Seperti yang direncanakan Irene sebelumnya, perempuan itu hendak mencari pekerjaan lain yang bisa menambah pendapatan pundi-pundi uang demi keberlangsungan hidup dua orang. Dia mulai membuka ipad nya, mencari pekerjaan work from home yang memang menarik minat. Bagaimanapun juga, dia sedang hamil saat ini, dan dia tidak mau bekerja dengan pekerjaan yang menumpuk hingga melelahkan dirinya sendiri. Sebagai seorang dokter, tentu ia memiliki kesadaran lebih baik daripada orang lain. Setelah menelusuri, kebanyakan pekerjaan yang available adalah digital marketing dan juga coppywritter, di mana semua itu sungguh profesi yang belum pernah Irene sentuh sebelumnya. Pengalamannya pun harus minimal 2 tahun dengan porsi kerja yang fleksibel. Adapaun virtual asisten yang menarik perhatian, akan tetapi jam terbang kerja tersebut sungguh diluar kapasitas Irene yang saat ini sedang hamil. Sebenarnya mau apapun profesi itu, bisa dipelajari dengan baik. Hanya saja, memang saat ini Irene sedang tidak
Jika ditanya apa keseharian Mino selama 5 bulan belakangan ini, maka Son akan menjawab seperti zombie. Pria yang menjadi atasannya itu terlihat lebih giat kerja ketimbang sebelum dia bertemu dengan madam. Bahkan, intensitas pekerjaannya membuat Albert, yang notabenenya adalah seorang sekretaris harus ikut begadang selama 5 bulan belakangan ini. Jamnya sebagai pengawal pun semakin bertambah. Lima bulan yang lalu, setelah tim Omega mencari keberadaan Irene ke seluruh penjuru negara bagian Amerika Serikat, tidak ada satupun secuil info yang bisa didapatkan oleh pengawal. Son dan Lee yang memeriksa bandara udara dan pelabuhan pun mendapatkan hasil yang kosong. Saat ini, Son dan Lee sama sekali belum kepikiran untuk mengecek daftar penumpang setiap maskapai dihari itu yang berangkat ke luar negeri, karena mereka berpikir bahwa Irene hanya akan pergi masih dalam batas wilayah Amerika. Siapa yang menyangka bahwa Irene akan benar-benar pergi ke luar negri? Mino, mau tidak mau mengikuti sar
Irene yang tidak tahu dengan rencana Mino, saat ini sedang menikmati hidangan salad buah home made yang ia buat sendiri. Mayonaisenya pun ia ganti dengan yogurt plain, dan air putih yang menemani di atas meja makan. Seharian, perempuan bermata hazel ini kepikiran dengan telepon yang ia buat sendiri. Bisa-bisanya ia langsung menelepon Mino disaat sedang dalam suasana tidak baik. Sebenarnya Irene sendiri tidak masalah, dia sedang dalam rangka melarikan diri dari masalahㅡia hanya takut jika Mino benar-benar akan menceraikannya dan memberikan klinik yang ia punya sekarang sebagai hak waris menjadi mantan istri. Ayolah, dia tidak mau menjadi janda muda, yang bercerai hanya karena alasan konyol. Masalah mereka ini bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik, tapi sudah terlanjur overthingking sehingga salah satunya memutuskan untuk pergi menjauh. Apartemen ini berada di lantai 70, sehingga tidak heran apabila ia dapat melihat pemandangan lampu dan jalan tol kota Paris dari kamarnya. Setela
Lembayung sore memperlihatkan gradien oranye yang indah, mentari yang tidak lagi ingin menyinari dan malam yang mulai memayungi. Perempuan dengan mata hazel itu baru saja keluar dari supermarket dengan membawa banyak belanjaan harian, mulai dari makanan, susu hamil, hingga kebutuhan keseharian seperti sabun dan sikat gigi baru. Tidak lupa juga dia membawa paperbag yang berisikan roti baguette khas Pranciss yang memang terkenal wangi dan enak, tentu roti popular lainnya selain Croissant. Berbicara tentang Croissant, Irene jadi ingin membuat roti tersebut sendiri di apartemen untuk menu makanan besok, hmm, memang, ide ini sangat patut untuk dicoba. Croissant dan cokelat panas adalah kombinasi yang tidak pernah gagal soal kenikmatan. Rasanya Irene ingin segera sampai di apartemen dan mencoba eksperimen baru. Selama ini, memasak bukanlah kegemaran sang wanita, hanya saja, belakangan setelah dia menikah, rasanya dengan memasak semua rasa kecemasan hilang begitu saja. Mungkin ini pertanda
Irene menyajikan makan malam di atas meje makan, perempuan bermata hazel itu kemudian melepas apron sejenak sebelum kemudian berlalu menuju salah satu ruangan yang ada di dalam apartemen. Meninggalkan Mino sendirian yang kini telah duduk di ruang makan, tampak bermain dengan ponselnyaㅡentah melakukan apa, tapi bisa dilihat dari posisi Irene, bahwa pria itu sedang membuka room chat melalui aplikasi tertentu. Mino kemudian meletakan ponselnya, mengamati sang istri yang terlihat sibuk bolak-balik mengambil barang-barang dari ruangan yang Mino yakini sebagai ruangan kerja ke ruang tengah yang cenderung lebih terang oleh cahaya lampu cendelier. Namun, yang membuat Mino meringis adalah melihat Irene yang sedang mengandung tampak masih energetik. "Hati-hati, jangan terburu-buru." Mino segera berlari menghampiri Irene, menjadikan tubuhnya sebagai sandaran ketika wanita itu hampir terpeleset oleh sendal yang dikenakannya. Jantung Irene hampir mencuat keluar ketika ia berpikir ia akan terjat
Waktu memang aneh, beberapa orang sering mengatakan bahwa waktu berjalan cepat. Namun, bagi Mino, waktu berjalan begini lambat, terutama ketika mata kepalanya masih melihat sosok Irene yang dengan sabar memberikan jabaran penting tentang anatomi kepada beberapa murid sekolah menengah ke atas yang hendak memasuki fakultas kedokteran. Tidak lupa juga Irene memberika beberapa bocoran soal yang pernah ia kerjakan sebagai ujian masuk universitas. "Baik, kita akhiri pembelajaran kali ini." Mendengar hal ini, punggung Mino tanpa sadar menjadi tegak. Pria itu segera meraih tangan Irene, saling mengunci jari masing-masing, dan mengelus pelan tangan lembut tersebut. Irene melirik sedikit, tapi tidak mengatakan apapun. Perempuan itu masih menjawab dua pertanyaan dari murid tutornya dan setelah itu mengucapkan kalimat penutup sebelum menyelesaikan pengajaran pada malam ini. Setelah mematikan Ipad, barulah atensi Irene tertuju pada sosok pria di sampingnya. Perempuan itu yang awalnya duduk dibaw
Pagi hari ini, baik Irene maupun Mino sama sekali tidak ingin bangun dari posisi ternyaman mereka. Irene berbaring miring dengan Mino yang memeluk dari belakang, seperti posisi sendok dan garpu yang tidak terpisahkan. "Temani aku, jangan dulu bangun, eh?" Irene yang awalnya memang hendak bangun dan membersihkan diri, mengurungkan niat. Perempuan itu, dengan mata sayu yang masih mengantuk, memutuskan untuk kembali terlelap dalam dekapan sang suami. Melihat betapa penurutnya sang istri, Mino mau tidak mau tersenyum. Pria itu mengecup sekilas pelipis Irene sebelum kembali terlelap dalam buaian mimpi. Detemani dengan ac yang menyala, dingin dipahi hari, dan tirai kamar yang menghalau sinar mentari, tidak heran apabila rasa kantuk menyerang lebih cepat. Sekitar jam sepuluh, barulah Irene kembali terbangun. Perempuan itu segera mengambil posisi duduk, masih membiarkan Mino memeluk pinggangnya yang mulai melebar sejak ia mengandung. Dia membuka ponsel, melihat ada begitu banyak pesan dan
Seperti yang dikatakan Mino sebelumnya, saat ini, keduanya sedang bersiap-siap menuju beberapa destinasi wisata dan juga cafè yang memabg sedang hits di Paris. Mungkin terdengar agak kekanakan dan konyol, tapi mereka berdua juga terkadang perlu melepas penat untuk sekedar berjalan berdua bersama. Keduanya jarang kencan, anggap saja perjalanan mereka di sini sebagai make up atas kencan-kencan mereka yang jarang terjadi. Sesuai keinginan sang istri yang tidak ingin menggunakan kendaraan pribadi, keduanya mengwgunakan kendaraan umum seperti menggunakan bus dan kereta bawah tanah menuju lokasi destinasi. Mungkin karena masa kehamilan, jadi perjalanan mereka tidak begitu mulus. Beberapa kali Irene dan Mino harus berhenti demi menjaga agar tidak kelelahan yang berujung fatal. Mino sendiri tidak keberatan, anggap saja waktu-waktu berdua seperti ini sebagai pembayaran atas ketidakhadirannya selama 5 bulan ini. "Here," ucap Mino, memberikan botol air minum berisi 2 liter yang memang sengaaja