Kapal Selam. Tidak heran apabila Mino bisa sampai hingga ke pulai private ini disaat cuaca sedang badai. Sebab, jika tidak bisa melalui permukaan lautan, maka menggunakan jalur bawah laut adalah pilihan yang paling bisa masuk diakal. Namun, hanya untuk menyelamatkan satu nyawa dengan menggunakan kapal selam angkatan laut, sudah menjelaskan posisi Irene dihati Mino. Tentu hal ini mengakibatkan kecemburuan yang lebih di hati Clara. Batinya terus bertanya-tanya, apa yang kurang dari dirinya? "I see, so this is your choise then." Suara Mino kembali terdengar. Sementara di belakangnya, kini terdapat banyak sekali anggota pengawal dengan pakaian formal hitam-hitam, tampak siap untuk melangkah maju ke depan dan melakukan aksi baku hantam. Allan sedikit takut melihat ekspresi bertekad dari anak buah Mino. "Bagaimana, apa yang harus kita lakukan, Clara?"Perempuan berambut merah ini juga agak gemetar. Akan tetapi, pengendalian dirinya cukup baik, "Kau tidak perlu khawatir, bukankah kita ju
Sebelum sempat bereaksi, dua orang muncul dari balik tangga, tampaknya mereka baru saja keluar dari sebuah ruangan. Perempuan dan Pria, berdiri berdampingan menghadap dua orang Pria yang menerobos masuk. Tuan Levebvè menatap biasa ke arah sang putri, tapi entah mengapa Clara merasakan aura kemarahan yang luar biasa menguar dari tubuh sang Ayah. Dia sungguh tidak mengharapkan akan ditemukan oleh sang Ayah begitu cepat. Memang, resiko menerima kerjasama dari Allan Stuart adalah terbongkarnya siapa pelaku dibalik kejadian yang ada; akan tetapi sungguh, tidak secepat ini maksud Clara. Setidaknya, berikan dia sinyal bahwa sang Ayah telah mengetahuinya. "Aㅡayah," ucapnya dengan sedikit tergagap. Tuan Levebvè hanya berkata, "Di mana adik mu?" Untuk sesaat, Clara tampak kebingunganㅡentah dengan sikap yang ditunjukan oleh tuan Levebvè atau atas kalimat pertanyaan yang diajukan. "Dia ... bukankah selama ini dia berada di dalam kamar?" "Nope," bantah tuan Levebvè, "Dia tidak ada di kamar
Manusia tidak pernanh menjadi makhluk yang sempurna, kecuali jika kita mempertemukan diri kita dengan yang lain. Oleh sebab itu, tidak heran apabila manusia, jika mendapatkan pasangan, layaknya seperri menemukan kepingan puzzle yang menghilang. Rasanya, Son merasa bahwa kejadian kemarin terlalu anti-klimaks, sehingga terkadang ia memiliki banyak pikiran tertentuㅡseperti akankah ada masalah lebih serius yang akan menimpa keluarga tuannya?Saat ini, Son sedang berada disebuah tempat dengan bau disenfektan paling menyengat di duniaㅡrumah sakit. Mino, selepas memasuki kapal selama, beruntungnya di kapal tersebut terdapat dokter militer, sehingga keadaan Irene yang dehidrasi bisa diatasi dengan pertolongan pertama. Rasanya, jika Son membayangkan terlambat sedikit menyelamatkan Irene, Mino akan menjadi orang gila yang akan memporak porandakan dunia dan seisinya. Mino, di sisi lain tidak masuk kerja. Pria itu mencoba tenang dengan mengalihkan fokusnya pada kerjaan yang menumpuk. Beruntung
Sejenak, tuan Levebvè tidak mampu mengatakan apapun. Pria tua itu menunduk kan kepala, lalu mendongak ketika tekadnya untuk memberitahu sudah terlihat di depan mata. Clarissa, menepuk bahu sang ayah, "Aku pikir, Mino jiga perlu tahu." Tuan Levebvè menganggukan kepala. Pria paruh baya tersebut menghela napas, "Ini cerita panjang. Sebenarnya, aku dan Shamantha telah menikah. Dalam pernikahan kami, Irene muncul sebagai sosok yang mampu memgeratkan kami berdua. Shamantha adalah gadis yang mama bawa dari panti asuhan yang ia kunjungi di Korea Selatan. Dia keturunan Korea-Spanyol, pada awal pernikahan, kami memang tidak begitu harmonis. Seiring berjalannya waktu, Irene lahir, dan karena dia membawa berkah kebahagiaan, mama ku, memberikan nama Lissabeth sebagai nama tengah Irene." "Akan tetapi, tampaknya aku terlalu munafik," ucap tuan Levebvè. Kemudian, pria itu menceritakan bagaimana ia dan nyonya Levebvè kembali berjumpa setelah sepuluh tahun lamanya tidak bertemu. Dalam reunian sekola
Mino menghentikan sejenak aktifitasnya. Pria itu melepaskan kembali laptop yang berada dipangkuan, dan menatap ke arah Albert. "Rencana apa yang kau maksud?" Albert mengangkat sebelah alis, "Tidakkah dulu kau ingin membalas dendam?" Pria itu menggelengkan kepala, "You even want to throw her out, right?" Mino, "...." Yang melupakan tujuan awalnya hanya bisa terdiam menatap sahabatnya. "Alright, I'll remind you." Menarik napas, "Dulu, setelah kau mendapatkan informasi perihal biodata singkat Irene, tidakkah kau ingin membalas dendam atas kecelakaan yang kau alami karena kau merasa bahwa keluarga Levebvè-lah dalang dibalik segalanya?" Albert sungguh tidak tahu ampun dalam berbicara. "Kau ... bahkan hendak membuang istri mu sebagai bagian dari balas dendam mu, 'kan. Don't say that you didn't said that before, Minoㅡyou even swear to yourself that you did jot want to fall in love to Irene." "...." Bisakan Albert diam sedikit saja?! Rasanya menyakitkan sekali apabila ia mengingat ucapa
Irene tiba di bandara internasional Loss Angeles pada pukul 08.00 pagi hari. Perempuan itu segera menggunakan taksi menuju alamat cafè sahabatnya. Dia sudah memiliki tempat tujuan yang ia inginkan, akan tetapi dia harus mendiskusikannya terlebih dahulu dengan sang sahabat. Taksi yang dikendarai oleh Irene melesat membelah jalanan kota Loss Angeles, perempuan itu telah berganti pakaian dengan pakaian casual apa adanya. Rambutnya dikuncir asal, dan matanya sedikit sembab akibat menangis selama di pesawat. Beberapa pramugari memberikan tisu tanpa mengatakan apapun. Sesampainya di cafè, Irene melangkah masuk. Ia mendapati sosok Jennie yang sedang sibuk membuatkan minuman untuk pelanggan yang telah menjadi pengunjung setia cafè kecilnya. Ketika Jennie mendongak untuk memberikan pesanan, wanita itu tersenyum mendapati sosok sahabatnya yang datang. "Here your order, sir, thank you." Setelah mengucapkan hal tersebut, Jennie segera melepaskan apron cafè, berjalan mengelilingi pantry sebelum
Joshua Chen mengendarai Misserati putih dengan tenang, ekspresi wajahnya menunjukan rasa terkejut luar biasa, sementara itu dia mencoba memarkirkan nobil tepat di depan cafè istrinya, Jennie Alexander. Mungkin sekitar 5 menit kemudian, Joshua melihat Jennie keluar dari cafè dengan membawa tas dan satu americano. Membuka pintu mobil, perempuan itu memiliki raut wajah tidak biasa. "Here," ucap Jennie. Perempuan itu menyerahkan es americano kepada suaminya. "Whats up with the long face?" Jennie mendengus, "Sahabat ku, kau tahu kan, Irene." "Kali ini ada apa lagi?" Joshua teringat dengan sosok perempuan yang datang ke hari pernikahannya dengan Jennie. "Dia entah kenapa pergi terburu-buru sekali," jawab Jennie. Joshua menjalankan mobilnya. Membelah kota Loss Angeles menuju rumah tempat mereka tinggal. "Sepupu jauh ku, kau tahu Mino, bukan? Tampaknya dia sedang dalam masalah besar."Jennie mengerenyitkan kening, "Masalah apa, perusahan Next In Company akan bangkrut?""Hey, jaga ucapan
Rasa bersalah Mino menjadi semakin besar. Dia tahu bahwa keputusannya ketika awal menikahi perempuan yanng kini menjadi istrinya itu dengan niat yang salah. Seharusnya, dia tidak berspekulasi apapun. Namun, mau bagaimana lagi? Nasi sudah terlanjut menjadi bubur dan ia tidak bisa mengembalikan apa yang sudah terjadi. Lagipula, di awal, ketika ia mencoba mencari tahu latar belakang dan identitas Irene yang sebenarnya, kenapa harus disembunyikan, sehingga tidak mungkin akan ada kesalahpahaman sebesar ini. Lagi, ini hanya sebuah perandaian yang mustahi untuk dikembalikan. Nyonya Dendanious menghela napas. Dia sama sekali belum pernah melihat menantunya, dan kini, putranya yang kata orang bilang cerdas, justru tampak begitu bodoh. "Bagaimana selanjutnya, Mino?" Nyonya Dendanious nenatap sang sulung, "Mama tidak mau tahu, kau harus menyalesaikan masalah mu dengan baik."Itu juga ada dalam pikiran Mino. Tanpa perlu diberitahu, Mino sendiri telah menyadarinya dan tahu apa yanng harus dilak