Mino memeluk pinggangnya yang mulai melebar sejak ia mengandung. Dia membuka ponsel, melihat ada begitu banyak pesan dan
Seperti yang dikatakan Mino sebelumnya, saat ini, keduanya sedang bersiap-siap menuju beberapa destinasi wisata dan juga cafè yang memabg sedang hits di Paris. Mungkin terdengar agak kekanakan dan konyol, tapi mereka berdua juga terkadang perlu melepas penat untuk sekedar berjalan berdua bersama. Keduanya jarang kencan, anggap saja perjalanan mereka di sini sebagai make up atas kencan-kencan mereka yang jarang terjadi. Sesuai keinginan sang istri yang tidak ingin menggunakan kendaraan pribadi, keduanya mengwgunakan kendaraan umum seperti menggunakan bus dan kereta bawah tanah menuju lokasi destinasi. Mungkin karena masa kehamilan, jadi perjalanan mereka tidak begitu mulus. Beberapa kali Irene dan Mino harus berhenti demi menjaga agar tidak kelelahan yang berujung fatal. Mino sendiri tidak keberatan, anggap saja waktu-waktu berdua seperti ini sebagai pembayaran atas ketidakhadirannya selama 5 bulan ini. "Here," ucap Mino, memberikan botol air minum berisi 2 liter yang memang sengaaja
Mengelilingi destinasi wisata kota Paris rasanya cukup melelahkan, ini baru satu tempat yang memiliki banyak sekali tempat wisata, belum satu negara. Mungkin, next time, mereka akan kembali berkunjung ke banyak tempat untuk waktu berdua merekaㅡsemacam quality time. Irene menghubungi Jennie terlebih dahulu, mengatakan bahwa dia akan kembali ke Amerika Serikat segera, dan akan mengembalikan kunci apartemen Jennie secepatnya. Sementara itu, Mino dan Son sedang pergi mengunjungi salah satu kolega partnership perusahaan di gedung depan, sementara ia dan Lee duduk di cafè. Menikmati Cromboloni dan juga secangkir cokelat panas yang nikmat. "Apa jadwal Mino setelah ini, Lee?" "Kalai tidak salah, makan malam bersama koleganyaㅡjika tidak jadi, maka kosong." Irene memgangguk, "Menurut mu, apakah jam makan malam mereka biasanya lama?" Lee menggelengkan kepala, "Son yang biasanya bersama tuan, saya tidak pernah bersama beliau sebelum saya ditugaskan menjadi pengawal pribadi anda, nyonya." "Be
Dalam perjalanan kembali ke Amerika, kedua orang ini lebih memilih menggunakan first class sebagai akomodasi perjalanan pulang dari Paris. Mino bisa saja menghubungi pilotnya dan melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat pribadi, tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan ituㅡsetidaknya sampai Irene benar-benar kembali ke Amerika. Perempuannya sangat tidak suka sesuatu yang berlebihan. Sehingga Mino harus memutar otak agar wanitanya mau diajak kembali. Inipun sempat terjadi cekcok sesaat karena mereka menaiki first class. Bagi Irene, ini berlebihan, mereka masih bisa menggunakan bussiness class atau ekonomi class dan sisa uangnya bisa Mino tabung ke pembelian saham sebagai asset. Namun, setelah meyakinkan dan membuang kesalahannya kepada sang sahabat, Albert, Mino mendapatkan persetujuan solid bahwa mereka akan kembali. Paris de Guelle International Airport ramai seperti biasanya. Mungkin karena menjadi salah satu destinasi wisata atau tempat bulan madu favorite, banyak sekali or
Dokter pribadi keluarga Dendanious telah datang di manor Mino. Kehadiran dokter ini tidak lain adalah untuk mengecek kondisi kehamilan Irene setelah mereka mendarat di New York. Dokter kandungan Irene di Paris menyetujui perjalanan jauh ini, akan tetapi menyarankan juga untuk kembali diperiksa barangkali terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sebagai calon ayah, tentu, Mino tidak ingin sesuatu terjadi pada buah hatinya. Dokter yang dipanggil kemudian memeriksa sesuai dengan prosedur, "Aku rasa semuanya baik-baik saja. Apakah nyonya mengalami atau merasakan sesuatu yang mengganjal?" "Tidak," Irene menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja, hanya jet lag seperti biasa yang sedikit membuat tidak nyaman." Dokter itu mengangguk, dia menoleh ke arah Mino dan tersenyum, "It's alright, Mino. Selamat, kau akan menjadi seorang ayah dalam beberapa bulan ke depan, aku tidak pernah membayangkannya sebelumnya." Mino menerima jabatan tangan dari dokter tua tersebut. Pria itu membenahi selimut
Udara dipagi hari dipenuhi dengan oksigen yang menyejukan, kabut, dan juga embun yang menempel pada kaca jendela. Tampak indah tapi rapuh dalam sekali sentuhan. Seperti perasaan manusia pada umumnyaㅡsangat indah, sampai melohat sisi kelam dari sang pemilik raga. Pagi ini, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, Ireme dan Mino akan mengunjungi mansio keluarga Dendanious. Jarak antara New York ke Manhattan tidak begitu jauh, sehingga Mino mengajukan untuk menyetir mobil dan meminta agar Lee dan Son untuk membawa mobil lainnya. Selama perjalanan, mungkin karena kehamilan Irene, perempuan itu tertidur sepanjang jalan, dan Mino tidak mempermasalahkan. Pria itu tampak tenang dan menaikan suhu ac mobil, berharap dengan aksi kecilnya ini bisa menghangatkan orang yang ia kasihi. Sesampainya di mansion keluarga Dendanious, Irene dan Mino turun dari mobil. Pria itu dengan protektif memeluk pinggang istrinya, dan berjalan bersama menuju pintu utama. "Kenapa di luar ada banyak sekali mobil?
Ruang keluarga itu kini hanya menyisakan tuan Levebvè dan Irene. Kedua orang itu duduk berjauhan, yang satu di sofa tiga orang, sementara satunya duduk di kursi sofa single. Sebenarnya, Irene tidak perlu mendengarkan penjelasan tuan Levebvèㅡdia sudah sempat mendengarnnya ketika dia dirawat di rumah sakit. Namun entahlah, di sisi lain dia juga kasihan dengan ayah biologisnya, di sisi lain dia tidak begitu menyukai sosok sang ayah. "Bagaimana kabar mu selama 5 bulan belakangan ini?" tuan Levebvè mencoba membuka perbincangan diantara keduanya. "Papa ... senang kau kembali, terutama ketika papa tahu kau sedang mengandung." Menghela napas, "Pernikahan mu dengan Mino ... awalnya papa tidak tahu kau menikah dengan dia, karena papa tidak ingin anak-anak papa menikah dengan orang yang telah memberikan kita kesempatan 'membuka' jalur dibisnis." Mata Irene menyipit, "Aku tidak ada kaitannya dengan mu," ucap perempuan itu dengan nada penuh penekanan, "Sejak awal, aku tidak tahu bahwa perusahaan