Jika Cheval Blanc merupakan wine terbaik yang pernah Mino cicipi hingga menjadi addictive, maka tidak salah bagi Mino memuji bahwa wajah perempuan di hadapannya ini sangat cantikㅡbegitu jelita hingga ketitik di mana Mino begitu kencanduan bak morfin; tak ada henti-hentinya ia memandangi wajah tersebut hingga membuat sang empunya tersipu karenanya. Wajah Irene yang merona nyatanya semakin membuat Mino tidak bisa melepas tatapan matanya. Baru kemudian Mino menyesali penampilannya kali ini. Jika dia tahu bahwa Irene adalah gadis baik dan penuh dengan wibawa, dia jelas akan melepas piercing nya dan datang dengan penampilan yang lebih menarik. "Tㅡtolong jangan menaㅡmenatap ku seperti itu, Albert." Mino tersenyum kecil. Mungkin karena ketidak hati-hatian Mino pada sekitar, dia tidak sengaja menyenggol gelas yang berada di dekatnya. Membuat isi di dalam gelas tersebut berceceran ke meja dan jatuh ke lantai. Ekspresi Mino yang terkejut tanpa sadar menjadi sebuah daya tarik bagi Irene. Per
"Terima kasih telah mengantarkan aku kembali, Albert." Mino menatap apartemen di depannya, dan Irene secara bergantian. Memberikan senyuman, "Itu adalah hal yang harus diperlukan. No worries, baby."Irene dan Mino sama-sama terkejut mendengar ucapan diakhir kalimat. Mino merutuki mulutnya yang tidak bisa di rem tepat waktu, sementara Irene yang awalnya terkejut perlahan mampu mengendalikan ekspresinya. Gadis itu memberanikan diri untuk berjalan mendekat. Berdiri tepat di hadapan Mino, dan berjinjit. Sebelum, memberikan sebuah kecupan manis pada pipi sisi kanan. "Terima kasih untuk hari ini," ucap Irene. Nadanya sangat cepat seolah tidak ingin Mino mendengarkan kalimatnya sebelum, berlari masuk ke dalam apartement. Meninggalkan Mino di belakang yang terpaku. Mata Mino hanya terpaku pada punggung Irene yang kian menghilang, dia sejatinya hanya memandang kosongㅡotak dan tubuhnya seolah membeku ketika bibir dingin Irene menyentuh kulit pipi bagian kanan. Kinerja tubuhnya memang patut d
Hari ini kegiatan Irene di rumah sakit sangat melelahkan. Entah mengapa hari ini banyak sekali pasien yang datang ke rumah sakit daripada hari biasa. Perempuan dengan seragam rumah sakit dan jas putih ini berlarian dari satu bangsal ke bangsal lain. Seperti biasa, jam istirahat Irene selalu mampir ke ruangan dokter Hans. Istri dokter Hans selalu mengingatkan Irene untuk datang berkunjung dan makan siang bersama. Sehingga, perempuan itu mau tidak mau harus mengikuti saran nyonya Hans. "Akhirnya kau datang." Irene memberikan senyuman terbaiknya. "Selamat siang dokter Hans, bagaimana dengan anak koas hari ini?" "Melelahkan," sahut pria paruh baya itu. Memijat keningnya dan menghela napas, "Mereka cukup merepotkan karena masih pemula." "Benar. Namun, jika dipoles sedikit lagi, mereka bisa menjadi berlian." Dokter Hans mengangkat bahu, "Itu kembali pada pribadi masing-masing peserta." Dokter Hans membantu Irene membuka bekal yang diberikan dari istrinya, dan perlahan mulai menyantap
Albert membawa Mino ke rumah sakit terdekat. Dia dan Irene sedang menunggu di ruang tunggu Unit Gawat Darurat. Sesekali ia melirik Irene yang tampak menggila. Bukankah itu hanya akting sakit yang payah? Tapi tampaknya Irene tidak berpikir demikian. Mereka seharusnya bisa langsung masuk, tapi tampaknya Mino punya pemikirannya sendiri sehingga meminta agar Albert dan Irene tidak perlu menemani di dalam. Sehingga, mereka berdua mau tidak mau menunggu di luar. Albert mendekati Irene, "Hey, tak perlu cemㅡ" dia menatap datar pada sosok perempuan yang kini tengah menjedotkan keningnya ke tembok rumah sakit beberapa kali. "Are you alright? Mino tidak separah itu, dia sedang dalam masa penyembuhan dan seharusnya ituㅡ""Bodoh, bodoh, bodoh! Aku seorang dokter kenapa aku harus membawa Mino sampai pergi ke rumah sakit." Gumaman itu terdengar oleh Albert, dan pria itu mau tidak mau terbahak. "Hey, kau bukan dewaㅡada spesialisasi ortopedi." Yang berarti, Mino akan baik-baik saja bahkan tanpa 'bant
Pagi ini Washington DC direndungi hujan gerimis. Awan terlihat mendung, banyak pengguna transportasi umum yang mengeluh, dan sebagian memutuskan untuk berdiam diri di rumah dengan dalih turunnya hujan membuat nyaman. Akan tetapi, tampaknya berbeda dengan sebuah mobil Audi R8 hitam yang meluncur membelah perjalanan kota. Seorang pria keluar dari kursi samping pengemudi. Bergegas membuka pintu belakang, disusul dengan seorang pria mengenakan jas hitam dengan lencana elang yang menempel di sisi dada kiriㅡpria itu dengan segera mengambil kursi roda yang terlipat rapi di bagasi, membukannya, dan ikut membantu seseorang di dalam sana. Tak beberapa lama kemudian, pria yang sejak awal membuka pintu mobil, mengulurkan tangannya untuk membantu sosok lain yang hendak keluar dari mobil."Thanks, Albert." Albert Ventagio, sekretaris pribadi sekaligus sahabat Mino, tersenyum ramah mendengar ucapan tersebut. Pria itu mengangguk, "Pleasure, my lady.""I think you got the wrong lady, Albert." ada de
PR yang dikeluarkan oleh Next In Company adalah berupa sebuah surat yang telah disalin digital agar bisa disebar di beberapa sosial media perusahaan, berisikan perihal akan melakukan tindakan legal kuasa hukum agar tidak lagi ada komentar dengan ujaran kebencian yang berlebihan. Foto ini kemudian menjadi perbincangan banyak orang. Terutama ketika akun pribadi Albert Ventagio langsung melakukan like dan mengomentari postingan tersebut. Albertventagio: Good Luck. Entah komentar ini ditunjukan kepada siapa. Yang jelas nitizen meyakini jika Albert, yang diketahui sebagai sekretaris perusahaan Next In, sedang menyindir orang-orang yang telah melakukan hate comment. Dibawah balasan Albert, ada dekitar 450 balasan dari nitizen yang menyatakan dukungan mereka, dan menyetujui tindakan menyindir tersebur. Tak lama kemudian, dunia media sosial kembali digemparkan dengan isu seorang selebriti yang sedang memakai narkobaㅡkasus nya saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian. Sontak saja ha
Kerena pernikahan Irene dan Mino tidak dipublikasikan secara langsung, tidak banyak orang yang mengetahui pernikahan mereka. Sehingga, bukan salah rumah sakit ketika membutuhkan dokter Irene sebagai dokter jaga di sana. Perempuan itu dengan cekatan membenahi barang-barang yang dibutuhkan. Melirik Mino yang masih sibuk dengan laptop. "Aku pergi dulu." "Tunggu sebentar." Mino melepaskan kacamata anti-radiasi yang ia gunakan. Berjalan menuju istrinya seraya merogoh saku celana belakang. Ia keluarkan dompet hitamnya, dan mengeluarkan kartu gold. "Ini, gunakanㅡuntukmu.""Tapiㅡ""I'm your legal husband right now. Which mean all your need are my responsibility." Irene tidak segan mengambil kartu emas tersebut dan memasukannya ke dalam tas dengan asal, "Baiklah akuㅡ""Sebelum pergi, ayo biasakan berciuman dan berpelukan?" Wajah Irene telak merah. Perempuan itu dengan segera mendekat. Berjinjit dan mengecup pelan bibir Mino, sebelum membiarkan pria itu memeluknya dengan erat. "Alright, ha
Ketika nelihat Lee menyanggupi permintaannya, perempuan dengan rambut hitam panjang ini tersenyum lega. "Terima kasih," setelah itu Irene kembali menuju ruangannya. Namun, siapa yang menyangka ditengah jalan, dia bertemu dengan Clara. Perempuan dengaj rambut ikal itu sedang bersandar pada tembok rumah sakit seraya memegang rokok. Langkah Irene terhenti sejenak, "Kamu," Irene tidak tahu siapa nama perempuan di depannya ini, "Mohon maaf, tapi ini adalah rumah sakit, tidak bisakah merokok di sebelah sana?" ujarnya seraya menunjuk pada sebuah tempat dengan tulisan Smoking Area. Clara tidak bergeming. Wanita itu terdiam seraya menyesap perlahan rokoknya. Ia bukanlah perokok aktif, hanya saja situasinya sekarang ini membuat ia frustrasi setengah mati. Diliriknya sinis perempuam di hadapannya, "Apakah kau puas?" Irene mengangkat sebelah alis, "Puas?" Menggelengkapan kepala, "Apa maksud mu?" sambungnya. Mengeluarkan asap dari mulut, Clara terkekeh kecil, "Pergilah sejauh mungkin." Clara t
Berita pernikahan putra sulung keluarga Dendanious, Lousi Mino Dendanious menyebar luas; berbagai awak media berbondong-bondong menjadikan berita ini sebagai headline majalah dan koran, sementara ada juga sebagian jurnalistik yang berdiam diri di depan mansion keluarga Dendanious demi mencari secuil beritaㅡterutama menyangkut hal berupa scandal akan lebih baik. Atau setidaknya mereka pikir seperti itu. Sebab, hingga tiga hari belakangan ini, Mansion keluarga Dendanious cenderung sepi dan hanya ada pelayan atau tukang kebun yang membersihkan halaman dibalik pagar yang menjulang tinggi. Para wartawan dan paparazzi ini sudah berkemah di sini. Dan tepat di saat mereka sudah putus asa, sebuah mobil Misserati terlihat mendekati pagar mansion keluarga Dendanious. Para wartawan ini segera menarik kamera dan mencoba melihat siapa yang datang. Ternyata itu adalah salah satu kerabat Mino, yang datang untuk melihat anggota keluarga baru Dendanious yang dinanti-nanti. "Tuan Dealton, bagaimana pe
Seperti dadu yang dilempar, hari terus bergulir, menggantikan hari-hari sebelumnya yang telah dilewati oleh manusia. Bedanya, jika dadu dilempar oleh manusia, maka hari tidak ditentukan oleh siapapun.Roda berputar, seperti putaran takdir yang tidak bisa diprediksi; kadang di atas, terkadang pula manusia merasakan rasa pedihnya berada di bawah. Semua itu, sungguh Tuhan-lah yang telah mengaturnya. Agar seluruh manusia mengetahui seberapa hebatnya Tuhan menciptakan takdir dan alam semestaㅡagar tidak melupakan bahwa setiap perbuatan selalu ada konsekuensi yang harus dijalani. Mulai dari pertemuan tak terduga, hingga sebuah perpisahan yang telah direncanakan. Mulai dari rasa cinta, hingga rasa benci yang teramat sangat menyesakan hati. Seperti sungai yang mengalir, adem, menghanyutkan, dan membawa berbagai macam emosi di dalamnya; kepedihan, kesenangan, dan kemarahanㅡair sungai terlihat tenang tapi begitu menghanyutkan. Hal ini sama dengan yang tua meninggalkan dunia, dan yang muda terla
Clarissa keluar dari rumah sakit dengan pandangan kosong. Perempuan itu menatap langit biru di atasnya, lalu mengembuskan napas lelah. Tidak heran beberapa minggu terakhir ini dia menjadi lebih cepat lelah, bawaannya ingin pulang ke rumah dan tidur dengan nyaman, belum lagi rasa mual yang cukup mengganggu. Siapa sangka dia akan mengalaminya secepat ini? Takdir terlalu kejam untuknya. Bagaimana dia harus berkata kepada kakaknya, Irene? Belum lagi kakak iparnya yang juga berteman dekat dengan sosok yang belakangan ini terus mengusik kehidupan tenang Clarissa? Terutama, bagaimana dia menjelaskan ini kepada ayahnya? Berbagai sekelumit pemikiran terus bermekaran dalam kepala. Seolah otaknya menolak berhenti untuk tidak berpikir belebihan. Belakangan ini, ayahnya, tuan Levebvè sangat membanggakan dirinya yang sudah berani mengambil langkah kecil untuk melihat sisi lain kehidupan sebagai pekerja kantoran di perusahaan en
Beberapa hari belakangan ini Clarissa merasa dia dilihat oleh banyak orang. Dalam artian pandangan yang menatapnya dengan pandangan menilai, menghakimi, hingga merendahkan. Sebenarnya ini bisa saja hanya sebuah perasaan semata, tapi hal ini semakin membuatnya yakin ketika ia hendak ke kamar mandi untuk memuntahkan rasa mual. "Kau dengar, tidak aku sangka ternyata dia masuk ke Music Blanc menggunakan jalur nepotisme," ujar salah seorang staff. Clarissa menahan rasa mualnya habis-habisan dan berdiri terdiam di depan kamar mandi seraya membekap mulutnya. "Ya, aku yakin dia tidak memiliki prestasi sedikitpun. Apa yang kau harapkan dari seorang anak konglomerat yang manja? Tidakah belakangan keluarga Levebvè juga terkena kasus penculikan?" Menggelengkan kepala, "Sungguh keluarga yang brutal.""Sshh," staff itu melirik ke kanan dan ke kiri, "Jaga ucapan mu, aku dengar bahwa putri keluarga Levebvè yang tersembunyi adalah istri dari CEO Mino, bahaya jika kau ketahuan." Mengangkat bahu acuh
Irene sedang menikmati afternoon tea nya ketika ia mendapatkan kabar dari Marcus tentang alasan sikap murung Clarissa belakangan ini. Sejenak, Irene terdiam. Dia pandangi sosok tampan sang suami yang juga sedang menatapnya dengan pandangan kebingungan. "Aku tidak tahu apapun, sungguh!" "Aku tidak mengatakan apapun." Irene bergumam lembut. Mengembuskan napas, "Albert memang seperti itu sejak dulu. Awalnya dia tidak terlalu into sex, tapi sejak masuk ke persusahaan, ada satu dua hal yang tampaknya membuat dia sering seperti itu." Mata Irene memincing, "Did you do the same?""I do the same," Mino segera melanjutkan, "Aku bersumpah hanya melakukannya beberapa kali untuk stress relief." Irene hanya terdiam. Dia sudah pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi mendengar pengakuan ini secara langsung, rasanya sedikit ada yang mencubit dihati. Namun, mengingat kini Mino sudah menjadi miliknya, tampaknya dia mengkhawatirkan hal yang tidak perlu."Yeah, kita tidak perlu meributkan hal yang su
Mentari sudah terbit, sinarnya memasuki cela-cela ventilasi dan menembus tirai. Sayang sekali, mungkin karena mabuk dan terlalu sibuk dengan urusan ranjang, kedua orang yang masih berbaring di atas kasur tersebut lupa untuk menutup tirai jendela. Sehingga kini matahari langsung menyinari dan membangunkan salah satu di antara mereka. Clarissa adalah sosok yang pertama kali terbangun. Perempuan itu langsung menatap wajah tertidur Albert. Dengan tergasa, dia segera bangun dari tidurnya dengan wajah panik. "Akh." Sial, sial, sial! Clarissa ingin mencakar habis pria kurang ajar satu ini. Dalam hati berkata bagaimana bisa Mino berteman baik dengan sosok bejat seperti Albert? Mendengar pekikkan kecil dan suara tergesa, Albert juga bangun dari tidurnya. Pemandangan seperti ini sudah biasa dilihat. Namun, kali ini berbeda. Perempuan yang bersamannya sepanjang malam tampak sangat panik, dan terlihat mencari-cari sesuatu. "Mencari apa?" Suara serak khas bangun tidur membuat Clarissa membek
Clarissa tidak lagi mempedulikan. Perempuan itu segera memesan menu makanan yang ingin ia makan pada malam hari ini kepada bartender. "Do you think I can get closer to him?" Clarissa mengengkat bahu, "Tidak tahu, tergantung metode seperti apa yang ingin kau gunakan? Langsung menggoda, atau mau memasukan aphrodisiac?" Mata Viona melotot, tanpa sadar memukul pelan lengan rekannya, "Pikiran mu sungguh kotor."Wajah Clarissa mencerminkan tanda tanya besar. Di bagian mana dia kotor? Bukankah menggoda secara langsung dan memasukan aphrodisiac ke dalam minuman adalah metode yang biasa sering digunakan oleh banyak orang? Menganati wajah Viona yang memerah parah, Clarissa memutar bola matanya jengah. Jangan katakan ladanya bahwa Viona adalah gadis polos yang denial atas hal-hal kotor? Menghela napas, "Lalu, kau ingin dia menotis mu seperti apa?" Menundukan kepala, "Tidakkah aku cantik?" Clarissa seketika itu juga ingin sekali bernajak pulang. Siapa yang menyangka bahwa Viona merupakan g
Albert Ventagio, orang-orang selalu mengenalnya sebagai sosok ramah dan sopan. Ditambah dia adalab sekretaris sekaligus asisten pribadi seorang Louis Mino Dendanious, yang menjadikan lria itu lebih cekatan dari pada yang lainnya. Mungkin karena terinfeksi siklus kerja sahabatnya, Mino, terkadang Albert juga bisa lebih workholic daripada Mino sendiri. Sebagai sekretaris yang ditugaskan langsung dibawah Mino, dia terkadang juga menggantikan Mino dalam memimpin rapatㅡbaik secara lokal maupun rapat internasional, seperti yang sudah-sudah. Terkadang dia berada di luar negri karena utusan Mino yang kebetulan jadwalnya bertabrakan dengan jadwal meeting di luar. Sehingga mengutus Albert sebagai pengganti. Albert juga bukan berasal dari kalangan keluarga berada atau menengah ke bawah. Mendiang ayahnya adalah seorang dosen di salah satu universitas di Boston, sementara ibunya merupakan ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan harian sebagai penjual bungaㅡsekarang sudah memiliki toko dan membu
Clarissa hari ini sudah mulai masuk menjadi pekerja tetap di perusahaan Music Blanc sebagai public relation. Pekerjaan ini cenderung paling sibuk; setiap harinya harus memberikan press realise di website resmi perusahaan, promosi di akun media sosial yang telah tersedia. Hingga harus memberikan ide kreatif agar lebih menarik banyak peerhatian fans. Jumlah fans aktris, aktor, dan penyanyi di perusahaan ini banyak, hingga tidak heran apabila fans mereka juga menjadi fans perusahaan. Music Blanc digadang-gadang menjadi perusahaan entertainment dengan followers terbanyak diberbagai sosial media. Clarissa dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Perempuan itu tidak malu untuk memperkenalkan diria dan dari jurusan mana dia berasal. Namun, dia tidak membicarakan soal Marcus sebagai temannya, Mino sebagai kakak iparnya, dan merupakan anak bungsu keluarga Levebvè. Setidaknya, bagi Clarissa cukup tahu diri bahwa tidak semua orang bisa menikmati privilage seperti yang ia punya. Jadi