Mino menghentikan sejenak aktifitasnya. Pria itu melepaskan kembali laptop yang berada dipangkuan, dan menatap ke arah Albert. "Rencana apa yang kau maksud?" Albert mengangkat sebelah alis, "Tidakkah dulu kau ingin membalas dendam?" Pria itu menggelengkan kepala, "You even want to throw her out, right?" Mino, "...." Yang melupakan tujuan awalnya hanya bisa terdiam menatap sahabatnya. "Alright, I'll remind you." Menarik napas, "Dulu, setelah kau mendapatkan informasi perihal biodata singkat Irene, tidakkah kau ingin membalas dendam atas kecelakaan yang kau alami karena kau merasa bahwa keluarga Levebvè-lah dalang dibalik segalanya?" Albert sungguh tidak tahu ampun dalam berbicara. "Kau ... bahkan hendak membuang istri mu sebagai bagian dari balas dendam mu, 'kan. Don't say that you didn't said that before, Minoㅡyou even swear to yourself that you did jot want to fall in love to Irene." "...." Bisakan Albert diam sedikit saja?! Rasanya menyakitkan sekali apabila ia mengingat ucapa
Irene tiba di bandara internasional Loss Angeles pada pukul 08.00 pagi hari. Perempuan itu segera menggunakan taksi menuju alamat cafè sahabatnya. Dia sudah memiliki tempat tujuan yang ia inginkan, akan tetapi dia harus mendiskusikannya terlebih dahulu dengan sang sahabat. Taksi yang dikendarai oleh Irene melesat membelah jalanan kota Loss Angeles, perempuan itu telah berganti pakaian dengan pakaian casual apa adanya. Rambutnya dikuncir asal, dan matanya sedikit sembab akibat menangis selama di pesawat. Beberapa pramugari memberikan tisu tanpa mengatakan apapun. Sesampainya di cafè, Irene melangkah masuk. Ia mendapati sosok Jennie yang sedang sibuk membuatkan minuman untuk pelanggan yang telah menjadi pengunjung setia cafè kecilnya. Ketika Jennie mendongak untuk memberikan pesanan, wanita itu tersenyum mendapati sosok sahabatnya yang datang. "Here your order, sir, thank you." Setelah mengucapkan hal tersebut, Jennie segera melepaskan apron cafè, berjalan mengelilingi pantry sebelum
Joshua Chen mengendarai Misserati putih dengan tenang, ekspresi wajahnya menunjukan rasa terkejut luar biasa, sementara itu dia mencoba memarkirkan nobil tepat di depan cafè istrinya, Jennie Alexander. Mungkin sekitar 5 menit kemudian, Joshua melihat Jennie keluar dari cafè dengan membawa tas dan satu americano. Membuka pintu mobil, perempuan itu memiliki raut wajah tidak biasa. "Here," ucap Jennie. Perempuan itu menyerahkan es americano kepada suaminya. "Whats up with the long face?" Jennie mendengus, "Sahabat ku, kau tahu kan, Irene." "Kali ini ada apa lagi?" Joshua teringat dengan sosok perempuan yang datang ke hari pernikahannya dengan Jennie. "Dia entah kenapa pergi terburu-buru sekali," jawab Jennie. Joshua menjalankan mobilnya. Membelah kota Loss Angeles menuju rumah tempat mereka tinggal. "Sepupu jauh ku, kau tahu Mino, bukan? Tampaknya dia sedang dalam masalah besar."Jennie mengerenyitkan kening, "Masalah apa, perusahan Next In Company akan bangkrut?""Hey, jaga ucapan
Rasa bersalah Mino menjadi semakin besar. Dia tahu bahwa keputusannya ketika awal menikahi perempuan yanng kini menjadi istrinya itu dengan niat yang salah. Seharusnya, dia tidak berspekulasi apapun. Namun, mau bagaimana lagi? Nasi sudah terlanjut menjadi bubur dan ia tidak bisa mengembalikan apa yang sudah terjadi. Lagipula, di awal, ketika ia mencoba mencari tahu latar belakang dan identitas Irene yang sebenarnya, kenapa harus disembunyikan, sehingga tidak mungkin akan ada kesalahpahaman sebesar ini. Lagi, ini hanya sebuah perandaian yang mustahi untuk dikembalikan. Nyonya Dendanious menghela napas. Dia sama sekali belum pernah melihat menantunya, dan kini, putranya yang kata orang bilang cerdas, justru tampak begitu bodoh. "Bagaimana selanjutnya, Mino?" Nyonya Dendanious nenatap sang sulung, "Mama tidak mau tahu, kau harus menyalesaikan masalah mu dengan baik."Itu juga ada dalam pikiran Mino. Tanpa perlu diberitahu, Mino sendiri telah menyadarinya dan tahu apa yanng harus dilak
Seperti yang direncanakan Irene sebelumnya, perempuan itu hendak mencari pekerjaan lain yang bisa menambah pendapatan pundi-pundi uang demi keberlangsungan hidup dua orang. Dia mulai membuka ipad nya, mencari pekerjaan work from home yang memang menarik minat. Bagaimanapun juga, dia sedang hamil saat ini, dan dia tidak mau bekerja dengan pekerjaan yang menumpuk hingga melelahkan dirinya sendiri. Sebagai seorang dokter, tentu ia memiliki kesadaran lebih baik daripada orang lain. Setelah menelusuri, kebanyakan pekerjaan yang available adalah digital marketing dan juga coppywritter, di mana semua itu sungguh profesi yang belum pernah Irene sentuh sebelumnya. Pengalamannya pun harus minimal 2 tahun dengan porsi kerja yang fleksibel. Adapaun virtual asisten yang menarik perhatian, akan tetapi jam terbang kerja tersebut sungguh diluar kapasitas Irene yang saat ini sedang hamil. Sebenarnya mau apapun profesi itu, bisa dipelajari dengan baik. Hanya saja, memang saat ini Irene sedang tidak
Jika ditanya apa keseharian Mino selama 5 bulan belakangan ini, maka Son akan menjawab seperti zombie. Pria yang menjadi atasannya itu terlihat lebih giat kerja ketimbang sebelum dia bertemu dengan madam. Bahkan, intensitas pekerjaannya membuat Albert, yang notabenenya adalah seorang sekretaris harus ikut begadang selama 5 bulan belakangan ini. Jamnya sebagai pengawal pun semakin bertambah. Lima bulan yang lalu, setelah tim Omega mencari keberadaan Irene ke seluruh penjuru negara bagian Amerika Serikat, tidak ada satupun secuil info yang bisa didapatkan oleh pengawal. Son dan Lee yang memeriksa bandara udara dan pelabuhan pun mendapatkan hasil yang kosong. Saat ini, Son dan Lee sama sekali belum kepikiran untuk mengecek daftar penumpang setiap maskapai dihari itu yang berangkat ke luar negeri, karena mereka berpikir bahwa Irene hanya akan pergi masih dalam batas wilayah Amerika. Siapa yang menyangka bahwa Irene akan benar-benar pergi ke luar negri? Mino, mau tidak mau mengikuti sar
Irene yang tidak tahu dengan rencana Mino, saat ini sedang menikmati hidangan salad buah home made yang ia buat sendiri. Mayonaisenya pun ia ganti dengan yogurt plain, dan air putih yang menemani di atas meja makan. Seharian, perempuan bermata hazel ini kepikiran dengan telepon yang ia buat sendiri. Bisa-bisanya ia langsung menelepon Mino disaat sedang dalam suasana tidak baik. Sebenarnya Irene sendiri tidak masalah, dia sedang dalam rangka melarikan diri dari masalahㅡia hanya takut jika Mino benar-benar akan menceraikannya dan memberikan klinik yang ia punya sekarang sebagai hak waris menjadi mantan istri. Ayolah, dia tidak mau menjadi janda muda, yang bercerai hanya karena alasan konyol. Masalah mereka ini bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik, tapi sudah terlanjur overthingking sehingga salah satunya memutuskan untuk pergi menjauh. Apartemen ini berada di lantai 70, sehingga tidak heran apabila ia dapat melihat pemandangan lampu dan jalan tol kota Paris dari kamarnya. Setela
Lembayung sore memperlihatkan gradien oranye yang indah, mentari yang tidak lagi ingin menyinari dan malam yang mulai memayungi. Perempuan dengan mata hazel itu baru saja keluar dari supermarket dengan membawa banyak belanjaan harian, mulai dari makanan, susu hamil, hingga kebutuhan keseharian seperti sabun dan sikat gigi baru. Tidak lupa juga dia membawa paperbag yang berisikan roti baguette khas Pranciss yang memang terkenal wangi dan enak, tentu roti popular lainnya selain Croissant. Berbicara tentang Croissant, Irene jadi ingin membuat roti tersebut sendiri di apartemen untuk menu makanan besok, hmm, memang, ide ini sangat patut untuk dicoba. Croissant dan cokelat panas adalah kombinasi yang tidak pernah gagal soal kenikmatan. Rasanya Irene ingin segera sampai di apartemen dan mencoba eksperimen baru. Selama ini, memasak bukanlah kegemaran sang wanita, hanya saja, belakangan setelah dia menikah, rasanya dengan memasak semua rasa kecemasan hilang begitu saja. Mungkin ini pertanda